Pov Anisa"Bu, aku keguguran, Bu. Kita kehilangan kesempatan membawa kembali Mas Dani. Hiks..hiks...!"Tangisku pecah tatkala ibu menemuiku di rumah sakit. Mas Dani entah sedang pergi kemana jadi ini waktunya mengeluarkan unek-unekku pada wanita yang sudah melahirkanku."Udah enggak usah sedih, kalau kamu enggak bisa dapatkan Dani lagi kan kamu bisa dapatkan lelaki kaya lain lagi. Simpan air matamu, ibu yakin setelah sembuh nanti kamu bisa gunakan tubuhmu untuk mendapatkan uang lebih banyak lagi!"Inilah ibuku yang mata duitan, bahkan ketika anaknya sedang sedih seperti ini pun sempat-sempatnya wanita ini malah memikirkan uang. Gara-gara menuruti perintahnya untuk mengkhianati Mas Dani aku kehilangan lelaki itu. Kadang aku berpikir kok ada ibu sejahat dia."Ibu kok malah ngomong seperti itu. Aku lagi sedih, Bu. Bukannya ibu hibur malah ibu sudah mau menjualku lagi!" aku makin terisak karena ucapan jahat ibu."Enggak usah berdrama seperti ini, Nis. Bukannya kamu juga menikmati hidup ka
"Tolong lepaskan aku, Tuan. Ku mohon!" aku memohon pada lelaki tua di depanku. Dia menampilkan seringai jahatnya sambil mencengkeram kedua rahangku."Kamu punya uang untuk membayar ganti rugi?" tanyanya sembari menatap tajam kearahku."Sekarang memang tidak, tapi besok aku akan berusaha mendapatkannya!" ucapku berusaha mengulur waktu. Tapi lelaki itu malah tertawa mendengar jawabanku."Memangnya aku bodoh. Wanita pemalas seperti kamu mana mungkin bisa dapatkan uang. Dani sudah cerita soal kamu. Dia bilang dia marah karena kamu selalu jadi benalu di hidupnya, makanya dia sampai tega jual kamu!"Mas Dani Brengs*k, aku pikir dia benar-benar sudah berubah menjadi lebih perhatian padaku tapi ternyata diam-diam dia merencanakan rencana kotor ini. Uang yang dia berikan padaku juga ibuku selama ini tak seberapa, tapi dia tega menjualku untuk mengganti uang yang sudah di keluarkannnya."Tuan, ku mohon. Anda boleh menyuruh saya melakukan apapun tapi tolong jangan apa-apakan saya!"Aku terus nem
Pov Ola"Aku bangga sama kamu, La. Kamu bisa berlapang dada menerima adikmu kembali setelah kesalahan besar yang dia lakukan sama kamu!" ucap Dokter Eric setelah aku kembali dari kamar Anisa."Jujur, sampai sekarang saya belum bisa memaafkan wanita itu, Dok. Namun melihat keadaannya yang sangat memprihatinkan, saya benar-benar tak tega. Biar bagaimana pun jahatnya wanita itu, dia tetap adik saya. Saya ikut bertanggung jawab atas masa depannya.""Kamu sangat tulus, La. Semoga Anisa benar-benar menyadari kesalahannya, ya! Aku tidak mau melihat kamu menderita lagi seperti saat itu!"Dokter Eric tiba-tiba memegang dua pundakku. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa risih karena perbuatannya."Maaf, Dok. Saya belum selesai membersihkan dapur. Permisi!"Mendengar ucapanku, Dokter Eric cepat-cepat menarik tangannya lagi dari pundakku."Baik, aku juga mau cepat-cepat pergi ke rumah sakit!" ucapnya gugup. Tak lama kemudian dia tersenyum sambil melangkahkan kakinya menuju mobil. Aku menghela nafas
Pov DaniSetelah mengancam Ola, aku langsung pergi begitu saja dari hadapannya dan Dokter Eric. Ola terlihat ingin mengejarku, tapi lagi-lagi dia di gagalkan oleh lelaki sialan itu."Awas kamu Ola, kamu pikir aku cuma main-main dengan ancamanku!" gumamku sembari naik dalam mobil. Ku lihat dokter sial*n itu tengah berbincang dengan Ola saat mobilku melewati mereka. Ada rasa sesak yang menghimpit dadaku melihat itu semua."Brengs*k!" aku memukul stir mobilku menggunakan satu tanganku karena hingga detik ini pun aku belum juga bisa meredakan amarahku.Dalam kalutnya pikiranku, tiba-tiba aku dikejutkan oleh sebuah mobil yang tiba-tiba memepet mobil milikku.Aku hentikan mobilku dan langsung keluar demi melihat siapa yang berani-beraninya melakukan itu.Tak berapa lama kemudian empat lelaki berwajah sangar turun dari mobil tersebut, awalnya aku pikir mereka adalah orang suruhan Dokter Eric. Namun setelah beberapa saat kemudian muncul lagi satu mobil, semua kecurigaanku terbantahkan. Ya, or
Pov Anisa"Bagaimana keadaan adikmu hari ini?"Aku masih pura-pura menutup mata kala Dokter Eric datang ke kamarku. Mbak Ola memang dari sore berada disini menungguiku, karena tak mau kehilangan perhatiannya lagi aku terus berpura-pura lemah di depannya. Padahal aku rasa keadaanku sudah mulai membaik."Suhu tubuhnya sudah normal, Dok. Namun sampai sekarang Anisa masih kelihatan lemah dan tak mau makan."Dokter Eric mengecek suhu tubuhku dengan punggung tangannya. "Benar katamu suhu tubuhnya sudah normal. Mungkin dia butuh sehari atau dua hari lagi untuk bisa benar-benar pulih!""Syukurlah kalau begitu, Dok." ucap Mbak Ola. Aku bisa mendengar jelas helaan nafas panjangnya."La, kamu yakin akan selamanya menyembunyikan adik kamu disini?"Pertanyaan Dokter Eric pada Mbak Ola tiba-tiba menarik perhatianku. Aku tak sabar mendengar jawaban dari wanita yang pernah kusakiti hatinya ini."Saya juga masih bingung, Dok. Di satu sisi saya kasian sama dia. Saya merasa bersalah pada Almarhum Ayah
"Aku sudah pernah jahatin, Mbak. Aku enggak mau ngulang kesalahan yang sama. Aku harap Mbak enggak salah pilih suami lagi!" Aku terus berusaha mencuci otak Mbak Ola. Dia memang diam saja, tapi bisa ku lihat raut wajah kecewa wanita itu dari sorot matanya."Habisin makanannya baru minum obat. Mbak balik ke depan dulu!""Makasih, Mbak!" aku paksa bibirku untuk tersenyum di depan Mbak Ola. Dia hanya sedikit membalas senyumanku. Segera dia pergi meninggalkanku di ruangan sempit ini.Setelah kepergian kakak tiriku, aku melahap habis makanan pemberiannya. Dari dulu Mbak Ola memang pintar memasak, rasa masakannya tak kalah dari makanan di restoran bintang lima.Setelah kenyang ku lirik obat di atas meja. Aku tak meminumnya seperti pesan Mbak Ola. Aku sudah benar-benar sembuh jadi buat apa aku meminum obat lagi.Ku lirik jam di dinding kamar ini, ternyata sudah jam delapan siang. Jam segini Elsa pasti sudah pergi sekolah jadi aku tidak perlu bersembunyi lagi.Bosan berada di kamar, aku memut
Pov Ola"Kamu kenapa, Nis. Kok kaya ketakutan gitu?" tanyaku pada Anisa ketika wanita itu mendekat membantuku menepikan troli berisi barang-barang belanjaan."Enggak kenapa-kenapa, Mbak. Owh ya, barang belanjaan sebanyak ini, kita enggak mungkin bisa bawa sendiri ke tempat parkir. Gimana ini?" tanyanya."Itu ada Bang Yanto, dia bakal tolong bawa salah satu troli ini kok!" ucapku sembari menunjukan jari telunjukku ke arah Bang Yanto. Kebiasaan sopir pribadi Nyonya Hani ketika menungguiku belanja yakni minum kopi di kedai kopi yang berada tepat di di depan supermarket ini."Bang Yanto sejak kapan berada di situ, Mbak?" Pertanyaan Anisa membuatku sedikit mengernyit. Entah apa yang terjadi pada wanita itu barusan, tapi sepertinya dari tadi dia terus terlihat sangat panik."Kayaknya dah dari pertama kita masuk dia disitu. Soalnya tiap antar aku belanja, dia selalu nungguin aku di tempat itu.""Apa? Kok bisa aku enggak lihat!" ucapan Anisa makin membuat aku bingung."Memangnya kenapa kalau
Pov Ola"Gimana, Mbak. Apa yang di bicarakan Dokter Eric. Kenapa dia sampai ngajak ngobrolnya di kamar? Dia enggak ngelakuin sesuatu yang buruk sama Mbak kan?"Baru saja aku menginjakan kaki di dapur, aku sudah di todong banyak pertanyaan oleh adikku Anisa."Enggak, kok. Dokter Eric cuma mau aku ikut makan malam nanti." jawabku jujur."Beneran, Mbak?"Aku mengangguk."Hati-hati loh, Mbak. Nanti ini jebakan saja.""Jebakan gimana maksud kamu, Nis?""Ya, bisa aja kan nanti makanan Mbak di kasih obat tidur terus Mbak di apa-apain Dokter Eric. Kayaknya Nyonya Hani ngebet banget punya menantu kaya Mbak makanya bisa saja mereka bekerjasama untuk jebak Mbak.""Kamu itu enggak cape ya selalu suudzon sama orang. Kalau mereka mau jebak saya sudah lama. Mereka orang baik dan terhormat, enggak mungkin mereka melakukan hal rendah seperti yang pernah kamu dan Mas Dani lakukan padaku." balasku sambil kembali meracik bumbu dapur. Anisa terdiam, sempat ku lihat wajah terkejutnya saat aku mengingatkan