“Aga silau ya pagi ini,” ledek Jordy, melihat Javier datang dengan cengiran lebar.
Tak seperti dugaannya, setelah pertengkaran kemarin Javier terlihat begitu bahagia pagi ini. Kotak makan yang lelaki itu jinjing juga, menarik perhatian Jordy. Dapat disimpulkan, Javier telah berhasil menenangkan Aletta dan mendapat pengampunan.
Jordy ikut bersyukur. Walaupun tidak dapat dipungkiri ada rasa kesal yang ikut menyelimuti, mengingat keadaan Felly jauh berbalik daripada keadaan Javier. Gadis itu bahkan bolos kerja, memilih untuk menyendiri di kamarnya entah melakukan apa. Dengan dalih ingin beristirahat, Jordy yakin Felly akan menangis seharian. Walaupun begitu, situasi ini memang tidak seharusnya juga untuk dihindari.
Seperti biasanya, Javier akan mematikan ponselnya setiap kali ia bekerja. Karena hari ini ia cukup sibuk, ia tidak membuka ponselnya sama sekali hingga ia pulang ke rumah pada pukul sepuluh malam. Sesampainya di rumah, Javier dikejutkan dengan ketidakhadiran Aletta. Namun, semuanya terjawab saat ia melihat puluhan panggilan tak terjawab dari gadis tersebut. Dengan buru-buru, Javier mengendarai mobilnya menuju rumah sakit yang Aletta kirimkan tadi sore. Nafasnya memburu, jantungnya berdetak tak karuan bahkan rasanya seperti akan meledak. Kombinasi itu menimbulkan rasa pening pada Javier. Jika saja Abin tidak menjemputnya di Lobby, Javier pasti akan kelabakan mencari kamar inap Aletta karena ia tidak bisa berfikir rasional saat ini. Panik, takut, juga merasa bersalah. Perasan itu memicu matan
Aletta berbohong, ia tidak menginginkan cheesecake atau makanan apapun. Aletta hanya menggunakan ‘ngidam’ sebagai alasan agar ia bisa sendirian. Ia ingin Javier pergi, karena ia tak mau lelaki itu menyaksikan dirinya menangis. Pertama, hal ini disebabkan oleh ucapan Javier. Aletta tidak pernah menyangka bahwa Javier akan sebegitu merendahkan dirinya demi Aletta. Kalau diingat-ingat, sejak dulu Javier memang selalu mengalah. Terhitung hanya sekali Aletta melihat Javier out of control dan membentak Aletta. Namun, saat itu memang Aletta keterlaluan. Menegaskan bahwa Javier akan terus mengerti akan perbuatan Aletta, membuat gadis itu merasa jahat. Sama halnya seperti Javier, Aletta juga merasa tega telah merenggut masa keemasan Javier dan memaksanya untuk bertanggu
Terhitung seminggu sudah Janu menjalani kehidupan barunya di salah satu kota terpencil di Aussie. Tinggal di sebuah rumah sepetak bersama Gea. Mereka membagi tugas rumah, membagi tugas juga dan saling melengkapi. Seperti contohnya, Gea yang membangunkan Janu di pagi hari, dan Janu yang mengingatkan Gea untuk membawa barang-barangnya karena gadis itu pelupa. Janu senang, begitu juga Gea. Mereka sangat akrab layaknya kakak dan adik. Sesuai janji Janu, mereka bekerja di sebuah restoran dekat rumah dengan bayaran yang lumayan. Sembari itu, Janu mengikuti banyak kursus yang bisa ia ikuti secara daring. Ia juga mulai mengotak-atik beberapa hal di internet. Hasilnya, luarbiasa. Janu kini memiliki tabungan yang besar hanya dalam hitungan bulan. Tak sekalipun Janu menggunakan uang itu untuk
Abin melipat kedua tangannya di depan dada dengan dagu terangkat. Garis bibirnya tertarik miring, dengan sorot mata sinis yang tertuju pada suster serta lelaki yang sempat bertengkar dengannya beberapa hari yang lalu. Di hadapanny Javier dan Aletta hanya bisa geleng-geleng karena tingkah Abin yang sangat menggambarkan umurnya. Kekanak-kanakan, berbanding jauh dengan Javier yang pagi ini tetap tampak dewasa dengan pakaian casual yang ia pakai. Tangannya merangkul bahu Aletta posessive. Hal itu ia lakukan dengan sengaja untuk menunjukan kepada semua penjung rumah sakit pagi ini, bahwa ia adalah suami Aletta. Suami yang katanya lari dari tanggung jawab setelah menghamili anak berumur belia, yaitu Aletta. Sejak kedatangan mereka bertiga, orang-orang yang memang memiliki sesi jam yang sama dengan Aletta tampak terkejut bukan main. Terlebih, mengingat wajah tampan Javier, kulit putih susunya, lubang hitam di kedua pipi, yang sempurna dipadukan dengan tubuh te
Javier terkekeh kecil saat membuka makanan siang yang dikirimkan Aletta menggunakan jasa kirim untuknya siang ini, juga Jordy. Selain karena ini mendadak, secarik kertas yang ada di dalamnya juga membuat senyum Javier sulit menghilang. Tertulis, ‘Di makan yak Pak suami, kali ini gak ada ati ayam. Adanya atiku’. Saking gemasnya, butuh lima belas menit untuk Javier mebacanya berulang-ulang hingga ia merasa cukup. Padahal, harinya sudah cukup indah denga terbangun di samping Aletta pagi adi. Gadis itu juga menyiapkan sarapan dan pakaiannya, layaknya seorang istri. Yang lalu ditutup dengan Aletta memgantar Javier hingga depan pintu rumahnya.Bertepatan dengan selesainya lamunan Javier, Jordy masuk ke ruangan dengan wajah lelahnya. Dia menghampiri Javier, karena mencium wangi makanan yang memenuhi ruangan. “Enak ye punya istri,” ledek Jordy, melirik Javier dan bekal makan siangnya secara bergantian. Javier terkekeh lagi, kemudian mengulurkan
Di sofa yang menghadap ke tv, dengan semangkuk popcorn di pangkuan. Aletta tersenyum lebar saat Javier muncul dengan wajah lelahnya. Lelaki itu ikut memasang senyun, kemudian duduk di sampingnya. Untuk beberapa saat, Aletta menikmati pemandangan wajah Javier dari jarak mereka yang cukup dekat. Sedangkan milik sang empu tertuju pada tv, sama sekali tidak terusik akan acara memandang Aletta yang begitu intens. Atau mungkin, Javier sengaja terlihat biasa saja? “Seru?” tanya Javier berbasa-basi, sama sekali tidak menoleh. Aletta menyerit karena itu. “Seru,” balasnya singkat. “Kakak ada masalah ya di kantor?” Javier kini berhasil di buat menoleh. Dia menggeleng cepat, menjawab pertanyaan Aletta. Tangannya terangkat untuk mengelus kepala Aletta dengan lembut. Seakan menyiratkan bahwa tidak ada hal yang perlu gadis itu khawatirkan. Akan tetapi, feelings seorang perempuan tidak pernah bisa di bohongi. Hanya dengan
Aletta tidak bisa tidur. Jam sudah menunjuk pada angka lima dan tidak semenit pun darinya, mata Aletta terpejam. Memberikan rasa pening yang tak tertahankan juga sakit di bagian perutnya. Kala di rumah sakit, dokter mengatakan begadang adalah hal yang harus Aletta hindari. Namun, apa daya? Suara Javier tidak mau hilang dari kepalanya. Setelah bertanya, Javier ikut berdiri. Menghampiri Aletta yang mematung di posisinya, mengelus surai panjang gadis itu, mengecup kening kemudian masuk ke kamarnya begitu saja. Padahal, Javier seharusnya tertawa setelah bertanya. Harusnya lelaki itu, mengatakan bahwa ia hanya bercanda dan menitah Aletta untuk tidak menganggap itu serius. Javier hanya mengerjainya, Javier hanya sedang lelah dan mencoba menghibur diri. Akan tetapi lelaki itu melakukan hal sebaliknya. Gerak-geriknya seakan menyiratkan bahwa dia serius. Pertanyaan itulah alasan dari gurat aneh yang sempat Aletta lihat sebelumnya. Hingga gadis it
Setelah bekerja seharian, untuk pertama kalinya sejak menikah Javier memutuskan untuk tidak langsung pulang. Dia memaksa Jordy yang sebenarnya kelelahan untuk mampir kesalah satu bar terdekat yang belum pernah mereka datangi. Masih dengan pakaian kantor dan wajah lelah, Javier menjadikan alasan untuk ajakannya. Padahal, Jordy sering sekali menekankan pada Javier, bahwa lelaki itu tidak bisa membohonginya. Javier hanya akan tampak bodoh dan membuat Jordy kesal karena melakukannya. Walaupun begitu, Jordy tetap mengiyakan ajakan Javier. Sebagai bentuk menghargai sikap Javier yang mendadak serius hingga menyelesaikan banyak pekerjaan hari ini. Bahkan yang seharusnya bisa mereka tunda seminggu lamanya, Javier sampai melewatkan jam makan siang. Jordy menggeleng-gelengkan kepala, menyaksikan Javier yang kini meneguk satu gelas besar dalam sekali tarikan nafas. Lelaki itu jelas sedang tidak baik-baik saja. “Woah, dude. Slow down… .” Jordy menar