Share

127 | Game On

Penulis: Strawberry
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-12 16:32:01

Ternyata situasi tak sesederhana yang dibayangkan. Saat membuat kopi di dapur, Alderic malah terpikirkan akibat dari setiap tindakan mereka sekecil apapun itu.

Hanna menegakkan tubuh. “Kalau dia mau main bersih, aku juga bisa.”

“Ryan gak pernah main bersih, Hanna,” sahut Liam pelan. “Dia main di area abu-abu, tempat kebenaran dan kebohongan bercampur. Dia akan bikin semua orang ragu bahkan pada ingatanmu sendiri.”

Hanna terdiam lama.

Cahaya lampu dari luar menyorot separuh wajahnya—menampakkan garis tegas di mata yang dulu sering penuh ketakutan, kini sudah berganti jadi sesuatu yang lain.

“Kalau begitu,” katanya akhirnya, “kita juga harus siap kehilangan sesuatu. Karena dia gak akan berhenti sampai salah satu dari kita benar-benar kalah.”

Alderic menatapnya dengan raut khawatir. “Kamu tahu gak, kamu ngomong gitu kayak orang yang udah siap mati?”

Hanna tersenyum miring. “Aku cuma udah berhenti takut mati. Itu beda. Lagian, kalau aku mati siapa juga yang bakal kehilangan aku, palingan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   143 | Tanpa Perlawanan

    Mobil yang ditumpangi Ryan dan Hanna melaju, menembus gerbang rumah Liam dengan keheningan yang tidak normal, hening yang terasa seperti pisau dingin yang menempel di tenggorokan dan siap menggorok kapan saja.Ryan bersandar santai. Sikap dingin dan santai yang selalu tampak menakutkan karena menyimpan banyak maksud jahat di otaknya.“Kenapa diam?” ia menoleh setengah. “Apa kamu gak suka kalau aku dekat dengan ayah kandungmu?”Hanna tak menoleh.Tatapannya lurus ke depan, tapi jemarinya gemetar di pangkuan. Kalau aku bereaksi, dia dapat amunisi. Jangan tunjukkan apa pun.Ryan itu ambisius gila! “Ngomong sesuatu yang benar dulu,” ujar Hanna pelan. “Kamu mau apa dengan informasi itu?”Ryan tertawa kecil. Tawa sumbang, tawa milik seseorang yang sudah memegang leher lawan dalam satu genggaman.“Aku cuma mau memastikan kita saling jujur, Hanna. Kamu pikir aku nggak curiga kenapa Liam mati-matian melindungimu?” Ia mendekat sedikit, suaranya serak, berbahaya. “Atau kenapa Alderic Venn ti

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   142 | Bukan Berarti Menyerah

    Lily tidak bersuara, dia hanya menatap Hanna dengan tatapan yang dia sendiri tidak tahu bagaimana mengartikannya. Dibalik penyesalannya dia juga tidak mau disalahkan karena apa yang dilakukan untuk kebaikan Hanna. Walaupun akhirnya mungkin tidak baik?Yang pasti, dia merasa bangga putrinya bisa bersikap bijaksana namun dibalik bangganya ada rasa bersalah yang membuncah.“Hanna, terima kasih sudah bersikap dewasa” bisiknya lirih “Percayalah, Mama gak pernah bermaksud menjerumuskan kamu”“Aku tahu, Ma.” Hanna tersenyum kecil, tapi itu bukan senyuman bahagia. “Justru karena itu… aku nggak mau Mama makin menderita karena keputusan-keputusan yang sudah terlanjur dibuat.”Ryan menarik Hanna sedikit lebih dekat ke arahnya, namun caranya menarik Hanna bukan dengan kehangatan, akan tetapi seperti seseorang memastikan barang berharganya tidak kabur. Ironis. Alderic melangkah maju spontan, tetapi Liam menahan lengannya, tahu bahwa satu gerakan salah bisa membuat situasinya langsung berubah jadi

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   141 | Rahasia Lain

    “Aku minta maaf, Hanna… sebenarnya…”Suara Julian terdengar patah, intonasi suaranya yang biasanya sangat penuh kharisma dan wibawa hilang begitu saja, tidak seperti ilmuwan jenius yang dihormati Valthera, bukan pejabat institusi, tetapi seorang pria yang akhirnya kehabisan tempat bersembunyi.Semua mata langsung tertuju padanya.Lily berhenti bernapas. Alderic berdiri tegak, tatapannya seperti baja panas. Liam menahan napas, rahangnya mengeras. Ryan… tersenyum miring, menikmati drama yang ia lemparkan ke tengah ruangan. Menurut dia ini seperti menonton opera mini keluarga yang menggelikan. Kisah cinta usang yang terlalu dipaksakan.Julian mengangkat wajahnya perlahan.“Aku menyodorkan datamu ke keluarga Kelly bukan hanya karena ingin masa depanmu stabil,” ia memulai dengan suara serak. “Tapi… karena aku tahu sesuatu yang tidak seharusnya aku tahu.”Hanna menatapnya tanpa berkedip. “Apa itu tentang kecocokan DNA-ku dengan Prof. Liam?”Julian mengusap wajahnya, seperti ingin mengh

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   140 | Rahasia Professor Julian

    Julian tidak langsung menjawab. Wajahnya memucat, tapi bukan karena takut pada Ryan, melainkan karena ia sadar rahasia yang selama ini ia tutup rapat sudah didorong paksa ke tepi jurang.Dia khawatir jika berkata jujur maka Lilu akan membencinya, namun posisinya saat ini juga jelas tidak menguntungkan.Alderic mempersempit tatapannya.“Julian,” ujarnya datar, “jawab pertanyaannya!.”Ryan menyeringai seperti seseorang yang menikmati kehancuran orang lain.“Ayah saya tidak akan bergerak tanpa dasar yang kuat,” lanjut Ryan pelan. “Dan… Prof. Julian memberi kami alasan.”Hanna menegang. Ia memandang Julian, bingung, terluka, curiga.“Apa maksudnya…?” suaranya kecil tapi stabil. “Prof. Julian, apakah Anda memiliki rahasia yang tidak kami ketahui?”Julian akhirnya mengembuskan napas—pendek, berat, dan putus asa.“Aku…” Ia menatap Lily sekilas. Lalu pada Hanna.“Aku … sebenarnya hanya mengabulkan permintaan Mamamu, Hanna. Mencarikanmu suami yang capable dan bisa diandalkan. Aku memang pern

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   139 | Another Secret Revealed

    Hening panjang menyelimuti ruangan. Namun, bukan hening yang tenang, ini adalah hening yang membuat punggung meremang.Lily memandang Hanna, wajahnya seperti baru disambar halilintar. Julian refleks berdiri lebih tegap. Alderic… tidak langsung bicara. Ia hanya menatap Liam, lalu menatap putrinya.“Berapa orang?” tanya Alderic datar.“Sepuluh,” jawab Liam pelan tapi jelas. “Berseragam penuh. Dan mobil mereka berhenti tepat di ujung jalan.”Lily menutup mulut dengan kedua tangan, tubuhnya gemetar.“Valthera tidak mungkin… mereka tidak akan se—”“Lily,” sela Liam dingin. “Mereka datang bukan sebagai negara, tapi sebagai perpanjangan tangan keluarga Kelly. Suaranya rendah, tapi tegas.“Dan Ryan sudah tidak peduli lagi soal batasan hukum.”Alderic menarik napas dalam, lalu menatap Lily seolah meminta pengakuan terakhir.“Kamu tahu ini akan terjadi?” tanyanya.Lily menggeleng cepat, panik. “Tidak—aku tidak pernah menyuruh Ryan ke sini! Aku cuma… aku cuma bicara dengannya beberapa hari lalu,

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   138 | Dia Datang

    Alderic menatap Lily lama, sebelum akhirnya mengalihkan pandangan. Bukan ragu, melainkan karena terlalu banyak kata yang kalau diucapkan saat itu, hanya akan memperburuk keadaan.Dia tidak mau tersulut emosi, karena mau diributkan juga percuma, tidak akan mengubah keadaan.Lily menyeka air mata dengan tangan gemetar. “Alderic… Hanna masih bisa punya masa depan yang jauh lebih baik, kalau kamu memang sayang sama dia, tolong bujuk dia untuk kembali pada Ryan.” Lily mengambil jeda “ Ryan satu-satunya pria yang bisa menjamin itu.” tambahnyaSeketika, tatapan Alderic mengeras.Lily membeku.“Aku tahu kamu ingin yang terbaik untuk Hanna,” ujar Alderic, suaranya rendah namun stabil. “Tapi Ryan? Laki-laki itu bahkan melihat Hanna seperti proyek. Seperti benda yang bisa diatur sesuai kebutuhan keluarganya. Aku tidak setuju”Lily menegang, tetapi tidak membantah.Julian langsung melirik Lily, menyadari perdebatan baru hendak meledak.Alderic melangkah dua langkah mendekat, nada suaranya tegas.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status