Beranda / Fantasi / Aduh Tak Tahan, Prof! / 41 | Berdua Di Kamar Hotel

Share

41 | Berdua Di Kamar Hotel

Penulis: Strawberry
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-09 21:42:01

Hanna keluar dari kamar mandi dengan balutan long dress floral yang menjuntai hingga mata kaki. Gaun dengan tali spaghetti dan belahan dada rendah itu sama sekali bukan gaya biasanya—Hanna lebih sering terlihat dalam kaos polos, kemeja sederhana, atau dress tertutup yang tak menarik perhatian.

Tapi kali ini berbeda. Lily, mamanya, bersikeras bahwa pakaian seperti ini adalah standar bagi anak-anak konglomerat yang berlibur di Solenra Peninsula. Lily tak mau kalah—bagaimanapun, putrinya adalah calon nyonya muda keluarga Kelly yang tersohor. Ia bertekad membuat Hanna setara dengan Ryan Kelly.

Aroma peony yang melingkupi tubuh Hanna segera menarik perhatian Ryan. Berada sendirian di kamar bersama tunangannya yang berpakaian menggoda, dengan kulit masih lembap dan sedikit memerah seusai mandi, Ryan tak bisa menahan diri untuk mendekat.

Dia memeluk Hanna dari belakang, menciumi bahunya yang terbuka. "Kamu harum sekali, Hanna..." pujinya. Tapi Hanna tak merasakan sengatan listrik seperti yan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   106 | Beruntung

    Semua kepala di restoran itu serentak menoleh ke arah pintu saat bunyi sensor pintu otomatis berdenting pelan.Cahaya dari luar jatuh ke sosok tinggi berjas hitam yang baru saja masuk — langkahnya tenang, matanya tajam, dan seluruh auranya memancarkan satu hal: kuasa.Ryan.Hanna menegang di kursinya.Sementara Marry, yang duduk di hadapannya, langsung terdiam dengan mata melebar. Tangannya berhenti memegang sendok, mulutnya sedikit terbuka.“Lord… itu… itu Ryan Kelly?” bisiknya nyaris tak terdengar, seolah takut suaranya bisa membuat sosok itu menoleh.Hanna tidak menjawab. Ia hanya menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan rasa kesal yang mulai naik lagi ke dadanya.Ryan menelusuri ruangan dengan tatapan yang cepat, lalu matanya langsung berhenti di meja Hanna. Tanpa senyum, tanpa ragu, ia berjalan mendekat.Langkahnya menarik perhatian semua orang.Beberapa pelanggan menunduk sopan, beberapa lagi diam-diam merekam. Sosok Ryan bukan orang biasa — dia adalah wajah pengaruh dan uang

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   105 | Kesetaraan

    Hanna masih terngiang-ngiang dengan pembicaraan para customer di Noodle House tentang pemilik teknologi pangan—atau lebih tepatnya, teknologi agraris—di Elystra.Melihat bagaimana raut wajah Ryan saat mendengarkan percakapan itu, ia tampak sangat tertarik pada sosok misterius yang disebut-sebut tadi.Melihat karakter Ryan yang ambisius terhadap uang dan kekuasaan, Hanna mencium aroma bahaya. Sosok yang disebut-sebut itu, katanya, dulu adalah rekan kerja Prof. Julian. Dan jika benar begitu, Hanna yakin Liam tahu sesuatu.Ia sudah tidak sabar untuk menanyakannya pada Liam. Rencananya, ia akan menghubungi Liam lewat email kantor biro pendataan—karena Ryan tidak mungkin berani meretas instansi pemerintah sembarangan.“Aku antar kamu ke kantor!” ucap Ryan tiba-tiba.Hanna hanya menoleh sebentar. “Bukannya kamu sibuk, ya?”“Bisa kalau cuma antar kamu. Kita satu jalan,” jawabnya datar.Hanna tak menyahut, tapi pagi ini Ryan tampak tidak sabar. Ia mencengkeram bahu Hanna, lalu bibirnya langsu

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   104 | Elystra

    Elystra.Ryan menajamkan pendengarannya. Nama “Elystra” memicu sesuatu dalam benaknya — sebuah wilayah yang bahkan sudah dihapus dari peta resmi Valthera karena dianggap tercemar dan tidak layak huni.Ia menunduk sedikit, pura-pura memainkan botol airnya sambil memperhatikan mereka dari ekor mata.Dan kalau ia bisa menemukan siapa yang berada di balik perubahan itu, ia tahu betul: kekuatan seperti itu bisa mengguncang dunia.“Aku dengar mereka pakai sistem bio-katalis buatan, bikin tanah gersang bisa nyerap nutrisi dari udara.”“Kata temenku yang kerja di sana, semua proyeknya dirahasiakan. Gak ada logo pemerintah. Cuma simbol aneh di setiap fasilitasnya.”Ryan menelan ludah pelan. Matanya berkilat tajam, tapi ia menyembunyikannya di balik ekspresi datarnya.Kalau rumor itu benar, Elystra bisa menjadi sumber kekuatan besar. Teknologi seperti itu bisa mengubah dunia — dan siapa pun yang menguasainya akan mengendalikan seluruh sistem pangan global.Ia melirik Hanna yang sedang menunduk,

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   103 | Noodle House

    Udara di distrik bawah terasa berbeda, hangat, lembap, dan penuh aroma kehidupan yang tak pernah singgah di kawasan atas Valthera. Mobil hitam Ryan tampak mencolok di antara kios-kios tua dan papan nama yang berkelap-kelip setengah padam.Di sini menjadi gambaran mayoritas masyarakat yang tak tersentuh kemakmuran dan bantuan apapun namun mereka tetap hidup dan menjadi penyeimbang Valthera yang kaya di mata dunia.Begitu mereka berhenti di depan Noodles House, Hanna melangkah lebih dulu, tanpa menoleh. Ryan sempat ragu, tapi akhirnya mengikuti, menundukkan kepala agar tidak menarik perhatian. Dengan pakaian yang mereka kenakan, tetap saja mereka mencolok, banyak mata menatap mereka dengan tatapan menilai dan menebak-nebak. Beberapa dari mereka berpikir, kalau orang-orang ini pasti datang untuk melihat tempat dan mungkin nanti menggusur wilayah mereka, seperti yang terjadi sebelumnya. Mengganti kedai-kedai kecil yang hangat dan berisi tawa dengan rumah-rumah produksi yang bising.Tempa

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   102 | Ambigious

    Tangan Ryan sempat terangkat tinggi—dan untuk sesaat, Hanna benar-benar yakin tangan itu akan mendarat di pipinya. Tapi pukulan itu tidak pernah datang.Gerakannya berubah di tengah udara, perlahan turun, dan justru jatuh ke atas kepala Hanna. Sentuhannya ringan, nyaris hati-hati, jari-jarinya kemudian bergeser ke sisi wajah Hanna, membingkai dengan lembut seolah ingin menenangkan badai yang sudah terlanjur dia ciptakan sendiri.“Hanna…” suaranya serak, nyaris berbisik. Tatapan matanya melembut, ada sisa sedih di sana yang sulit dijelaskan. “Aku cuma… nggak mau kehilangan kamu, jujur aku cemburu karena kamu lebih peduli dengan Liam daripada aku.”Sentuhan itu hangat—terlalu hangat untuk pria yang baru saja hampir meledak. Tapi bagi Hanna, semua kelembutan itu terasa salah. Apalagi pengakuannya, bukannya membuat Hanna bersimpati tapi membuat Hanna muak.Ia menatap Ryan, matanya dingin dan lelah.“Kalau caramu mencintai adalah dengan mengurung dan mengendalikan,” bisiknya pelan, “maka i

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   101 | Enemy

    Hanna hanya menatap tablet kecil di atas nampan dengan pandangan lelah dan muak. Ia tak menyentuh makanan sedikit pun.Ketika Ryan kembali, ia berhenti di ambang pintu, menatap meja dengan dahi berkerut.“Kenapa kamu gak makan?” tanyanya rendah, menahan nada kesal.Hanna mendongak pelan. “Siapa yang tahu makanan ini aman?” ujarnya sarkastik. “Bagaimana kalau aku diracuni?”Rahangan Ryan langsung mengeras. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya.“Hanna, ini keterlaluan!” suaranya meninggi. “Kamu menuduhku tanpa bukti! Aku calon suami kamu—orang yang bertanggung jawab atas keselamatan kamu!”“Memiliki tanggung jawab atas keselamatanku,” balas Hanna datar, “belum tentu berarti kamu benar-benar bertanggung jawab.”Nada suaranya tenang, tapi tajam. “Aku gak bisa makan ini.”“Hanna…” desis Ryan pelan, geram menahan emosi.Hanna menyilangkan tangan di depan dada, matanya menusuk balik ke arah Ryan.“Kalau begitu,” ujarnya tenang tapi menantang, “coba kamu jelaskan… itu apa?”Ia menunjuk ke arah

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status