Beranda / Romansa / After 30 / 5. Penasaran.

Share

5. Penasaran.

Penulis: Tamie_chan
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-07 12:03:49

"Jadi saya menempati rumah ini?” Tanya Revan pada salah satu staf keuangan yang tadi memanggilnya.

“Iya Pak, jadi semua Branch Manager yang bertugas, di sewakan rumah oleh perusahaan. Semua akomodasi di biayai oleh perusahaan termasuk mobil inventaris.”

“Saya sudah ada mobil sendiri.”

“Kalau ada mobil sendiri, berarti nanti perhitungannya perusahaan akan membayar sewa tiap bulannya untuk mobil yang Pak Revan kendarai.”

“Oh begitu, oke terimakasih. Nanti malam saya akan mulai pindah ke rumah ini.”

“Baik Pak, ini kunci rumah beserta alamat rumah Pak Revan.”

Revan menerima kunci rumah barunya. Memang Revan berniat mencari rumah untuk di sewa karena dia masih baru di kota ini dan tak punya tempat tinggal. Selama hampir seminggu dia menginap di hotel yang dekat dengan kantor.

“Kamu itu sebenernya butuh uang terus buat apa sih? Belum punya keluarga, hidup masih sendiri tapi kurang uang terus. Jangan-jangan kamu pelihara berondong ya?”

Revan mendengar suara lantang seseorang dan otomatis menoleh ke asal suara tadi. Di lihatnya Amalia sedang tertunduk dengan tangan gemetar yang saling bertautan di belakang tubuhnya.

“Cuma kamu di kantor ini, yang selalu kekurangan uang padahal masih single! Buruan cari suami makanya biar ada yang cukupin kebutuhanmu! Nggak malu single tapi butuh uang terus!”

Lalu Revan melihat Amalia berlari keluar dari ruang keuangan dengan wajah merah menahan malu.

Revan menjadi geram karenyanya. Dia bangun dari duduknya dan mendekati meja Pak Bayu, orang yang telah berani meneriaki karyawannya.

“Apa Anda nggak bisa berbicara dengaan lebih sopan!” geramnya sambil menggebrak meja.

“Maaf, ini bukan urusan anda,” Balas Pak Bayu cuek.

“Dia karyawan dari divisi Saya, tentu saja jadi urusan Saya! Lagipula mengajukan pinjaman ke perusahaan itu hak karyawan! Nggak pantas Anda bicara sekasar itu! Toh dia bayar dengan gajinya, dia nggak minta cuma-cuma!”

“Pinjaman dia itu masih banyak! Anda nggak usah ikut campur kalau nggak tahu apa-apa.”

Revan terdiam, matanya terpaku pada sosok paruh baya yang sedang duduk di depannya dan pura-pura sibuk dengan komputernya.

“Bayu Yunantra… akan aku ingat-ingat namamu!” gumam Revan saambil mencoba menahan emosi. Lalu dia berbalik keluar dari ruang keuangan untuk mencari Amalia.

“Kemaana dia?” gumamnya.

Revan sebenarnya merasa heran dengan Amalia. Bukanya kemarin dulu dia mendengar sendiri Amalia mengumpat sewaktu marah di lapangan badminton belakang kantor? Revan pikir Amalia tipe wanita pemberani yang tidak ganpang di tindas.

Namun kenyataannya kejadian tadi pagi di ruang meeting waktu Novi mendebatnya, dia hanya diam. Bahkan saat Pak Bayu tadi menghinanya dia juga hanya diam.

Apakah Amalia itu hanya berani mengumpat saat dia sedang sendirian saja?

“Percuma!” dengus Revan.

Saat dia berbelok ke arah toilet, dia melihat Amalia dengan hidung yang memerah keluar dari sana. Dia pasti habis menangis.

“kamu butuh berapa?” ucapnya spontan saat ingin menghentikaan langkah kaki Amalia.

Amalia tampak terkejut saat melihat kehadiran Revan.

“Pak… Pak Revan..”

“Kamu butuh berapa? Siapa tahu aku bisa bantu,” Ucap Revan lagi.

“Maaf Pak, saya nggak ngerti maksud Pak Revan.”

“Saya dengar semuanya tadi di ruang keuangan. Kamu nggak perlu sungkan. Bilang saja.”

“Saya nggak perlu bantuan Pak Revan. Terima kasih.” Amalia langsung berlari menjauhi Revan yang masih terdiam sambil memandanginya.

Amalia terus berlari menuju halaman belakang kantornya, ya di lapangaan badminton yang sepi.

Dia beelum berani masuk ke ruang kerjanya. Dia takut air matanya akan keluar lagi.

Amalia merasa sangat malu, malu sekali karena ternyata Pak Revan mengetahui kejadian memalukan di ruang keuangan tadi. Dia bahkan menawarkan bantuan dan ingin meminjaminyaa uang. Betapa malunya Lia.

Bagaimaana sikapnya nanti saat mereka berdua bertemu?

“Tenang lia… miskin bukan hal yang memalukan, tenang…” Lia mencoba menenangkan dirinya sendiri.

“Yang penting sekarang aku harus mendapatkan uang untuk membeli obat! aku harus menelpon Mas Sandy dan Mas Toni.”

Tapi saat kedua kakaknya dia hubungi, nomer mereka semua sedang tak aktiv. Entah kenapa. Amalia berusaha menghubungi kedua kakaknya berkali-kali tapi tetap tak bisa di hubungi.

“Aargghh!!! Dasar brengsek!!!” Kekesalan Amalia sudah tak bisa di bendung lagi. Dia berteriak lirih mencoba mengeluarkan semua yang menumpuk di hatinya.

“Seharusnya tadi kamu juga mengumpat begitu ke pak Bayu, bukannya diam saja.”

Lagi-lagi Amalia melonjak kaget. “Pak Revan, sejak kapan ada di sini??" gumamnya.

“ini kan tempat umum.” Jawabnya singkat sambil menyulut rokoknya.

Amalia tertunduk, dia benar-benar merasa malu.

“Saya beneran mau bantu kamu. Kalau cuma beberapa puluh juta saya ada. Kamu bisa pinjam dan mengembalikannya saat kamu sudah punya uang.” Pak Revan bicara sambil terus memandang rokoknya yang mulai terbakar. Dia sengaja tak menatap amalia karena takut Amalia akan merasa malu.

“Puluhan juta? Bu-buat apa Pak?”

“Lho, bukannya kamu butuh uang banyak sampai mau pinjam ke keuangan?”

“Iya sih, tapi saya cuma mau pinjam 500 ribu aja nggak sampai jutaan…”

“What!! Dan Pak Bayu menghina kamu hanya karena masalah uang lima ratus ribu!!!” revan terbelalak tak percaya.

“Ya, karena bulan kemarin saya pinjam satu juta dan belum lunas.” Jawab Amalia lirih sambil tertunduk.

“Astaga!!!’ Revan membuang puntung rokoknya dan menginjaknya dengan kesal. Lalu mengambil dompet yang terdapat di saku belakang celananya dan mengeluarkan lima lembar uang berwarna merah.

“Konyol sekali! Sungguh!” Revan terus ngedumel sambil menyerahkan uang tadi ke tangan Amalia.

“Pakai ini, kembalikan kapanpun kamu ada, nggak juga nggak apa-apa. Saya bakal laporin kelakuan si Bayu itu ke pusat. Kurang ajar dia berani menghinamu hanya karena meminjam uang receh!”

“Tapi Pak…”

“Kalau kamu berani menolak, saya bakal marah. Kamu karyawaan yang rajin, saya nggak mau hanya karena masalah sepele ini kinerjamu jadi berkurang." Setelah puas bicara, Revan langsung berjalan pergi menjauhi Amalia yang masih bengong.

“Pak!" Panaggil Amalia.

“Saya pasti kembalikan saat dapat bonus nanti," ucapnya lagi.

Revan hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh menghadap Amalia.

Amalia tersenyum sambil memandang uang yang ada di genggaman tangannya, “uang ini memang tak seberapa buat orang lain, tapi buatku ini segalanya. Aku bisa menebus obat untuk ibu nanti sore. Alhamdulillah ya Allah..” gumam Amalia bahagia.

*

“Nanti malam kita bikin acara buat Pak Revan yuk," Novi mengumpulkan semua sales saat jam pulang kerja.

“Acara apa?” timpal Jamal.

“Acara penyambutan Pak Revan lah…”

“Wah boleh juga, di mana?” ucap Guntur.

“Di tempat karaoke aja, jadi nanti kita bisa sambil seneng-seneng karokean gitu…”

“Asyik tuh, aku mau.” Jamal langsung setuju. Dia memang selalu terdepan untuk urusan senang-senang.

“Mba Lia, ikut kan?” Guntur memandang Lia yang duduk di sebelah Novi.

Lia hanya tersenyum dan mengangkat kedua bahunya.

“Lia nggak usah di tanya sudah pasti nggak ikut dia. Dia kan sibuk," ucap Novi acuh.

“Berarti tugas kamu Jamal buat ajak Pak Revan ya.”

“Siap.” Jawab Jamal.

Amalia hanya tersenyum, “selamat bersenang-senang ya..” ucapnya mencoba menghibur dirinya sendiri.

Walaupun dia ingin ikut, dia tak akan tega membiarkan Ibu sendirian.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • After 30   92. lanjut tidak?

    “Ayo, Lia!” ajak Tinik sambil menarik tangan Lia yang sedang sibuk memasukkan nota ke dalam map. Karena uang yang diberikan Nyonya Cici tak cukup untuk membeli map ordner, Lia memutuskan membeli map plastik yang murah. “Kemana, Mbak?” tanya Lia bingung. “Kalau sudah jam setengah 4, kita harus turun, ketemu sales dan terima setoran mereka, sambil dengerin briefing dari Bos.”Masih bingung, namun Lia menurut saja. Lia di ajak ke garasi mobil, dan disanalah sudah berjejer banyak lelaki paruh baya, ada beberapa yang masih muda dan seumuran Lia. Lia melihat Anggi sedang membagikan makanan dan minuman dan sesekali beberapa seles menggodanya. Anggi tersenyum bahkan tertawa karena candaan para lelaki itu. Lia menelan salivanya, sedikit enggan bergabung dengan orang-orang ini, tapi dia harus bekerja, kan? “Nah, ini ada karyawan baru, namanya Lia,” ucap lelaki yang tadi bertemu Lia di ruang tengah dan bertelanjang dada. Untunglah sekarang dia sudah mengenakan kaos oblong tapi masih menggu

  • After 30   91. Tempat kerja baru.

    Lia menatap pantulan dirinya di cermin dan merapikan lipatan bajunya yang masuk ke dalam celana bahan kain warna hitam. Hari ini Lia mendapat panggilan interview di sebuah perusahaan distributor alat-alat listrik. Ya, memang bidang alat-alat listrik belum pernah Lia geluti sebelumnya. Karena semenjak lulus hingga sekarang, Lia hanya bekerja di perusahaan distribusi obat-obatan. Tapi, tidak ada salahnya mencoba hal baru, kan? lagi pula jika Lia mencari perusahaan yang sama seperti sebelumnya, dia takut gosip tentang dirinya pasti tersebar di beberapa distributor obat saingan perusahaannya sebelumnya.“Aku pasti bisa!” ucap Lia bermonolog, mengafirmasi dirinya dengan energi positif.“Oke,semuanya sudah siap, aku harus be_” tiba-tiba ponselnya berbunyi dan dengan segera Lia mengangkatnya.“Halo, Van? aku lagi buru-buru, nih.”“....”“Halo? Van?”“Hatiku sakit,” jawab Revan dengan lemas.“Kenapa? ada apa?” tanya Lia, kaget. Lia Bahkan membeku di ambang pintu menunggu jawaban Revan.“Aku

  • After 30   90. Menyiksa.

    “Tlililit… Tlililit…’“Siapa sih, pagi-pagi gini…?!” Dengan mata masih setengah terpejam, Lia meraba-raba kasur busanya, mencoba mencari-cari di mana ponselnya berada. “Ini dia!” dengan lega, Lia berhasil menemukan ponsel yang ternyata tertindih tubuhnya sendiri. Saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya, mata Lia langsung terbuka lebar, kantuk yang dari tadi masih menggantung di kelopak matanya seketika menghilang. “Revan?” pekiknya lirih.“Halo.”“Baru bangun?” tanya Revan dari seberang. Suaranya sama paraunya seperti Lia, sehingga Lia yakin jika Revan pun baru saja bangun tidur sama seperti dirinya.“Iya…” jawab Lia sambil tersenyum.“....”“Halo? Revan?”“Eh, ya. Kamu sehat-sehat saja kan?”Lia mengernyitkan alis, merasa aneh dengan pertanyaan Revan. “Ada apa?”“Ng… Nggak ada apa-apa.”“Hmmm… dasar aneh, oh ya, kemarin aku jalan-jalan sama Anita.”“jalan ke mana?” sambar Revan cepat.“Ke Mall, shopping sama jajan dimsum…”“Terus?” tanya Revan penasaran. Sebenarnya Revan i

  • After 30   89. Ulah Novi

    “jadi kamu sekarang sudah pindah? kos di tempat yang sama dengan Adrian?” tanya Tristan. Nada suaranya menunjukkan dia sangat terkejut.“Kenapa?”Lia tersenyum, “nggak apa-apa. Rumah itu juga kan, bukan milikku seorang, jadi memang ada rencana di jual. Aku cuma mempercepat pindahanku.”“Tapi Revan, kan, punya Vila, kenapa kamu nggak tinggal di sana saja?” cecar Tristan. “Kalian nggak lagi bertengkar, kan?”“Nggak kok, Villa Revan itu kan jauh, kemana-mana jauh, dan terlalu besar untuk aku tinggali sendiri, jadi aku memilih sewa kamar kos aja.”Tristan berpikir sejenak,”kamu tau? aku selalu siap membantu jika kamu butuh apapun. Jangan sungkan minta tolong padaku ya?”Lia tersenyum sambil menganggukkan kepalanya, “terima kasih,” ucapnya lirih.“Aku heran! cuma di sini pelakor di sanjung-sanjung! dimana-mana yang namanya pelakor itu kan biasanya di maki-maki, di hajar sampai babak belur atau di laporin ke polisi! huh, dunia memang sudah mau kiamat!” ucap Novi sambil melirik sinis pada Li

  • After 30   88. Dunia memang sempit

    “Mbak Lia, nggak makan?” tanya Adrian yang sejak tadi memperhatikan Lia. “Eh? Makan kok,” Lia mencoba tersenyum sambil mengambil gelas jusnya dan meminumnya melalui sedotan. “Nggak napsu makan karena nggak ada Pak Revan, ya?” Celetuk Novi sambil menggigit kentang goreng dan tersenyum sinis pada Lia. Lia tak peduli, dia enggan menanggapi omongan Novi yang selalu sinis padanya. Lagipula jika dia meladeni Novi, Lia takut perayaan ulang tahun Adrian akan kacau. Lia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya kemudian menghela napas, “Sudah jam sembilan malam, aku pulang dulu ya,” ucap Lia pada Adrian. “Loh, kenapa, Mbak? Acaranya sampai jam 12 loh. Setelah ini ada live perfomance aku, masa Mbak Lia nggak mau nonton?” Lia tersenyum kecil, “Anita besok harus kerja, aku nggak enak sama dia.” Adrian tampak kecewa, “paling tidak makanlah ini, dari tadi aku perhatikan Mbak Lia cuma minum jus,” Adrian mendekatkan sepiring spageti ke arah Lia. “Aku nggak mau Mbak Lia

  • After 30   87. Drama.

    Bibir Lia tersenyum lebar saat membaca pesan masuk yang dikirimkan Revan. 'Asti sudah setuju untuk bercerai. Aku akan urus semuanya setelah itu kita bisa langsung menikah.'Lia merebahkan tubuhnya masih dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Jantungnya berdebar kencang membayangkan akhirnya dia akan menikah dengan Revan. Tak pernah terbayangkan olehnya sebelumnya jika dirinya akan menikah dengan lelaki setampan dan sesempurna Revan. Bagi Lia, Revan adalah lelaki pertama dan terakhir yang bertahta di hatinya, walaupun bagi Revan Lia bukan yang pertama. Mengingat itu, senyum Lia langsung sirna. Ada rasa bersalah yang tiba-tiba melintas, namun dengan cepat Lia berusaha menangkisnya. "Asti yang berselingkuh lebih dulu! Dia menyakiti Revan dan wajar Revan berpisah dengannya, tak ada hubungannya denganku…" gumam Lia sambil memejamkan matanya. Lia bangun dari tidurannya dan kembali berpikir, "bolehkan aku bahagia dengan perpisahan Revan?" tanyanya bermonolog. "Duuh kenapa sih aku?" Li

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status