Home / Romansa / After 30 / 6. Penyambutan Revan

Share

6. Penyambutan Revan

Author: Tamie_chan
last update Huling Na-update: 2021-10-15 11:59:44

"Hallo Jamal? Ada apaan?" Revan yang tengah sibuk berbenah di rumah sewaan inventaris kantornya, sedikit kesal sebenarnya mendapatkan telpon dari anak buahnya di luar jam kerja.

"Pak Revan di mana? Kita lagi bikin pesta penyambutan buat Pak Revan," ucap Jamal dari seberang.

"Pesta?"

"Iya, semua sales dan staff admin sudah kumpul semua Pak, Pak Revan bisa datang kan?"

"Di mana?" Revan menatap isi rumahnya yang tak terlalu berantakan, ya dia kan hanya membawa satu koper berisi pakaian saja karena semua perabot sudah tersedia dengan lengkap.

Revan berpikir sejenak, apakah dia akan datang ke acara itu atau tidak. Sebenarnya dia tak suka keramaian, dia selalu menjauhi pesta-pesta atau ke klub saat di ajak Asti dulu.

Mungkin bagi Asti, Revan adalah suami yang membosankan, makanya dia mencari hiburan dengan lelaki lain.

"Sial!" Umpat Revan, kesal karena teringat kembali akan perbuatan Asti.

Mood Revan langsung buruk, dia memutuskan untuk tak datang ke acara yang dibuat oleh karyawannya. Tapi, bukankah acara itu adalah untuk menyambut kedatangannya? Revan merasa tak enak hati jika dia tak datang.

"Ya, Saya sebentar lagi datang. Biarkan saya selesaikan pekerjaan di rumah ini. Memangnya semua sudah kumpul?"

"Semua sudah kumpul Pak, di tunggu secepatnya ya Pak."

Revan menutup ponselnya, "yah… siapa tahu mood ku membaik," Revan sedikit berharap dalam hati.

Lagipula dia juga sedikit penasaran dengan karyawan-karyawan baru nya, mungkin dengan datang ke acara ini dia bisa lebih mengenal mereka dengan baik.

Setelah membersihkan diri dan memakai kaos polo warna hitam dan celana jeans nya, Revan menyambar kontak mobil dan bergegas menuju tempat yang tadi telah disebutkan oleh Jamal.

Setelah sampai, dan memasuki sebuah ruang vip sebuah tempat karaoke, dan benar saja semua karyawan administrasi baik inkaso, penjualan dan sales serta collector semua berkumpul di dalam.

Semua ada kecuali satu orang yang nampak tak hadir, ya siapa lagi kalau bukan Amalia.

"Pak Revan, silahkan Pak…" Jamal langsung mempersilahkan Revan uang baru datang ke sebuah sofa yang memang sengaja dikosongkan untuk tempatnya duduk.

"Oke, karena Pak Revan sudah datang, dan semua sudah lengkap, kita mulai acara penyambutan branch manager baru kita."

"Amalia belum datang?" Tanya Pak Revan saat Jamal memulai acaranya, padahal staf admin belum komplit.

"Lia itu nggak pernah mau ikut acara seperti ini Pak," ucap Novi yang duduk tak jauh dari tempat Revan.

"Dia punya kesibukan sendiri," sambungnya sambil tersenyum mengejek dan melirik teman yang duduk di sampingnya.

"Memangnya dia sibuk apa?"

"Ya mana kita tahu, dia nggak pernah ngobrol sama kita-kita. Sibuk sendiri dengan urusannya, mungkin itu sebabnya dia belum juga punya pacar sampai sekarang." Novi mulai panas membicarakan partner kerjanya yang sudah membuatnya senewen karena kejadian di ruang meeting sebelumnya.

"Sebenarnya Mbak Lia itu cantik ya? Cuma orangnya sedikit tertutup makanya sulit cari pasangan," Guntur, salah satu sales yang berada dibawah tanggung jawab Lia, berusaha membela.

"Jaman sekarang itu yang namanya cantik doang banyak Gun! Orang jelek kalau pinter pakai make-up juga dalam hitungan menit bisa berubah jadi cantik. Yang penting itu attitude! Cara bersosialisasi, berteman.

Teman aja nggak punya, gimana bisa dapat pacar?" Novi makin panas.

"Kapan acaranya dimulai? Kalau nggak mulai saya pulang saja," Revan memotong pembicaraan Novi yang mulai panas.

"Oh, Iya, maaf Pak." Akhirnya Jamal mengambil alih dan memulai acara penyambutan untuk Pak Revan.

Tak berapa lama kemudian, semua karyawan sudah asyik dengan acara karaoke. Mereka bernyanyi dan makan cemilan yang disediakan dan telah melupakan pembicaraan panas yang digoreng oleh Novi barusan.

Revan sebenarnya tak begitu berselera untuk mengikuti acara ini, namun dia tak enak hati karena acara ini diadakan untuk menyambut dirinya.

Tapi dari sini dia jadi tahu kalau Lia adalah karyawan yang tertutup, dia nampak tak peduli dengan pembicaraan orang, dia pasti punya alasan tersendiri.

"Pak Revan…" Novi tiba-tiba datang dan duduk di sebelah Revan.

Revan menggeser bokongnya, sedikit memberi jarak karena Novi duduk terlalu dekat di sebelahnya.

"Pak Revan tinggal di mana selama di kota ini?" Tanya Novi, kata-katanya begitu manja dan merayu.

Revan tahu tipe-tipe wanita seperti apa Novi ini, tipe wanita yang tidak dia sukai karena mengingatkan dirinya pada Asti.

"Saya tinggal di rumah inventaris perusahaan," jawab Revan sambil mengambil sebotol cola yang ada di depannya lalu meminumnya sedikit demi sedikit.

"Sendirian aja dong?" 

Revan hanya mengangkat bahu, enggan menjawab.

"Kalau pulangnya searah, boleh nggak aku nebeng?" Novi meletakkan tangan kanannya dengan manja di atas paha Revan yang terbalut celana jeans warna biru.

"Saya masih ada urusan," Revan langsung berdiri.

"Lho, Pak Revan mau ke mana?" Novi bingung karena tiba-tiba Revan bangun dari duduknya.

"Saya mau ngerokok dulu di luar." Revan bergegas keluar dari ruang ber-ac itu setelah berbisik pada Jamal.

Setelah keluar dari ruang VIP, Revan mulai mencari area untuk merokok sambil mengeluarkan kotak rokok dan korek apinya.

Setelah menemukan ruangan yang dimaksud, dengan segera Revan duduk dan mulai merokok.

Berulang kali dia menghela napas, kesal sekali dengan wanita-wanita model Novi. Agresif, tak tahu malu dan menyebalkan.

Lagi pula untuk saat ini, dia belum memikirkan tentang pasangan walaupun dia akan berpisah dengan Asti.

Mereka memang belum resmi bercerai, tapi sudah tak ada ikatan apapun lagi di antara mereka berdua.

Revan hanya tinggal menunggu waktu, waktu untuk Asti menurut dan menandatangani surat perceraian.

Revan mengambil ponselnya dan melihat akun sosial medianya. Namanya di 'tag' oleh jamal di acara karaoke. Dan ada sebuah like muncul di sana. Revan membaca nama yang tertera, Amalia Hapsari.

"Kalau suka, kenapa tak datang?" Gumamnya.

Lalu dia memencet nomer telpon admin inkasonya itu lalu mulai menelpon.

"Ha… halo Pak Revan…" jawab Lia ragu-ragu dari seberang.

"Kalau bisa like IGg, berarti kamu lagi nggak sibuk kan? Kenapa nggak datang?"

"Maaf Pak," hanya itu yang keluar dari mulut Lia.

"Kenapa? Kamu nggak suka dengan saya? Nggak suka saya menggantikan Pak Budi? Sampai nggak mau ikut acara penyambutan sata?"

"Bukan… bukan begitu Pak," Lia tampak gugup.

Entah kenapa Revan tersenyum mendengar nada gugup yang keluar dari mulut Lia.

"Saya maafkan, kalau sekarang kamu datang."

"..."

"Halo?"

"Tapi… saya nggak bisa…" Lia mendesah pasrah.

Dan itu membuat Revan menahan tawanya. Lia tampak sangat bingung, terdengar jelas dari suaranya. Apapun yang sedang dilakukannya, Revan yakin itu sangat penting. Karena Orang seperti Lia bukan tipe orang yang tidak bertanggung jawab.

"Saya bercanda Lia, nggak usah serius begitu. Ya sudah maaf kalau saya mengganggu acara kamu."

"Sa… saya nggak…" Lia terdiam cukup lama.

"Selamat malam minggu," lalu Revan menutup teleponnya, dia tak mau membuat Lia makin bingung mencari-cari alasan. Toh Revan juga tak ingin tahu terlalu banyak tentang kehidupan pribadi karyawannya.

Setelah menghabiskan satu batang rokok, Revan bangun dari duduknya dan berjalan untuk kembali ke ruang karaoke.

"Huft… menyebalkan sekali!" Geramnya lirih sebelum membuka pintu.

Tamie_chan

Pliss koment dan bintangnya supaya saya makin semangat... 🥰

| Like
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • After 30   92. lanjut tidak?

    “Ayo, Lia!” ajak Tinik sambil menarik tangan Lia yang sedang sibuk memasukkan nota ke dalam map. Karena uang yang diberikan Nyonya Cici tak cukup untuk membeli map ordner, Lia memutuskan membeli map plastik yang murah. “Kemana, Mbak?” tanya Lia bingung. “Kalau sudah jam setengah 4, kita harus turun, ketemu sales dan terima setoran mereka, sambil dengerin briefing dari Bos.”Masih bingung, namun Lia menurut saja. Lia di ajak ke garasi mobil, dan disanalah sudah berjejer banyak lelaki paruh baya, ada beberapa yang masih muda dan seumuran Lia. Lia melihat Anggi sedang membagikan makanan dan minuman dan sesekali beberapa seles menggodanya. Anggi tersenyum bahkan tertawa karena candaan para lelaki itu. Lia menelan salivanya, sedikit enggan bergabung dengan orang-orang ini, tapi dia harus bekerja, kan? “Nah, ini ada karyawan baru, namanya Lia,” ucap lelaki yang tadi bertemu Lia di ruang tengah dan bertelanjang dada. Untunglah sekarang dia sudah mengenakan kaos oblong tapi masih menggu

  • After 30   91. Tempat kerja baru.

    Lia menatap pantulan dirinya di cermin dan merapikan lipatan bajunya yang masuk ke dalam celana bahan kain warna hitam. Hari ini Lia mendapat panggilan interview di sebuah perusahaan distributor alat-alat listrik. Ya, memang bidang alat-alat listrik belum pernah Lia geluti sebelumnya. Karena semenjak lulus hingga sekarang, Lia hanya bekerja di perusahaan distribusi obat-obatan. Tapi, tidak ada salahnya mencoba hal baru, kan? lagi pula jika Lia mencari perusahaan yang sama seperti sebelumnya, dia takut gosip tentang dirinya pasti tersebar di beberapa distributor obat saingan perusahaannya sebelumnya.“Aku pasti bisa!” ucap Lia bermonolog, mengafirmasi dirinya dengan energi positif.“Oke,semuanya sudah siap, aku harus be_” tiba-tiba ponselnya berbunyi dan dengan segera Lia mengangkatnya.“Halo, Van? aku lagi buru-buru, nih.”“....”“Halo? Van?”“Hatiku sakit,” jawab Revan dengan lemas.“Kenapa? ada apa?” tanya Lia, kaget. Lia Bahkan membeku di ambang pintu menunggu jawaban Revan.“Aku

  • After 30   90. Menyiksa.

    “Tlililit… Tlililit…’“Siapa sih, pagi-pagi gini…?!” Dengan mata masih setengah terpejam, Lia meraba-raba kasur busanya, mencoba mencari-cari di mana ponselnya berada. “Ini dia!” dengan lega, Lia berhasil menemukan ponsel yang ternyata tertindih tubuhnya sendiri. Saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya, mata Lia langsung terbuka lebar, kantuk yang dari tadi masih menggantung di kelopak matanya seketika menghilang. “Revan?” pekiknya lirih.“Halo.”“Baru bangun?” tanya Revan dari seberang. Suaranya sama paraunya seperti Lia, sehingga Lia yakin jika Revan pun baru saja bangun tidur sama seperti dirinya.“Iya…” jawab Lia sambil tersenyum.“....”“Halo? Revan?”“Eh, ya. Kamu sehat-sehat saja kan?”Lia mengernyitkan alis, merasa aneh dengan pertanyaan Revan. “Ada apa?”“Ng… Nggak ada apa-apa.”“Hmmm… dasar aneh, oh ya, kemarin aku jalan-jalan sama Anita.”“jalan ke mana?” sambar Revan cepat.“Ke Mall, shopping sama jajan dimsum…”“Terus?” tanya Revan penasaran. Sebenarnya Revan i

  • After 30   89. Ulah Novi

    “jadi kamu sekarang sudah pindah? kos di tempat yang sama dengan Adrian?” tanya Tristan. Nada suaranya menunjukkan dia sangat terkejut.“Kenapa?”Lia tersenyum, “nggak apa-apa. Rumah itu juga kan, bukan milikku seorang, jadi memang ada rencana di jual. Aku cuma mempercepat pindahanku.”“Tapi Revan, kan, punya Vila, kenapa kamu nggak tinggal di sana saja?” cecar Tristan. “Kalian nggak lagi bertengkar, kan?”“Nggak kok, Villa Revan itu kan jauh, kemana-mana jauh, dan terlalu besar untuk aku tinggali sendiri, jadi aku memilih sewa kamar kos aja.”Tristan berpikir sejenak,”kamu tau? aku selalu siap membantu jika kamu butuh apapun. Jangan sungkan minta tolong padaku ya?”Lia tersenyum sambil menganggukkan kepalanya, “terima kasih,” ucapnya lirih.“Aku heran! cuma di sini pelakor di sanjung-sanjung! dimana-mana yang namanya pelakor itu kan biasanya di maki-maki, di hajar sampai babak belur atau di laporin ke polisi! huh, dunia memang sudah mau kiamat!” ucap Novi sambil melirik sinis pada Li

  • After 30   88. Dunia memang sempit

    “Mbak Lia, nggak makan?” tanya Adrian yang sejak tadi memperhatikan Lia. “Eh? Makan kok,” Lia mencoba tersenyum sambil mengambil gelas jusnya dan meminumnya melalui sedotan. “Nggak napsu makan karena nggak ada Pak Revan, ya?” Celetuk Novi sambil menggigit kentang goreng dan tersenyum sinis pada Lia. Lia tak peduli, dia enggan menanggapi omongan Novi yang selalu sinis padanya. Lagipula jika dia meladeni Novi, Lia takut perayaan ulang tahun Adrian akan kacau. Lia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya kemudian menghela napas, “Sudah jam sembilan malam, aku pulang dulu ya,” ucap Lia pada Adrian. “Loh, kenapa, Mbak? Acaranya sampai jam 12 loh. Setelah ini ada live perfomance aku, masa Mbak Lia nggak mau nonton?” Lia tersenyum kecil, “Anita besok harus kerja, aku nggak enak sama dia.” Adrian tampak kecewa, “paling tidak makanlah ini, dari tadi aku perhatikan Mbak Lia cuma minum jus,” Adrian mendekatkan sepiring spageti ke arah Lia. “Aku nggak mau Mbak Lia

  • After 30   87. Drama.

    Bibir Lia tersenyum lebar saat membaca pesan masuk yang dikirimkan Revan. 'Asti sudah setuju untuk bercerai. Aku akan urus semuanya setelah itu kita bisa langsung menikah.'Lia merebahkan tubuhnya masih dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Jantungnya berdebar kencang membayangkan akhirnya dia akan menikah dengan Revan. Tak pernah terbayangkan olehnya sebelumnya jika dirinya akan menikah dengan lelaki setampan dan sesempurna Revan. Bagi Lia, Revan adalah lelaki pertama dan terakhir yang bertahta di hatinya, walaupun bagi Revan Lia bukan yang pertama. Mengingat itu, senyum Lia langsung sirna. Ada rasa bersalah yang tiba-tiba melintas, namun dengan cepat Lia berusaha menangkisnya. "Asti yang berselingkuh lebih dulu! Dia menyakiti Revan dan wajar Revan berpisah dengannya, tak ada hubungannya denganku…" gumam Lia sambil memejamkan matanya. Lia bangun dari tidurannya dan kembali berpikir, "bolehkan aku bahagia dengan perpisahan Revan?" tanyanya bermonolog. "Duuh kenapa sih aku?" Li

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status