Prams menatap Sisca dari ujung kaki sampai kepala dengan tatapan mesum. "Cantik. Pintar juga Hengky pilih bini."
Mendengar ucapan aneh dari seorang pria Sisca langsung menatap tajam. "Maaf Mas, maksudnya apa? Jangan kurang ajar ya. Saya istrinya teman Mas!" Prams tertawa gemas. "Aku suka dengan wanita pemberani sepertimu. Makin galak, makin membuatku bergairah dan ingin segera memasukan ini ke dalam sana." Ia menggigit bibir dan mengedipkan mata. Menatap bagian sensitif Sisca sambil mengurut pusaka di balik celana jeans hitamnya. "Jangan kurang ajar ya! Saya ini istri teman Mas! Jangan macam-macam!" bentak Sisca emosi. "Ayolah, jangan munafik Sayang. Kamu pasti akan menikmatinya juga nanti. Asal kamu tahu, tidak semua wanita bisa merasakan senjata andalanku ini." Prams tersenyum mesum sambil menjilat bibirnya. Sisca mendengus kesal melihat tingkah menjijikkan pria itu. Ia melanMendengar cerita memilukan yang keluar langsung dari mulut Sisca, membuat Barta dan Bramanto terdiam sambil menghela napas lirih.Tak menyangka ternyata kisah sebelum Sisca dilarikan ke rumah sakit, sangat amat menyedihkan. Terbayang bagaimana takut dan traumanya Sisca.Sambil menangis Sisca terus menjelaskan kejadian malam kelam itu. Beruntung kecelakaan menyelamatkannya dari santapan kedua laki-laki bejad yang nyaris merusak masa depannya. "Jadi nama laki-laki itu, Prams?" tanya Bramanto mengulang penjelasan Sisca tadi. "I-iya, Pak," angguk Sisca. "Bisa kamu jelaskan ciri-ciri laki-laki itu?"Barta menoleh ke arah Bramanto. "Papa cari aja di rumah Hengky.""Masalahnya, di rumah itu tidak ada siapapun. Tidak ada saksi mata dan juga tidak ada bukti rekaman CCTV yang sepertinya sudah dihapus oleh Prams."Barta mengangguk paham. "Apa mungkin pria itu yang membuat perawat bunuh diri?""Bisa jadi," sahut
Prams menatap Sisca dari ujung kaki sampai kepala dengan tatapan mesum. "Cantik. Pintar juga Hengky pilih bini." Mendengar ucapan aneh dari seorang pria Sisca langsung menatap tajam. "Maaf Mas, maksudnya apa? Jangan kurang ajar ya. Saya istrinya teman Mas!" Prams tertawa gemas. "Aku suka dengan wanita pemberani sepertimu. Makin galak, makin membuatku bergairah dan ingin segera memasukan ini ke dalam sana." Ia menggigit bibir dan mengedipkan mata. Menatap bagian sensitif Sisca sambil mengurut pusaka di balik celana jeans hitamnya. "Jangan kurang ajar ya! Saya ini istri teman Mas! Jangan macam-macam!" bentak Sisca emosi. "Ayolah, jangan munafik Sayang. Kamu pasti akan menikmatinya juga nanti. Asal kamu tahu, tidak semua wanita bisa merasakan senjata andalanku ini." Prams tersenyum mesum sambil menjilat bibirnya. Sisca mendengus kesal melihat tingkah menjijikkan pria itu. Ia melan
"Dandan yang cantik, sebentar lagi teman-temanku akan datang." Hengky membawa Sisca ke dalam kamar yang berada di lantai dua rumah mewah itu.Di belakangnya, seorang laki-laki yang tadi memperkenalkan diri sebagai Prams, mengikuti, membuat Sisca merasa risih.Mana ada pengantin baru dibuntuti teman suaminya, pikir Sisca. Namun, ingin protes pun ia tidak memiliki nyali.Melihat penampilan Prams yang seperti preman dan tato di lengan, membuat Sisca bergidik ngeri. Ia pun hanya bisa pasrah, mengikuti permintaan suaminya untuk membersihkan tubuh di dalam kamar mandi. Sebelum masuk ke kamar mandi, Sisca berbisik pada Hengky, "Mas, kok temen kamu ngikutin kita terus? Memang di sini ngga ada privasi? Kita 'kan udah nikah, Mas. Masa kamu biarin temen kamu masuk ke kamar kita?" Ia melirik Prams yang tengah duduk di tepi ranjang pengantin. Hengky berdecak, "Udahlah kamu mandi aja. Nggak usah mikirin teman aku! Dia itu udah aku anggap saudara, unt
Kembali ke vila tempat Sisca disembunyikan demi keamanan. Saat ini Barta dan Dewanto sedang duduk di depan Kembang Desa itu. Mereka sedang menanyakan kejadian awal sebelum Sisca berakhir koma di rumah sakit. "Jangan gugup, ceritakan semuanya pelan-pelan," ucap Bramanto menenangkan Sisca. Melihat dari wajah wanita muda yang cantik itu, ia sudah tahu Sisca sedang gelisah. Trauma karena kecelakaan itu masih membekas dalam diri Sisca, yang nyaris mati di tangan suaminya. Berkali-kali Sisca menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya. Ia menatap Barta lalu beralih pada Bramanto. Dokter Barta menatap Sisca lekat, tak berkedip sama sekali. Tatapan dalam tersebut membuat Sisca kesulitan untuk berpikir dan menjelaskan. Wanita cantik itu mengalihkan pandangan ke sekitar kamar, menghindari kontak mata dengan sang dokter. Menyadari ada yang tidak biasa, Bramanto menepuk pu
Di tempat yang jauh berbeda dari ketenangan vila_kediaman sementara Sisca.Saat ini Yuli sedang membesuk seseorang di lapas. Wajah yang biasanya terlihat arogan, seketika terlihat memelas ketika ia duduk berhadapan dengan pria bertubuh tinggi besar."Bang, aku butuh bantuanmu untuk mencari keberadaan Mas Anugrah.""Kau tidak melihat aku ada di dalam lapas, hah? Kalau ingin meminta bantuan, pakai otakmu!""Maaf Bang, tapi aku tahu Abang bisa membantu meskipun Abang ada di dalam lapas. Aku tahu power Abang.""Power apa? Kau salah menilai kemampuanku. Aku ini hanya napi biasa, sama seperti yang lain."Yuliana menghela napas panjang, menatap kakak laki-lakinya yang sudah puluhan tahun mendekam di dalam penjara.Selama ini ia tidak pernah datang menjenguk sang kakak karena malu, tetapi kali ini ia menyempatkan datang untuk meminta bantuan. "Aku benar-benar sedang kebingungan Bang. Ngga ada yang bisa bantu aku selain
Di sebuah vila mewah milik keluarga Bramanto, yang berada jauh dari pusat kota. Sisca disembunyikan di tempat aman itu dan dibawa ke kamar oleh Barta dan salah satu asisten rumah tangga. "Akhirnya Aden Dokter datang juga," ucap Bi Innah dengan senyuman senang. Wanita baya itu membantu Barta membaringkan tubuh Sisca ke atas tempat tidur. "Iya, Bi. Akhirnya kami bisa ke sini, meskipun perjalanan menuju ke vila ini ngga mudah," balas Barta. "Tinggalin Sisca di kamar. Biar Bi Innah yang ganti baju dia. Masa kamu mau juga bantuin dia ganti baju?" celetuk Bramanto. Pria baya yang tengah berdiri di ambang pintu itu, menyandarkan tubuhnya sambil menatap sang anak yang masih berada di dalam kamar. Barta menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, mendadak salah tingkah. "Iya ngga gitu juga Pa, aku 'kan cuma mau mastiin pasien aku aman." "Dia udah aman di sini. Udah cepet keluar