Wajah Febby terlihat khawatir setelah mendengar cerita ibunya tentang Sisca yang dibawa ke Jakarta. Ia menyandarkan punggung ke belakang dengan lesu.
Dirga menatap Febby, "Kamu kenapa?" tanyanya mengkhawatirkan kondisi fisik sang istri setelah pingsan di ruang sidang tadi. "Aku khawatir sama keadaan Sisca, Mas. Aku takut dia mengalami nasib sama seperti aku. Apalagi dia nikah karena perjodohan. Ibu aja ngga terlalu mengenal suami Sisca," jawab Febby lirih. Inneke menoleh ke belakang, "Itu dia yang Ibu khawatirkan. Tapi mau gimana lagi. Adik kamu udah nikah sama si Hengky. Sebenarnya Ibu ngga setuju sama perjodohan itu. Jaman udah maju masih aja jodoh-jodohan." Ia kembali menegakkan pandangan ke depan. Fandi mengangguk sependapat, "Ayah juga mikir begitu. Kalau bisa mah, ngga usah ada perjodohan. Kasihan Neng Sisca, tapi mau gimana lagi, Ayah cuma orang lain. Kamu aja yang kakak kandung Innaya, ngga bisa berbuat apapun."Di kediaman Fandi, jam dua dini hari. Dirga terbangun dari tidur yang kurang nyenyak karena belum mendapat jatah dari istri tercinta. Beberapa malam ini Febby mengeluhkan tubuhnya sakit, sang Dokter pun tak ingin membuat keluhan itu semakin parah. Terpaksa menahan hasrat untuk beberapa malam meski tidur berdua bersama Pujaan. Cup! Dirga mengecup kening Kesayangan yang tertidur pulas. "Pagi ini kita ke rumah sakit, ya. Periksa kandungan kamu." Ia membelai lembut rambut hitam istrinya lalu mengubah posisi menjadi duduk. Dokter Kandungan itu mengambil kacamata dan ponsel, melihat layar yang menunjukkan angka jam saat ini. Masih terlalu malam untuk beraktivitas, namun matanya sudah enggan terpejam. Ia beranjak turun dari ranjang, namun gerakan itu membuat Febby terbangun dan membuka mata. "Mas, mau ke mana?" tanya Febby menatap ke arah suaminya. Dirga memutar kepala, tersenyum, "Mau
Baru sehari menikah, Sisca dilarikan ke rumah sakit karena mengalami cedera di kepala yang cukup parah. Dokter Barta menghubungi Dokter Bedah Saraf yang kebetulan sudah selesai bertugas dan baru saja pulang ke rumah. Selesai menghubungi Dokter Bedah Saraf, Barta kembali menemui keluarga satu-satunya yang mengantar Sisca ke rumah sakit. Ia berdiri di depan pria yang mengaku sebagai suami dari pasien, memberi pertanyaan lanjutan, "Apa penyebab Istri Anda mengalami cedera di kepala? Apa dia jatuh dari ketinggian?" "Dia jatuh di kamar mandi, Dok, bukan dari ketinggian," jawab Hengky dengan suara parau, menahan tangis. "Kepalanya terbentur closed." Barta menatap ke pintu ruang operasi sambil menghela napas panjang. Sejujurnya, ada sedikit kejanggalan dari keterangan suami pasien yang berdiri di depannya. "Tolong selamatkan Istri saya, Dok. Kami baru saja menikah. Tadi itu dia sedikit mabuk, dan dia pamit ke kamar
Yuli kembali mendatangi kantor Polisi untuk menemui anaknya, namun berulang kali kedatangannya ditolak karena Anggun belum bisa ditemui.Anggun harus menjalani hukuman di sel sempit itu selama enam hari. Mendengar anaknya diperlakukan tidak adil, Yuli meradang."Anak saya punya penyakit asma. Kenapa dia dimasukan ke dalam sel sempit begitu?" cecar Yuli di depan anggota kepolisian.Para Polisi yang tengah berjaga dua puluh empat jam di kantor, hanya diam tak memperdulikan kemarahan wanita paruh baya itu.Bruk!Suasana hening di kantor Polisi mendadak tegang saat mendengar suara gebrakan keras di atas meja.Yuli melotot menantang Polisi didepannya. "Mana keadilan untuk anak saya? Kenapa anak saya diperlakukan seperti hewan!"Polisi di depan Yuli berdiri, "Tolong jangan membuat keributan di kantor Polisi, Bu! Jika Ibu ingin menemui anak Ibu, temui enam hari lagi! Dia masih harus menjalani hukuman di sel tikus karena anak Ib
Wajah Febby terlihat khawatir setelah mendengar cerita ibunya tentang Sisca yang dibawa ke Jakarta. Ia menyandarkan punggung ke belakang dengan lesu. Dirga menatap Febby, "Kamu kenapa?" tanyanya mengkhawatirkan kondisi fisik sang istri setelah pingsan di ruang sidang tadi. "Aku khawatir sama keadaan Sisca, Mas. Aku takut dia mengalami nasib sama seperti aku. Apalagi dia nikah karena perjodohan. Ibu aja ngga terlalu mengenal suami Sisca," jawab Febby lirih. Inneke menoleh ke belakang, "Itu dia yang Ibu khawatirkan. Tapi mau gimana lagi. Adik kamu udah nikah sama si Hengky. Sebenarnya Ibu ngga setuju sama perjodohan itu. Jaman udah maju masih aja jodoh-jodohan." Ia kembali menegakkan pandangan ke depan. Fandi mengangguk sependapat, "Ayah juga mikir begitu. Kalau bisa mah, ngga usah ada perjodohan. Kasihan Neng Sisca, tapi mau gimana lagi, Ayah cuma orang lain. Kamu aja yang kakak kandung Innaya, ngga bisa berbuat apapun."
Febby dilarikan ke rumah sakit karena pingsan di ruang sidang. Kondisinya melemah setelah menjalani sidang yang memakan waktu hampir enam jam.Duduk di samping bed rumah sakit, Dirga mendampingi istrinya, menggenggam erat jemari lentik Kesayangan.Pandang matanya tak lepas dari wajah pucat Febby yang belum sadarkan diri. Dengan setia ia terus menunggu istrinya membuka mata.Dokter baru saja keluar dan menjelaskan keadaan Febby yang butuh istirahat total di rumah, karena kondisi fisik dan mental yang cukup terguncang.Dalam diamnya, Febby berpikir keras, mencari jalan keluar untuk masalah mereka. Belum lagi, beberapa kali teror berdatangan, membuat wanita cantik itu ketakutan.Dirga menghela napas dalam, mengecup punggung tangan putih mulus itu dengan lembut. "Harusnya setelah menikah kita bahagia, tapi ternyata semua tidak berjalan semudah yang aku pikirkan. Maafkan aku membuatmu berada di posisi seperti ini, Baby. Maaf."Sesal d
Sisca terdiam setelah mendengar ajakan sang suami tentang keinginan membawanya ke Jakarta hari ini juga."Yang namanya Istri itu harus ikut suami," kata Innaya menasehati. "Kamu 'kan udah sah jadi Istri Nak Hengky. Kamu harus ikut suami kamu ke Jakarta. Apalagi dia 'kan kerjanya di Jakarta. Masa baru nikah udah LDR. Ngga baik jauh dari suami. Apalagi kamu udah beberapa kali gagal nikah, nanti jadi omongan tetangga." Ia mengusap rambut panjang Sisca lembut.Inneke yang duduk di sebelah adiknya menatap wajah sendu Sisca, yang terlihat seperti tidak siap. Namun, ia tidak bisa berbuat apapun, karena keputusan tetap ada di tangan kedua orang tua gadis itu."Kamu mau 'kan?" tanya Hengky memastikan. Ia menunggu jawaban istrinya yang diam membisu.Dari kejauhan, Juragan Harda dan Agung menghampiri pasangan pengantin baru itu."Abah setuju kamu bawa Sisca ke Jakarta, Den Hengky," seru Agung, menyeringai lebar.Mendapat lampu hijau dari ay