Beranda / Romansa / Ah! Enak Mas Dokter / Tawaran dari Anggun

Share

Tawaran dari Anggun

Penulis: Dita SY
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-05 08:00:02

Tawaran dari Anggun cukup menarik bagi Andi, yang memang menginginkan uang tanpa harus bekerja keras.

Bosan menjadi orang gagal dan selalu direndahkan, bahkan sering kali dibandingkan dengan adik iparnya sendiri. Andi pun menerima tanpa berpikir panjang.

Toh tawarannya hanya mempertahankan Febby, tanpa diberi uang dari Anggun pun dia tetap akan mempertahankan pernikahannya dengan wanita spek bidadari itu.

Kapan lagi seorang Andi yang memiliki wajah standar dan karir acak-acakan mendapat istri secantik Febby. Bonus, Febby sangat baik, lemah lembut dan penurut.

"Jadi kamu setuju dengan tawaran dariku?" tanya Anggun memastikan jawaban Andi tadi. "Aku akan memberikan apa saja untuk kamu, Mas. Uang, atau tempat usaha. Katakan apa yang kamu mau."

Andi menghela napas dalam, mengambil cangkir kopi di depannya dan meminum perlahan sambil melirik Dokter Kecantikan itu.

"Gimana, Mas?" ulang Anggun, tak sabar mendengar jawaban pasti dari sep
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Ah! Enak Mas Dokter   Ocehan Ibu Mertua

    Kedatangan Fandi dan Inneke ke rumah Andi, benar-benar tak disangka-duga. Kedua mertuanya itu datang tanpa memberi kabar lebih dulu.Untungnya Andi tidak melakukan apapun pada Febby selain meminta dilayani, namun Inneke tahu Andi tidur di kamar terpisah."Kok kamu tidur di kamar itu, Ndi? Kenapa emangnya kamar kalian?" tanya Inneke pada Andi yang duduk di sofa panjang berhadapan dengan Ibu mertuanya.Saat Febby membuka pintu rumah, Inneke memergoki Andi masuk ke dalam kamar tamu sambil membawa bantal dan selimut.Andi tersenyum kecil, gugup. Namun sebisa mungkin dia menutupi alasan sebenarnya, "Itu Bu, aku sebenarnya ngga tidur pisah kamar sama Febby. Aku tadi cuma mau istirahat aja, soalnya .... ""Tadi aku muntah-muntah Bu, terus Mas Andi jijik denger suara muntahan aku," potong Febby, memberitahu yang sebenarnya. "Mas Andi bilang ngga mau tidur di kamar yang sama. Takut muntah juga karena jijik."Wajah Andi pucat. Pandang mata

  • Ah! Enak Mas Dokter   Datang ke Bandung

    Hampir dua jam Dirga menunggu kedatangan kedua orang tua Febby, namun kedua suami-istri itu belum juga menunjukkan batang hidungnya.Ibu-ibu berdaster bunga-bunga, bolak-balik memastikan mobil milik Fandi sudah terlihat di ujung jalan atau belum. Ia menghentikan langkah dan berdiri seraya memegang kayu panjang penahan rumah.Dirga mengangkat satu tangan kiri, melihat jam yang melingkar. Jarumnya sudah menunjukkan pukul lima sore, tetapi kedua orang tua Febby belum juga datang."Biasanya mereka pulang jam berapa, Bu?" tanya laki-laki tampan itu, yang duduk di kursi kayu dekat meja bundar seraya meminum kopinya.Bu Ida nama tetangga keluarga Febby, dia menoleh ke belakang, menatap Dirga dan menjawab, "Biasanya jam lima lewat dikit lah. Kalau jalanan ngga terlalu macet biasanya jam setengah lima juga mereka udah pulang. Ini ngga tahu kenapa lama banget. Mungkin macet parah kali di jalan." Ia menghela napas, memutar tubuh dan berjalan mendekati kursi,

  • Ah! Enak Mas Dokter   Sentuhan Andi

    Cup!Kecupan lembut mendarat di bibir Febby, membuat wanita itu mendesis risih. Menahan air mata yang nyaris tumpah.Entah apa yang terjadi, Febby sendiri bingung kenapa dia merasa jijik berada di dekat Andi, bahkan membuat perutnya bergejolak, mual."Mas! A-aku ... aku mau muntah." Febby menggerakkan tubuhnya. "Turun Mas! Aku mau muntah. Cepat!"Andi mengerutkan kening, "Kamu mau muntah?""Iya, Mas. Hoek!" Satu tangan memegang mulut."Tunggu! Jangan muntah di wajahku. Sial!" Andi beranjak dari tempat tidur, melepas kungkungannya.Febby berdiri, berlari ke kamar mandi dan masuk."Hoek! Hoek! Hoek!"Terdengar suara Febby yang mengeluarkan isi perut.Andi bergidik, jijik. "Kok bisa kamu muntah dicium aku? Hah! Sial!" kesalnya. "Memang mulutku bau? Aku baru selesai gosok gigi.""Maaf, Mas.""Sial!" umpat Andi, emosi. Kedua tangan mengepal kuat-kuat. Ingin marah, tetapi takut Febb

  • Ah! Enak Mas Dokter   Jangan Kasar!

    Febby masuk ke kamar, menuruti permintaan suaminya. Ia mengambil lingerie seksi dari dalam lemari lalu membawanya ke kamar mandi untuk dikenakan.Jam baru menunjukkan pukul sebelas siang, namun seperti biasa, Andi selalu meminta jatah sesuka hatinya.Sejak menjalani program kehamilan, Febby memang belum disentuh oleh Andi, mengikuti saran Dokter Tampan itu.Sebenarnya ada sesuatu yang janggal mengusik pikiran Febby, dan hingga saat ini dia belum bisa memecah kejanggalan itu.Tentang Andi yang mengetahui perselingkuhannya dengan Dirga, namun kenapa suaminya seolah membiarkan dia menjalani program kehamilan itu?Febby mematut diri di depan cermin panjang di atas wastafel, memikirkan Andi yang semakin lama semakin menakutkan."Kalau Mas Andi tahu aku selingkuh dengan Mas Dirga, kenapa dia diam saja? Malah terkesan membiarkan hubungan aku dan Mas Dirga berlanjut," gumamnya pelan. Tak habis pikir.Sekian menit termenung di de

  • Ah! Enak Mas Dokter   Resmi Jadi Duda

    Tiba di gedung yang sudah terlihat ramai, Dirga masuk ke ruang sidang seorang diri, tanpa didampingi pengacara.Suasana di dalam ruangan penuh dengan keluarga Anggun yang menjadi saksi perceraian. Sedangkan Dirga hanya menghadiri sidang sendiri. Kedua orang tuanya sudah malas bertemu dengan besannya itu, karena kecewa berat.Saat memasuki ruang sidang, langkah kaki Dirga dihentikan oleh Anugerah yang berdiri di depannya dengan wajah dingin."Mana kedua orang tuamu?" tanya Anugerah pada Dirga dengan sorot mata tajam.Dirga tersenyum kecil, hambar, "Ini perceraian, bukan pernikahan yang mengharuskan adanya saksi. Mereka sudah mengijinkan aku mengambil keputusan terbaik dalam hidup. Itu sudah cukup," jawabnya.Mendengar jawaban itu, Anugerah membuang napas kasar. "Dasar manusia tidak tahu terima kasih. Sudah untung aku mau jadi besan kedua orang tuamu. Balasan mereka justru seperti ini. Kalau aku tahu anakku akan berakhir disakiti oleh laki-

  • Ah! Enak Mas Dokter   Ck!

    Menghela napas dalam, Dirga menggeleng dan melangkah keluar dari kamar, meninggalkan ibunya yang mematung dengan wajah bingung."Ga, maksud kamu apa? Tadi kamu bilang apa?" Wanita baya itu mengekor Dirga dari belakang, berhenti di ruang tamu dan melihat anaknya berpamitan pada Dewanto."Aku berangkat, Pa," ucap Dirga menundukkan tubuh tingginya, mencium punggung tangan sang ayah yang duduk bersandar di kursi favorit."Kapan sidang dimulai?" tanya Dewanto, sedikit mendongak."Mungkin agak siang. Aku harus cepat-cepat ke sana," jawab Dirga, menegakkan tubuh lalu menoleh ke arah wanita paruh baya yang mematung di pembatas ruang tamu.Wajah Ratna masih seperti awal mendengar ucapannya tadi, bingung dan gelisah.Ratna menghampiri, "Kamu tadi ngomong apa, Ga. Mama ngga ngerti kamu ngomong apa tadi?" tanyanya penasaran. Meskipun dia mendengar, tetapi pikirannya tidak ingin menerima ucapan Dirga tadi.Yang ditanya hanya diam den

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status