Semua aparat kepolisian yang ada di kantor sangat kebingungan. Mereka tidak berani membuka pintu ruangan. Salah satu polisi saling berbisik dan memegang kepala. Mereka berbicara menggunakan bahasa asing yang aku tidak mengerti artinya.
“Agus itu kenapa ya, kok pada ribut? Sepertinya terjadi sesuatu loh, di dalam. Kita ini diam saja, apa harus membantu mereka?” Rahman menatapku dengan sangat serius. Sementara Ben menganggukkan kepalanya dengan cepat. Aku sendiri sangat kebingungan, apa yang harus kulakukan. Hingga kuputuskan untuk berdiri dan mendekati mereka.
“Agus kamu mau kemana?” Rahman menarik lenganku saat aku akan melangkah.
“Ya, aku ke sana, ngintip. Gimana sih kamu itu? Katanya disuruh menanyakan. Siapa tahu mereka butuh bantuan, lalu berbaik hati sama kita.”
“Kamu bener juga, Agus. Kita ke sana, lalu ikut membantu. Siapa tahu kita dibebaskan.”
“Yes! That's good idea. Kalian berdua ini s
Tidak aku percaya Cinta datang? Padahal dia, kan, tadi ama si Leo? Kok bisa?“Cinta, kok kamu ada di sini? tanyaku segera mendorong wanita ini agar melepaskan tubuhnya yang masih memelukku. Namun … sepertinya terlambat …“Argh! Plak!”Cinta menariknya, mendorong sampai tersungkur, lalu menamparnya. Sungguh menyeramkan. Istriku kalau marah kayak singa. Menakutkan. Tapi aku suka. Hihi. Apalagi galak gitu di ranjang. Sampai cakar-cakar. Jadi sedep-sedep enak. Heheh.“Agus!”Lamunanku buyar melihat Cinta mendorong tubuhku. Untung saja aku kuat, jadi tidak tersungkur. Bau tubuhnya sangat harum sampai menusuk hidungku. Rasanya aku bahagia bisa melihatnya kembali. Tapi, bagaimana dia bisa lepas dari Leo? Weslah, tidak akan aku pikirkan. Yang terpenting sekarang aku bisa bersamanya.“Cinta, dia itu tiba-tiba datang, dan langsung memelukku. Aku tidak tahu. Itu tiba-tiba saja,” kataku membuat Cin
Cinta terus menarikk, namun aku menahan langkahku. Aku benar-benar tidak mau masuk ke dalam mobil lelaki itu. Dasar bule tidak tahu diri. Bisanya nyulik istri orang!“Cinta aku tidak mau. Kamu harus naik mobil lain.”“Agus! Kamu tidak tahu apa yang terjadi di dalam tadi. Dia benar-benar mau menyuntik ku sama 10 suntikan. Coba bayangkan, aku bisa bisa terkena virus. Sudah, jangan berdebat! Yang penting kita kabur dulu,” kata Rahman membuatku berfikir.“Suamiku! Apa yang dikatakan Rahman benar. Kamu menyuruh aku mempercayaimu. Tapi kenapa kamu tidak percaya sama aku? Leo Itu sudah lunak. Emangnya aku tidak tahu apa yang kalian bisikan di dalam taksi? Ya jelas lah, aku tahu apa kelemahan Leo,” kata cinta semakin membuatku kesal. Untuk apa dia mengetahui semua kelemahan Leo. Jangan-jangan, memang dia pernah dekat dengan Leo. Ini tidak bisa aku biarkan.“Cinta kamu tahu dari mana Leo itu memiliki kelemahan? Apakah kamu
Perasaanku semakin tidak enak. Cinta ... kenapa kita ini, ya? Masalah terus bertubi-tubi datang di saat waktu yang bersamaan. Belum lagi Sesepuh dan Bapak yang terus memperdebatkan masalah siapa yang lebih tepat menjadi ahli waris. Sebenarnya aku menginginkan kedua anak itu yang menjadi ahli waris, sehingga tidak ada perbedaan. Bagaimana kalau nanti mereka besar, lalu bertanya tentang haknya masing-masing? Aku takut jika salah satu dari mereka mengatakan kalau aku ini pilih kasih. Padahal mereka keluarnya sama-sama dari perut Cinta. Jantungku terus berdetak kencang, jika memikirkannya. Lebih baik sekarang aku mengambil air itu di dalam botol, lalu dengan cepat membawanya pulang dan menyerahkan kepada Ibu untuk siramannya Cinta.“Agus, kamu jangan berpikir yang tidak-tidak. Kalaupun kamu harus puasa, ya wes kamu harus menerima itu. Lebih enak kamu puasa, bisa mendapatkan pahala.”“Man, puasanya ini beda. Kalau puasa yang kamu maksud, itu benar-benar ke
Cerai?Aku menghempaskan punggungku ke sandaran kursi yang semula tegak. Tubuhku sangat lemah mendengar perkataan Cinta. Padahal itu hanya satu kalimat. Tapi rasanya hatiku tersayat. Baru aku sadari jika wanita itu tidak bisa diperlakukan seperti ini. Jika memang aku mengejarnya untuk mengajak dia berdamai, lalu kenapa aku marah seperti itu? Apalagi tidak mempercayainya. Aku benar-benar akan puasa sebulan.Sudah sangat jelas jika Cinta berusaha membuat ingatanku kembali, dan mencegah aku untuk menikahi Minah. Kenapa aku tidak mengingat hal itu? Malah semakin emosi saat dia didekati laki-laki lain, yang sangat jelas tidak pernah nempel ke hatinya selain aku.“Agus. Kamu sebaiknya menenangkan diri. Kalian tidak perlu ketemu. Jadi, jangan temui Cinta. Biarkan dia merenung dengan semua masalah yang sudah dihadapinya. Begitu juga dengan kamu. Perkataan bijak yang Bapak katakan, membuatku mengerti. Baiklah, aku akan mencoba memahami semua permasalahan ku ini, da
Aku bersama Rahman menyiapkan semuanya untuk Cinta. Malam nanti aku akan memberikan kejutan kepadanya, tepatnya tengah malam. Semoga saja rencana yang Rahman sarankan ini bisa berjalan dengan baik.Sebenarnya aku tidak perlu melakukan ini semua. Aku hanya bisa mendatangi Cinta lalu mengatakan semua isi hatiku dan itu aku pikir sudah cukup. Tapi aku juga memikirkan bahwa wanita itu kadang memerlukan sesuatu yang agak lebay sedikit. Mungkin selama ini aku tidak pernah tegas dan selalu mengalah dalam segala hal. Semua itu aku lakukan bukan karena aku ini tidak cerdas, tapi aku tidak mau membuat masalah menjadi semakin rumit. Apalagi wanita itu perasaannya halus, dan aku memang yang sangat menyebalkan. Jika ada yang mengatakan aku ini kurang pintar, tegas, atau oon, lah, biarkan saja. Aku sebagai laki-laki kadang harus mengalah pada wanita.Sekarang aku sudah berada di depan pagar rumah Mira. Semua yang Rahman sarankan aku lakukan dari siang dengan bantuan para anak yatim
Aku tidak percaya melihat Minah berjalan mendekatiku. Rahman melotot tajam menatapnya. Namun dia malah bersembunyi di belakang tubuhku. Memang dia ini tidak gentlemen.“Minah?” kata Rahman karena dia sangat terkejut melihat wanita yang sangat diidamkan ada di hadapannya.”Oh jadi juga merayu wanita lain?Ternyata Cinta tiba-tiba berada di belakangku. Aku sampai mau melompat karena kaget. Cinta ini seperti hantu saja.“Cinta, ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Aku tidak tahu kenapa Minah ke sini. Sebaiknya kamu tanya saja sama dia,” kataku meninggalkan mereka. Aku tidak mau ikut campur dengan masalah ini.“Agus! Kamu jangan pergi! Aku ini kesini karena kamu!”Perkataan Minah yang semakin akan membuat masalah ini meletus kayak gunung berapi dengan laharnya yang meluap-luap, lalu membanjiri desa yang berada di sekitarnya. Aku benar-benar akan lenyap! Habis dan ludes!“Minah, kamu kal
Dalam rumah Mira, Cinta duduk di kursi pojok kamar Mira tepatnya disebelah jendela, menundukkan kepala sambil menangis. Mira di depannya hanya bisa memandang karena kebingungan untuk memberikan solusi. Tangan kanannya mengelus-elus punggung Cinta dengan perlahan.“Kenapa dia selalu datang? Wanita yang dulunya pernah dihati Agus. Aku sama sekali tidak suka dengan dia. Minah itu berubah pikiran, dan dia plin-plan. Padahal dia sudah jelas aku bantu untuk bersama Rahman. Laki-laki yang dengan tulus mencintainya. Tapi kenapa sekarang dia masih saja mengejar-ngejar Agus?” Cinta menutup wajah dengan kedua tangannya terus menangis. Mira di sebelah Cinta menarik napas panjang lalu menghembuskan perlahan. Dia kini memutuskan untuk memberikan solusi.“Cinta, sebaiknya kamu membicarakan masalah ini dengan Agus berdua saja. Jangan mempertahankan sikapmu yang sangat keras kepala itu. Kayak batu saja kamu. Batu itu kalau dikasih Palu sudah pecah. Sedangkan kam
Aku mengamati semua ruangan. Jantungku berdetak kencang ingin sekali menemui pujaan hatiku. “Cinta … aku sangat mencintaimu. Jangan pernah kau pergi meninggalkan aku. Aku memang laki-laki tidak tahu diri. Berengsek! Aku akan mengejarmu walaupun kamu tidak mau. Tapi, jangan jauh-jauh ya!” teriakku kencang dan masih tidak menemukan dirinya. Dia tidak juga muncul. Aku menarik napas, mengaturnya agar tidak sesak.“Cinta … I LOPE KAMU!”Seseorang menepuk pundakku dari belakang. Cinta melompat dan memelukku. Kini dia menatapku dengan berlinang air mata.Ini adalah sesuatu yang sangat membahagiakan hatiku. Cintaku telah kembali dalam waktu singkat dan tidak aku duga sama sekali.“Cinta, kau benar-benar dirimu? Aku bukan mimpi, kan? Atau kamu …” Cinta mengernyit menatapku. Dia berkata, “Dedemit, maksud kamu?” Dia mencubit perut rataku kayak roti sobek. “Aww!” ucapku spontan terkekeh.