Share

Bab 13

Bagas segera membalas pesannya dan mengetik menggunakan kedua tangannya.

"Nggak masalah, akan aku kirim uangnya sekarang."

Di asrama tempat Lusi tinggal, Liana Kuswanto melihat pesan yang dikirim oleh Bagas di ponselnya.

Ada ekspresi aneh di sudut mulutnya.

Dia mengirimkan nomor rekeningnya. Lalu, tidak lama kemudian dia menerima pemberitahuan kalau uang telah masuk di rekeningnya.

Dia langsung menghapus pemberitahuan itu dan duduk di tempat tidur Lusi. Dia berkata sambil tersenyum, "Lusi, ayo kita makan hot pot pedas malam ini."

"Malam ini? Tapi, aku mau belajar di kamar."

Lusi adalah gadis yang pendiam. Selama kuliah, teman-teman sekelasnya sibuk pacaran, tetapi dia satu-satunya yang fokus belajar.

"Yah .... Kamu kan bisa membaca kapan saja. Lagi pula, kamu nggak bisa membaca terus-menerus. Kamu akan membuat orang lain terlihat bodoh. Nggak perlu belajar malam ini. Setelah makan, kita langsung pulang. Kamu nggak lama kok."

"Tapi ...." Lusi ragu-ragu, tetapi Liana tidak memberinya kesempatan untuk menolak.

"Temanku yang baik, anggap saja aku sudah membantumu menolak segala jenis pria yang mengejarmu selama ini. Aku nggak minta imbalan apa pun, temani saja aku makan malam ini."

Lusi tersenyum getir, "Baiklah, karena kamu bilang begitu, aku akan menemanimu makan malam ini."

"Yeah." Dia bersorak dan meraih tangan Lusi, "Kamu baik sekali."

...

Di sisi lain, Yohan yang meninggalkan kampus merasa ada seseorang yang mengikutinya.

Namun, dia tidak peduli. Mereka hanya beberapa antek. Selama mereka tidak macam-macam dengannya, Yohan tidak akan memedulikan mereka.

Dia berjalan ke halte bus dan bersiap untuk pergi ke rumah Keluarga Nurdin.

Tio dan para anak buahnya mengikuti dari kejauhan dan melihat Yohan ada di halte bus, mereka semua menunjukkan senyuman sinis.

"Dasar bocah bodoh, dia pikir dia bisa melakukan apa pun hanya dengan sedikit keterampilan."

"Kamu hanya akan mati kalau berani memprovokasi Bagas."

"Bukankah itu Serigala Bermata Satu?"

Yohan berdiri di depan halte bus dan menunggu bus dengan tenang.

Yohan tiba-tiba berbalik dan melihat seorang pria berwajah jelek berjalan mendekatinya dengan tatapan galak.

Sekilas Yohan paham kalau ini adalah sosok yang kejam, dengan aura pembunuh yang samar-samar mengelilingi pria itu. Dia pasti memiliki aura seperti itu karena sudah sering membunuh orang.

Namun, Yohan hanya meliriknya dan membuang muka.

Bagi orang awam, orang seperti itu ibarat harimau yang ganas, tetapi di hadapan Yohan dia tidak bukan apa-apa.

Yohan bahkan bisa membunuh banyak orang seperti mereka hanya dengan satu tamparan.

Pria itu langsung berjalan menghampiri Yohan. "Apa kamu Yohan?"

Yohan pun mengangguk. "Ya, ada apa?"

Serigala bermata satu menyeringai dengan ekspresi kejam, "Seseorang memintaku untuk menghajarmu. Ikut denganku, kamu nggak mau dipermalukan di depan umum, 'kan?"

"Siapa yang menyuruhmu? Ah ... apa pria itu?" Yohan agak mengernyit dan langsung teringat pada Bagas atau Tio.

"Itu nggak penting."

Yohan meletakkan tangannya di belakang punggungnya. "Oke, tunjukkan jalannya."

Karena dia yang datang mencarinya sendiri, akan bagus kalau cepat diselesaikan. Kalau tidak, akan sangat mengganggu kalau ada seseorang yang terus mengganggu di sekitarnya.

Ekspresi aneh muncul di mata Serigala Bermata Satu. "Berani juga kamu. Jangan khawatir, aku akan lebih lembut nanti."

Yohan tidak mengiakan dan tidak menolak.

Dia mengikuti Serigala Bermata Satu ke tempat yang sepi.

Tio yang melihat itu mengikuti mereka bersama sekelompok anak buahnya.

Sepuluh menit kemudian, Yohan dibawa ke tempat yang terpencil.

Tio dan yang lainnya juga mengikuti dan mereka semua tertawa.

"Yohan, kali ini kamu akan mati."

"Aku akan kencing di wajahmu nanti untuk membalas dendam!"

"Kalau kamu nggak mau disiksa, berlututlah dan mohon ampun pada Serigala Bermata Satu sekarang!"

...

Yohan menggelengkan kepalanya, ketidaktahuan sungguh menakutkan.

Mereka hanya melihat serigala bermata satu sebagai serigala, tetapi mereka tidak melihat bahwa Yohan adalah seekor naga muda yang akan terbang ke langit.

"Bocah, aku dengar kamu adalah prajurit tingkat satu!" Serigala bermata satu menggerakkan lehernya dan berjalan ke arah Yohan dengan senyuman garang. "Coba aku lihat berapa banyak gerakan yang bisa kamu gunakan untuk bertahan dari serangan tanganku, Cakar Serigala Haus Darah!"

Terlihat lima jari Serigala Bermata Satu berubah menjadi cakar dan energi jahat di tubuhnya menyebar dengan hebat. Dia meraih Yohan dengan sangat gesit.

Wajah Tio dan yang lainnya dipenuhi kegembiraan dan kekaguman.

"Wow, benar-benar gerakan seni bela diri yang menakutkan!"

"Aku seperti melihat serigala liar yang menerobos hutan."

"Bocah itu pasti mati."

...

Mata serigala bermata satu itu terlihat bersinar karena haus darah.

Dia sangat percaya diri dengan metode serangannya.

Banyak orang yang menentangnya, karena targetnya akan terkoyak dengan cakar tajamnya, tetapi itulah yang membuatnya terkenal.

Namun, saat Yohan melihat ini, dia hanya menggelengkan kepalanya.

"Pelan sekali!"

Dia dengan mudah menghindari serangan mematikan Serigala Bermata Satu itu.

Sret!

Cakarnya mengenai dinding di belakang Yohan dan dinding itu terkoyak.

Mata merah Serigala Bermata Satu menyipit. "Pantas saja kamu sombong, ternyata kamu cukup punya keterampilan."

Dia tiba-tiba meningkatkan kecepatannya dan cakarnya menyambar wajah Yohan.

Tio dan anak buahnya tanpa sadar menahan napasnya dan melihat tanpa berkedip.

Kekuatan para prajurit benar-benar di luar imajinasi mereka.

Namun, tidak peduli seberapa cepat serangan serigala bermata satu itu dan betapa rumitnya gerakannya, dia tidak dapat menyentuh Yohan sedikit pun.

Setelah serangkaian serangan intensitas tinggi, Yohan masih baik-baik saja, tetapi serigala bermata satu itu sangat kelelahan.

Dia menatap Yohan. "Siapa kamu? Kamu nggak mungkin seorang prajurit tingkat satu!"

"Siapa yang bilang kalau aku prajurit tingkat satu?" Yohan menggelengkan kepalanya, dia terlalu malas untuk bermain-main dengannya lagi. Tiba-tiba Yohan meledak dengan kecepatan yang sangat menakutkan.

Serigala Bermata Satu merasa silau, kemudian dia terkejut saat mengetahui kalau Yohan sudah ada di depannya dan dia sangat ketakutan.

Sebelum dia sempat bereaksi, seluruh tubuhnya terlempar dan membentur dinding dengan keras.

Seluruh dindingnya hancur.

Serigala Bermata Satu memuntahkan darah, rasa sakit yang hebat datang dari dalam dan luar tubuhnya, membuat matanya perlahan menghitam.

Yohan menghampirinya dan berkata, "Sepertinya kamu bukan orang baik. Kamu menyerang dan melukai nyawa orang di setiap kesempatan."

"Orang sepertimu nggak layak jadi prajurit. Hari ini aku akan melakukan keadilan dengan memotong fondasi seni bela dirimu. Mulai sekarang, kamu akan jadi orang biasa."

Setelah mengatakan itu, Yohan menendang pusat energi miliknya.

"Jangan!"

Serigala bermata satu berteriak putus asa, matanya merah dan dia menatap Yohan dengan penuh kebencian. "Kamu menghancurkan pusat energiku, aku akan melawanmu!"

Dia berjuang untuk berdiri, tetapi begitu dia mengerahkan kekuatannya, pandangannya menjadi gelap dan dia jatuh pingsan.

Yohan tidak melihatnya lagi.

Dia pergi meninggalkan pria itu.

Saat ini, Tio dan anak buahnya tercengang melihat kejadian barusan.

Saat mereka melihat Yohan mendekat, mereka semua terkejut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status