Seperti biasa Leo bersekolah keesokan harinya. Melupakan masalah yang kemarin Seolah-olah kejadian di cafe itu tidak terjadi. Hal yang hanya membuat pikirannya melayang-layang jika mengingatnya.
Hari itu cuaca sedang bersahabat. Matahari mengeluarkan sinar benderangnya yang mengiringi para siswa siswi SMA Aryabina melakukan aktifitasnya. Termasuk laki-laki yang berjulukan The Cool Prince itu berjalan keluar dari perpustakaan. Ya, sosok Leo tidak bisa terlepas dari sebuah buku ditangannya. Itulah mengapa ia memiliki IQ yang tergolong otak jenius.
Leo berjalan turun dari Lapangan basket menuju lapangan bawah yang kala itu terlihat club voli yang tengah mengadakan pelatihan tournament. Leo terlalu fokus pada bacaan yang ada pada bukunya tanpa melihat keadaan di sekelilingnya.
"Awaaas!"
Terdengar seruan seseorang dari arah lapangan, akhirnya Leo menyadari sebuah bola voli melambung mengarah padanya. Karena Leo tahu bagaimana cara menjinakan bola, Ia pun langsung menutup bukunya dan sigap menangkap bola itu dengan teknik received basket. Untung saja ia pernah mempelajari tekbnik received bola basket. Setidaknya ia mampu menggunakannya untuk menjinakan bola voli.
Setelah Leo menangkap Bola itu, ternyata salah satu anggota club voli menghampirinya dan meminta bola itu.
Leo terkejut bukan main karena yang menghampirinya adalah Key. Lagi-lagi perempuan itu, tidak bosan-bosannya selalu ada dalam penglihatan Leo.
Namun ada yang berbeda dari perempuan yang bernama Key itu hari ini.
"Bolanya," pinta Key. Auranya terlihat berbeda sekarang, gadis itu terkesan tomboy karena menunjukan tatapan datarnya itu.
Leo pun melempar bolanya pada Key. Gadis itu terlihat tersenyum miring sesaat setelah ia menerima bola dari Leo.
Gadis ini?
Leo sempat bertanya-tanya dibenaknya setelah melihat perilaku Key tersebut. Namun akhirnya Leo menepis pemikirannya itu dan kembali meneruskan langkah berjalan menuju kelasnya.
****
Namun ditengah perjalanannya menuju kantin, ia berpapasan dengan --Key lagi yang berjalan menuju kelasnya. Gadis itu datang dari arah kantin kemudian berpapasan tepat dengan Leo seperti angin yang lewat. Keduanya hanya berlalu saja, seperti tidak pernah bertemu.
Meskipun kedua mata mereka sempat saling lirik, namun tidak ada kontak sedikitpun dari mereka. Mereka berdua hanya diam seribu bahasa sambil masing masing berjalan ke arah tujuannya. Sorot mata datarnya cukup membuat Leo bertanya-tanya dalam benaknya.
Gadis ini? Berbeda dari yang kemarin kutemui, batin Leo.
Setelah membeli minuman botol yang dingin untuk melepas rasa dahaganya, Leo kembali ke kelas dan melanjutkan membaca bukunya. Namun pikiran Leo terus teringat akan Key, gadis itu cukup menarik pehatian Leo.
Namun akhirnya, Leo memilih mengalihkan pemikirannya dan kembali membaca bukunya hingga kedua sahabatnya menghampirinya.
"Bro kita jadi liburan ke pantai ini, tiket dan penginapannya juga udah siap tinggal berangkat," ujar Reynal yang tiba-tiba datang.
"Aku belum pasti," balas Leo.
"Lah kok gitu?" tanya Aditia.
"Belum ada izin."
"Tenang aja kita bantuin ngomong sama Bibi Firanya, selow ajaa,"
sahut ReynalLeo hanya diam, meski dalam hatinya ia ragu untuk ikut.
"O ya, Gue udah pesan penginapan dua ruangan. Nanti kita di ruang bawah ya."
"Loh, yang ruang atas emangnya buat siapa?" tanya Aditia
"Itu buat para cewek, Kasihan 'kan kalo mereka dibawah."
"Lahh, kita liburannya ada ceweknya juga?"
"Iya nih, katanya si Fayla ikut juga."
"Fayla? Dia pacar lo?"
"Bukan, dia Adik Sepupu gue. Katanya mau bawa temennya juga untuk liburan."
"Kok bisa ikut? Katanya rencana lo kita aja bertiga."
"Iya sih awalnya emang gitu, tapi si Fayla mau ikut katanya, gue gak bisa nolak juga soalnya itu anak kayak singa betina."
"Oh gitu ya."
"Eh, Leo. Lo gak keberatan 'kan liburannya ada ceweknya?"
"Terserah," jawab Leo sambil lanjut membaca buku lagi
Melihat hal itu Aditia pun mulai membercandai Leo. "Leo, gimana tadi? Ngasih bola ke si Key 'Sang Atlet' itu?"
"Biasa saja."
"Emang iya biasa aja? Lo gak mau cari tau tentang dia gitu? Dia pasti sefrekuensi sama lo."
"Bukan urusanku."
"Hem banget si lo Leo. Tau gak? Itu cewek sama kayak lo, diemm mulu. Kesan matanya suka datar, bikin takut orang yang ngeliat aja."
Sebenarnya Leo ingin menyangkal perkataan Aditia soal Key yang amat datar. Terbukti pada saat di tangga gadis itu senyum beberapa kali bahkan Leo sempat melihatnya tersipu.
"Ada hubungannya denganku?"
"Ya ada lah, siapa tau kalian jodo karna kepribadian lo berdua sama."
Leo hanya diam, bisa-bisa panjang urusannya jika terus membalas perkataan Aditia.
"Lo seneng banget gangguin Leo." Reynal menyela
"Bro, gue bicara sesuai fakta bro. Feeling gue bilang mereka jodo."
"Darimana lo dapet itu feeling?"
"Is feeling good hey, laka syutt ..." Aditia membalas pertanyaan Reynal dengan nyanyian anehnya. Membuat Reynal menepuk lengan Aditia hingga diam.
"Serius gue," tukas Reynal.
"Hehe, gini Rey, seekor singa jantan mana mungkin jadian sama seekor harimau betina, pasti kesesama jenisnya kan? Gitu juga mereka, pasti cari pasangan setipe mereka sendiri."
"Hemm, bener juga sih."
"Nahh, lo ngerti sekarang,"
lanjut Aditia sambil menjentikan jarinya itu."Tapi semuanya balik lagi ama si Leo sih," imbuh Reynal.
"Iya sih. Tapi gue kasih lampu hijau buat mereka. Mereka itu ibarat karakter favorit gue. Key si cewek kuat, berani, tapi cantik mirip banget sama Mikasa Ackerman, Dari segi hawa males, pinter, kuat, nyebelin tapi banyak yang suka, si Leo gak jauh beda sama kapten Levi Ackerman. Woah, gue pro sama mereka," oceh Aditia seraya tepuk tangan menyoraki diri sendiri.
"Udah udah udah. Jadi? Gimana? setuju kan liburannya ke pantai?"
Reynal menyela."Kuy, gimana? Reynal nanya tuhh," sahut Aditia.
"Beri aku waktu."
Leo menjawab."Oke siip liburan kali ini kita jadi ke pantai, siap-siap ya," ujar Reynal.
Disamping mereka bertiga merencanakan liburannya, Leo masih tetap memikirkan kelakuan Key yang berbeda dengan kemarin. Benaknya bertanya tanya seperti apakah Kepribadian Key yang sebenarnya.
****
"Leo? Kamu datang juga, sini duduk dulu."
Leo yang baru pulang sekolah itu langsung salam pada bibinya dan duduk di kursi sofa menghadap Bibinya.
"Paman kamu katanya mau ngirim barang kesini, katanya kamu mau minta apa sekalian dibeliin sama paman."
"Paman tidak pulang?"
"Yaa, tugasnya semakin padat di Singapura. Jadi, untuk sekarang ini Pamanmu gak bisa pulang. Jadi? kamu mau apa? sekalian nanti dibeliin terus dikirim kesini."
"Tidak perlu Bi."
"Leo, kamu itu udah kayak anak bibi sendiri, minta aja jangan sungkan-sungkan."
"Bukan itu yang Leo minta."
"Loh, emangnya kamu mau apa?"
Leo diam karena ragu mengatakannya. Wajar saja, liburan kali ini akan mengawali kembali pengalamannya meninggalkan rumah.
Dulu-dulu juga Reynal dan Aditia itu sering mengajaknya untuk mendaki berburu pesona sunrise dan sunset. Namun Leo kerap menolak ajakan temannya itu. Baru kali ini dia menerima ajakan keduanya, mungkin karena sekarang mereka sudah sangat akrab sehingga Leo tak canggung lagi dengan Reynal dan Aditia.
"Ayo bicara aja jangan sungkan."
"Leo, minta izin pada Bibi"
"Izin? Emang izin kemana?"
"Liburan kali ini Leo diajak sama teman berlibur di pantai dan menginap selama beberapa hari. Jadi, Leo minta izin pada Bibi"
"Ya Ampun Leo, Kamu kira Bibi gak izinin? Tentu saja Bibi izinin. Lagipula, Bibi senang kalo kamu pergi sama temen-temen kamu itu."
"Iya Bi, terimakasih."
"Kamu perginya sama siapa aja?"
"Reynal dan Adit."
"Gak sama perempuan 'kan?"
"Mungkin Nggak"
"Hmm." Fira mengangguk. "Kalo jujur, bibi gak keberatan kalo kamu pergi sama perempuan juga, asalkan jaga etika aja," ujar Fira pada Keponakannya itu. Fira faham, sekarang Leo tengah masanya remaja.
Leo mengrenyitkan dahinya. "Mana mungkin Bi," jawabnya.
"Yaudah kamu ganti baju dulu terus makan ya"
"Iya Bi."
Leo terlihat membereskan pakaiannya untuk ia kemas dalam koper. Dari pagi Leo hanya sibuk sendiri di kamar. Mempersiapkan matang-matang keberangkatannya besok lusa. Arlinda hanya tersenyum saat mendapati putranya sangat bersemangat untuk berangkat ke pesantren. "Sudah beres berkemasnya?" tanya Arlinda yang membuat Leo menoleh ke belakang. "Belum," ujar Leo sambil tersenyum. "O ya, ada yang ingin ketemu sama kamu loh," balas Ibunya. Leo pun mengrengitkan dahinya. "Siapa, Bu?" Arlinda pun tersenyum sambil menoleh ke belakangnya. Ia membawa dua orang laki-laki seumuran Leo. Arlinda pun mempersilahkan dua orang itu masuk ke kamar Leo. "Silahkan kalian temani El, Tante tinggal disini ya," ucap Arlinda pada dua orang laki-laki itu dan berakhir meninggalkan mereka. Bola mata Leo terbuka lebar, mendapati dua orang lelaki yang ada di depannya kini adalah
"El?""El sudah sadar.""Alhamdulilah..."Terdengar patah kata syukur memenuhi ruangan yang terlihat asing bagi Leo. Beberapa orang terdengar suka cita mengelilingi dirinya.Leo merasakan tubuhnya yang sepertinya tengah berbaring, dirinya hendak bangun, namun seluruh tubuhnya masih lemas. Entah kenapa tiba-tiba ia susah berbicara, selang oksigen juga masih mengurung hidungnya yang semakin mempersulitnya bicara.Apa yang terjadi? Dimana aku?Leo masih belum mengerti keadaanya sekarang. Yang ia lakukan sekarang ini hanyalah mengedarkan bola matanya melihat sekitarannya.Tiba-tiba dua orang perempuan memeluknya. Yang satu memeluk tubuhnya dan yang satu terus menciumi keningnya sambil terus menangis. Ked
Satu minggu berlalu setelah kematian Khansa. Leo memberanikan keluar rumah untuk berziarah ke makam gadisnya.Waktu satu minggu terbilang cukup untuk membuatnya kembali pulih dari kesedihannya itu. Leo memutuskan untuk menjadi sesorang yang tegar dan tidak mudah putus asa. Ia masih memiliki masa depan yang harus dipikirkan, terlebih usianya terbilang masih belia. Masih panjang perjalanan yang harus ia tempuh.Setibanya disana, ia mendapati kuburan Khansa yang masih terlihat baru. Ia pun berjongkok sembari mengelus-elus batu nisannya. Sesekali Leo tersenyum getir sambil melihat batu nisan yang bertuliskan Khansa Arima Iriana itu."Hey, aku kemari. Maaf baru kali ini." Leo berbicara sambil menaburkan taburan kelopak bunga diatas pemakaman Khansa.Segera ia membacakan surah-surah Al-Qur'an dikhususkan untuk almarhumah yakni Yasin, Al-Waqi'ah dan Al-
Key, adalah anak yang tidak tau sama sekali siapa, dimana, bagaimana orang tua kandungnya. Besar di panti asuhan membuatnya selalu menyebut dirinya buta dan tuli akan Ayah Ibunya.Sampai krisis moneter panti asuhan melanda dirinya dan anak-anak lainnya. Mendorong Key kecil harus dewasa sebelum waktunya. Ia pun bergelut dengan dunia yang sebenarnya, mencari uang dengan mengamen di jalanan.Hingga sampailah Key duduk dibangku kelas empat SD, hasilnya mengamen tidak cukup untuk membiayai sekolahnya. Maka Key mendobrak sisi baik dalam dirinya, titik hitam mulai menguasai hatinya. Hingga ia berakhir masuk ke dunia kegelapan dengan menjadi seorang pencuri dan pencopet.Jungkir balik dalam dunia hitam telah Key rasakan berulang kali. Rasa sakit seolah-olah menjadi temannya, sisi baik sudah ia sirnakan dalam dirinya. Hanya satu yang ia tuju yakni demi kehidupan yang memadai. Bermodalkan teman-teman jalanannya, Key mampu memb
Dua hari berlalu setelah pemakaman Khansa. Leo masih mengurung di kamar dengan pipi terus menitikan air mata. Sampai-sampai kantung matanya mulai terlihat gelap karena teus menerus menangis. Badannya lemah dan rambutnya kusut, dua hari ini hanya ia habiskan untuk menyandar di pintu sembari melamun. Tangan kanannya masih memegangi buku diary peninggalan Khansa. "Non Khansa berpesan sebelum kondisinya kritis. Ia meminta Bibi untuk menyerahkan tas, buku, dan laptop sama Aden. Terima ya Den, ini permintaan terakhir non Khansa." Perkataan Bi Arin terngiang di pikirannya. Leo sama sekali belum melihat isi tasnya, itu
Leo merebahkan tubuhnya di kamar lamanya. Hari ini adalah hari yang amat lelah baginya setelah menyaksikan rekonstruksi kasus Riana. Berusaha mengubur ingatannya tentang pembunuhan keluarganya itu, Leo mengistirahatkan diri hari ini. Merasa dahaga karena cuaca cukup panas, Leo beranjak ke dapur untuk mencari minuman segar. Maka diambilah jus lemon di lemari pendingin. Bersandar di jendela dapur sambil memandangi suasana kebun memanglah menghijaukan pandangan. Seteguk jus lemon yang dingin mengalir di tenggorokan dengan nikmatnya, sangat cocok diminum sebagai pemuas dahaga. Terbuai dengan suasana, tak sengaja Leo menyenggol lemari gelas di belakangnya. Senggolannya cukup keras membuat salah satu gelas jatuh dan pecah di tangan kirinya. Leo meringis karena pecahan itu melukai tangannya membuat darah segar menggenang di pergelangan tangannya. Bukan