Berawal dari buku yang tertukar, membuat Leo bisa mengenali sosok perempuan berhijab yang berubah-ubah sifat.Gadis itu adalah Key di mata lain namun menjelma menjadi Khansa di mata Leo.Pria pendiam berdarah dingin itu selalu terpuruk akan masa lalu kelamnya. Dan gadis yang berubah-ubah kepribadian itu selalu menyesali masa lalunya.Sampailah Leo jatuh dalam perhatian gadis itu, gadis yang selalu mencari tau lebih dalam makna dari cinta (Ai). Sayang, Leo belum bisa mendapatkan Khansa sebelum ia memecahkan misteri pembunuhan keluarganya yang datang menjadi mimpi terburuknya. Menuntutnya untuk memecahkan teka-teki dan menemukan kebenaran. Ia harus bangun agar tidak jauh tenggelam menjauhi kenyataan.Meski pengorbanannya adalah nyawa orang-orang yang dicintainya.Semua ini timbul karena satu kesalahan besar.Inilah kisah Leo yang ingin mencari kebenaran tanpa mengorbankan Khansa."Sepertinya kita dipersatukan oleh dua huruf sederhana yaitu Ai."
Lihat lebih banyak"Entah bagaimana takdir bisa mempertemukan kita. Dan sepertinya kita dipersatukan oleh dua huruf sederhana yaitu Ai. Kata itu juga yang mewakili perasaanku saat ini."
~Leonar Halim Al-Ghifari (Leo)~"Aku tak tau apa arti kata Ai, tapi aku suka dengan kata itu karena kaulah yang memberikan kata itu padaku."
~Khansa Arima Iriana (Key)~______________________
Seorang laki-laki dengan wajah yang mulus beraura dingin itu berdiri ditepi danau yang airnya jernih. Dengan tasnya yang digendong hanya sebelah dan kedua tangannya dilipat didepan dadanya membuat ia berdiri sebagai sosok laki-laki tampan yang tengah menanti seseorang.
Bukan menanti seseorang, melainkan tengah termenung sendiri di sisi danau yang sudah menjadi kebiasaannya itu.
Namun ada sosok yang membuat ia tersadar dalam lamunannya itu, seorang anak perempuan datang menghampiri laki-laki itu.
"Kakak sendirian aja?"
tanya anak kecil pada laki-laki itu.Laki-laki itu diam saja tidak menjawab pertanyaan anak kecil itu.
"Kakak dengar tidak?" tanya ulang anak itu.
"Pulanglah Dik, aku lebih suka sendiri."
"Aku akan pulang jika Kakak jawab pertanyaanku."
Laki-laki itu menghela nafas panjang dan berkata, "Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Kakak tahu tidak bagaimana caranya menyembunyikan rasa sakit yang kita alami?"
Laki-laki itu tersenyum miring dan berkata, "Pertanyaanmu tidak sesuai dengan usiamu Dik."
"Kakak tahu jawabannya tidak?" Anak kecil itu menekankan pertanyaannya.
Laki-laki itu membungkukan badan kemudian bicara didepan anak kecil itu. "Cara orang menyembunyikan rasa sakit itu berbeda, tetapi kebanyakan mereka menyembunyikan sifat aslinya dengan menunjukan sisi lain mereka didepan orang lain."
"Kakak bisa tulis jawabannya ditanganku?" ujar anak kecil itu sambil menyodorkan pulpen kepada laki-laki itu.
Laki-laki itu tersenyum lalu menulis perkataannya tadi diatas tangan anak kecil itu.
"Terimakasih Kak, oh jadi ini jawabannya."
"Kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Aku kasihan kepada orang yang sudah kuanggap Kakakku sendiri."
"Kenapa Kakakmu?"
"Ia ditimpa musibah berkali-kali, sehingga ia selalu bertanya bagaimana cara untuk menyembunyikan rasa sakitnya itu. Tapi aku tidak tahu apa jawabannya, jadi aku tanya sama orang lain."
Laki-laki itu mendengarkan cerita anak kecil itu dengan seksama. Kemudian anak kecil itu menyambung perkataannya.
"Kakakku selalu menyendiri seperti halnya yang dilakukan Kakak sekarang ini, jadi aku tanya Kakak dengan pertanyaan itu."
Laki-laki itu terdiam karena iba mendengar cerita anak kecil itu.
"Pulanglah dan hiburlah Kakakmu itu," titah laki-laki itu.
"Baik Kak. O ya Kak, nama Kakak siapa?"
"Leo."
"Baiklah aku akan mengingatnya dan memberitahu Kakakku jawabannya, terimakasih Kak," ucap anak kecil itu sambil lari menjauh dari Leo.
Orang ini mirip Kakak, siapa tau mereka cocok, pikir anak kecil itu sambil berlari kecil.
Leo hanya memperhatikan anak kecil itu yang berlari menjauh darinya hingga hilang jejaknya. Namun sempat terlintas di benaknya itu keinginan untuk membantu anak kecil dan Kakaknya itu. Lalu siapa Kakak dari anak kecil itu?
Tiba-tiba suara ponsel yang berdering membuyarkan lamunannya, membuat remaja dengan usia beranjak 17 tahun itu mengangkat panggilan yang masuk ke ponselnya itu.
Saat Leo mulai mengangkat teleponnya, terlihat dia menyunggingkan bibirnya. Seketika itu auranya menjadi menakutkan.
"Kuharap mulai saat ini kau jangan pernah menghubungiku lagi. Dan satu hal yang harus kau ingat, aku bukan lagi putramu!" desis Leo, kemudian memutus panggilan teleponnya itu.
~{Ai (untuk Leo)}~
Leo terlihat membereskan pakaiannya untuk ia kemas dalam koper. Dari pagi Leo hanya sibuk sendiri di kamar. Mempersiapkan matang-matang keberangkatannya besok lusa. Arlinda hanya tersenyum saat mendapati putranya sangat bersemangat untuk berangkat ke pesantren. "Sudah beres berkemasnya?" tanya Arlinda yang membuat Leo menoleh ke belakang. "Belum," ujar Leo sambil tersenyum. "O ya, ada yang ingin ketemu sama kamu loh," balas Ibunya. Leo pun mengrengitkan dahinya. "Siapa, Bu?" Arlinda pun tersenyum sambil menoleh ke belakangnya. Ia membawa dua orang laki-laki seumuran Leo. Arlinda pun mempersilahkan dua orang itu masuk ke kamar Leo. "Silahkan kalian temani El, Tante tinggal disini ya," ucap Arlinda pada dua orang laki-laki itu dan berakhir meninggalkan mereka. Bola mata Leo terbuka lebar, mendapati dua orang lelaki yang ada di depannya kini adalah
"El?""El sudah sadar.""Alhamdulilah..."Terdengar patah kata syukur memenuhi ruangan yang terlihat asing bagi Leo. Beberapa orang terdengar suka cita mengelilingi dirinya.Leo merasakan tubuhnya yang sepertinya tengah berbaring, dirinya hendak bangun, namun seluruh tubuhnya masih lemas. Entah kenapa tiba-tiba ia susah berbicara, selang oksigen juga masih mengurung hidungnya yang semakin mempersulitnya bicara.Apa yang terjadi? Dimana aku?Leo masih belum mengerti keadaanya sekarang. Yang ia lakukan sekarang ini hanyalah mengedarkan bola matanya melihat sekitarannya.Tiba-tiba dua orang perempuan memeluknya. Yang satu memeluk tubuhnya dan yang satu terus menciumi keningnya sambil terus menangis. Ked
Satu minggu berlalu setelah kematian Khansa. Leo memberanikan keluar rumah untuk berziarah ke makam gadisnya.Waktu satu minggu terbilang cukup untuk membuatnya kembali pulih dari kesedihannya itu. Leo memutuskan untuk menjadi sesorang yang tegar dan tidak mudah putus asa. Ia masih memiliki masa depan yang harus dipikirkan, terlebih usianya terbilang masih belia. Masih panjang perjalanan yang harus ia tempuh.Setibanya disana, ia mendapati kuburan Khansa yang masih terlihat baru. Ia pun berjongkok sembari mengelus-elus batu nisannya. Sesekali Leo tersenyum getir sambil melihat batu nisan yang bertuliskan Khansa Arima Iriana itu."Hey, aku kemari. Maaf baru kali ini." Leo berbicara sambil menaburkan taburan kelopak bunga diatas pemakaman Khansa.Segera ia membacakan surah-surah Al-Qur'an dikhususkan untuk almarhumah yakni Yasin, Al-Waqi'ah dan Al-
Key, adalah anak yang tidak tau sama sekali siapa, dimana, bagaimana orang tua kandungnya. Besar di panti asuhan membuatnya selalu menyebut dirinya buta dan tuli akan Ayah Ibunya.Sampai krisis moneter panti asuhan melanda dirinya dan anak-anak lainnya. Mendorong Key kecil harus dewasa sebelum waktunya. Ia pun bergelut dengan dunia yang sebenarnya, mencari uang dengan mengamen di jalanan.Hingga sampailah Key duduk dibangku kelas empat SD, hasilnya mengamen tidak cukup untuk membiayai sekolahnya. Maka Key mendobrak sisi baik dalam dirinya, titik hitam mulai menguasai hatinya. Hingga ia berakhir masuk ke dunia kegelapan dengan menjadi seorang pencuri dan pencopet.Jungkir balik dalam dunia hitam telah Key rasakan berulang kali. Rasa sakit seolah-olah menjadi temannya, sisi baik sudah ia sirnakan dalam dirinya. Hanya satu yang ia tuju yakni demi kehidupan yang memadai. Bermodalkan teman-teman jalanannya, Key mampu memb
Dua hari berlalu setelah pemakaman Khansa. Leo masih mengurung di kamar dengan pipi terus menitikan air mata. Sampai-sampai kantung matanya mulai terlihat gelap karena teus menerus menangis. Badannya lemah dan rambutnya kusut, dua hari ini hanya ia habiskan untuk menyandar di pintu sembari melamun. Tangan kanannya masih memegangi buku diary peninggalan Khansa. "Non Khansa berpesan sebelum kondisinya kritis. Ia meminta Bibi untuk menyerahkan tas, buku, dan laptop sama Aden. Terima ya Den, ini permintaan terakhir non Khansa." Perkataan Bi Arin terngiang di pikirannya. Leo sama sekali belum melihat isi tasnya, itu
Leo merebahkan tubuhnya di kamar lamanya. Hari ini adalah hari yang amat lelah baginya setelah menyaksikan rekonstruksi kasus Riana. Berusaha mengubur ingatannya tentang pembunuhan keluarganya itu, Leo mengistirahatkan diri hari ini. Merasa dahaga karena cuaca cukup panas, Leo beranjak ke dapur untuk mencari minuman segar. Maka diambilah jus lemon di lemari pendingin. Bersandar di jendela dapur sambil memandangi suasana kebun memanglah menghijaukan pandangan. Seteguk jus lemon yang dingin mengalir di tenggorokan dengan nikmatnya, sangat cocok diminum sebagai pemuas dahaga. Terbuai dengan suasana, tak sengaja Leo menyenggol lemari gelas di belakangnya. Senggolannya cukup keras membuat salah satu gelas jatuh dan pecah di tangan kirinya. Leo meringis karena pecahan itu melukai tangannya membuat darah segar menggenang di pergelangan tangannya. Bukan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen