Share

BAB 5 : Amplop surat berwarna Pink

Selesai menghitung seluruh jumlah uang yang ada di kedua tas hitam itu, Yeni langsung membuatkan form penyetoran, sedangkan Aruna yang telah selesai dengan form deposito dan pengajuan kartu kredit untuk Lukman, tinggal menunggu Yeni menyelesaikan tugasnya. 

“Pak Lukman, uang yang di setorkan ini sejumlah 2 Milyar rupiah, silakan bapak tanda tangani form penyetoran ini. Dan pada bagian keterangannya telah saya tulis ‘deposito atas nama Lukman’ benar ya pak, untuk uangnya sejumlah yang saya sebutkan tadi?” tanya Yeni pada Lukman yang sedang menandatangani form penyetoran.

“Ya benar.., lalu untuk pengajuan kartu kredit saya apa bisa secepatnya disetujui?” tanyanya pada Yeni.

Lalu Yeni pun menjawab, “Maaf pak untuk masalah itu yang lebih paham, mbak Aruna, Pak.”

Aruna yang mendengar pertanyaan dari Lukman langsung menjawab, “Untuk pengajuan kartu kredit bapak yang punya kebijaksanaan itu bagian kartu kredit pak. Tetapi, biasanya dengan deposito yang bapak punya, kemungkinan besar akan cepat di setujui. Apalagi bapak memblokir sejumlah deposito sebagai jaminan atas limit yang nanti akan bapak pakai.”

“Kalau boleh saya tahu, berapa limit yang bapak minta?” tanya Aruna dengan melihat ke arah Lukman.

“Kalau bisa sih, sekitar lima puluh sampai seratus juta,” sahut Lukman.

“Hmmm, baiklah pak, nanti akan saya sampaikan kebagian kartu kreditnya,” ucap Aruna.

“Mbak Aruna, nanti di blokir saja dana saya seratus juta, biar saya bisa secepatnya dapat kartu kredit,” pinta Lukman. Kemudian Aruna menjawab dengan anggukan sambil berpamitan padanya.

“Baiklah pak, nanti akan saya sampaikan ke atasan saya perihal hal tersebut, dan kami permisi dulu, kalau bilyet depositonya telah jadi, nanti akan saya hubungi bapak, terima kasih untuk kepercayaannya pada Bank kami,” ujar Aruna sambil menyalami Lukman dan kedua orang tuanya, begitu juga dengan Yeni yang bersalaman dengan seluruh anggota keluarga di sana. Dan mereka pun keluar dari rumah itu.

Sopir dan polisi yang menyertai mereka membantu untuk membawa tas berisi uang tersebut ke dalam mobil. Selesai mereka memasukkan uang tersebut ke dalam mobil, mereka pun masuk ke dalam mobil dan berlalu dari rumah mewah keluarga Lukman. 

Lukman yang mengantar mereka sampai ke halaman rumahnya, masuk kembali ke dalam rumah. Di sana tampak mama dan papanya sedang duduk di ruang keluarga. Melihat Lukman berjalan ke arah mereka, mamanya meminta Lukman untuk duduk bersama mereka. 

“Lukman, kalau mama tak salah lihat, kenapa kau dan pacarmu tadi agak canggung, seperti tak tampak pacaran,” ungkap kecurigaan mamanya.

“Benar, papa juga berpikir seperti itu, sudah berapa lama kau mengenal gadis itu?” tanya papanya dengan mengernyitkan dahinya.

“Aah.., Mama bisa aja.., Aruna itu pemalu orangnya, besok atau lusa saat dia libur, akan saya ajak ke rumah. Sudah lama Paa kenalnya. Cuma selama ini, Aruna berpikir saya tak serius. Ya sudah, tak usah dibahas lagi, saya akan ke toko dulu,” sahut Lukman berusaha menghindari percakapan tentang Aruna.

Lukman pun berlalu dari hadapan kedua orang tuanya untuk mempersiapkan diri pergi ke tokonya. Sesampai di dalam kamar, ia sempatkan untuk mengirim pesan singkat pada Aruna serta ia pun membuat surat cinta untuk Aruna.

[Pesan keluar untuk Aruna Bank : Siang mbak Aruna, jam berapa bisa saya ambil bilyet deposito saya. Lalu untuk pengajuan kartu kreditnya bisakah secepatnya? Terima kasih.]

Setelah itu, Lukman berganti pakaian, memakai parfum, dan menggunakan topi serta membawa tas selempang berwarna hitam yang berisi dompet dan ponselnya. Lalu, ia keluar dari kamarnya dan berpamitan pada kedua orang tuanya yang sedang menonton televisi.

“Alamak, harum kali anakku Lukman. Rasanya benar ia bertunangan dengan Aruna, Pah! Buktinya ia mulai berhias diri, agar tampak elok rupawan,” mamanya menggoda Lukman, kala ia mencium aroma harum saat putranya berpamitan dengan mencium tangannya.

Lukman hanya tersenyum mendengar ucapan dari mamanya. Begitu pun dengan papanya, yang tampak tersenyum ke arahnya. Lalu mamanya yang bahagia melihat perubahan putranya kembali berbicara, “Lukman, ingat, ajaklah Aruna ke rumah saat ia libur kerja, agar mama bisa menilai perangainya.”

“Iyaa Maa, Lukman pergi dulu, pamit yaa Paah, Maah,” ucapnya dan berlalu dari hadapan kedua orang tuanya.

Lukman berjalan ke mobilnya yang berada di garasi. Lalu ia masuk ke dalam mobilnya, dan mobil itu pun keluar dari pintu gerbang yang telah di buka oleh tukang kebunnya. Sesaat kemudian mobil pun melesat di antara mobil lain dalam kepadatan menjelang siang hari.

Selama di dalam mobil beberapa kali nada bip pada ponselnya terdengar, tapi berulang kali Lukman kecewa kala melihat kotak pesan yang masuk bukan dari Aruna, tetapi dari beberapa teman bisnisnya dan dari group teman sekolahnya. 

Sesampai di lampu merah dekat jalan Cikini, kembali nada bip terdengar pada ponselnya, dan untuk ke sekian kalinya juga ia kecewa, karena pesan dari Aruna belum juga masuk. Dalam hati ia berkata, ‘Apa Aruna marah karena hal yang tadi aku lakukan padanya yaa? Hmmm, bagaimana aku menjelaskan pada mama, papa kalau Aruna menolak aku? Please Aruna, jadilah istriku.

Tin.. Tin.. Tin..

Suara klakson berbunyi dari belakang mobil Lukman, dan itu membuat dirinya terkejut. Hingga membuat dirinya mengumpat, “Sialan! Bikin kaget aja, nggak tau orang lagi pusing.”

Ia lalu masuk ke area parkir yang ada di pusat pertokoan di daerah Cikini. Tempat penjualan mas dan berlian yang terkenal. Usai memarkir kendaraannya, Lukman pun naik ke lantai satu, melalui tangga menuju tokonya. Beberapa orang yang bertemu dengannya, saling bertegur sapa,  karena mereka telah saling mengenal cukup lama, dan menempati toko di dalam blok yang sama.

“Tumben siang kali Abang baru ke toko, ada halangankah?” tanya salah seorang penjual toko emas yang bersebelahan dengan tokonya.

“Tidak ada halangan Kak, hanya saja tadi ada sedikit keperluan, jadi tadi minta pada pegawai untuk bantu bukakan saja tokonya,” jawab Lukman pada salah seorang wanita yang di panggil kakak olehnya.

Lukman pun masuk ke dalam tokonya, lalu dua pekerja yang ada disana melaporkan penjualan dari jam sembilan sampai jam sebelas hari ini dengan memberikan nota yang telah di stempel. Saat Lukman sedang memeriksa beberapa nota yang diberikan oleh pekerja toko emasnya, terdengar nada bip pada ponselnya.

Lukman pun langsung meminta bantuan dari pekerjanya untuk mengambilkan ponsel yang di letakkan pada bagian atas lemari besi yang ada di dekat pintu masuk dari tokonya, “Ikhsan, tolong kau ambil ponselku di atas lemari besi itu.”

Ikhsan pun berjalan ke pintu besi yang menyimpan seluruh perhiasan dan beberapa emas batangan lalu ia mengambil ponsel tuannya dan diberikannya pada Lukman, tanpa berkata sepatah kata pun. Terlihat Lukman membuka pesan dari ponselnya, dan hatinya sangat berbahagia saat dilihat Aruna mengirimkan pesan untuknya.

[Pesan masuk dari Aruna Bank : Selamat siang pak Lukman, untuk bilyet depositonya sudah bisa di ambil. Dan untuk kartu kredit yang bapak ajukan telah saya sampaikan ke bagian kartu kredit dan atasan saya terkait dengan pemblokiran sejumlah dana, sebagai limit yang bapak kehendaki. Terimakasih atas kerja samanya.]

Selesai membaca pesan dari Aruna, Lukman yang sedang mengecek nota pembelian dan penjualan, secepatnya menyelesaikan pekerjaannya dan akan meninggalkan tokonya menuju Bank untuk mengambil bilyet deposito miliknya.

Dan ia berkata pada bagian kasir di toko emasnya, “Aisyah, aku akan ke Bank. Itu notanya telah aku cek, sepulang dari Bank nanti aku balancing uang penjualannya.

“Baik pak,” jawab Aisyah, mengambil nota yang diserahkan padanya.

Gegas Lukman keluar dari tokonya. Dan ia berpesan pada ke empat pekerjanya untuk berhati -hati, karena ia akan ke Bank. Dengan langkah panjang dan sedikit berlari kecil, ia meninggalkan tokonya menuju tempat parkir. Ia menuruni tangga dengan terburu-buru, seperti orang yang takut ketinggalan kereta. Di dalam mobil, ia pun membalas pesan singkat untuk Aruna.

[Pesan Keluar untuk Aruna Bank : Siang mbak Aruna, sekarang saya On The Way.. terima kasih atas bantuannya.]

Setelah masuk ke dalam mobil, ia pun langsung tancap gas menuju sebuah Bank Swasta yang berada di bilangan Hayam Wuruk. Dalam hatinya ia sangat bahagia, walau pun pesan yang diterima dari wanita yang diincarnya hanya berupa pesan singkat biasa antara pegawai Bank dan nasabahnya.

Tetapi keyakinan dirinya dan keinginan hatinya atas wanita yang mirip dengan tunangannya terdahulu, Almarhum Resti. Telah membawa ia pada kebahagiaan yang merajai pikiran dan hatinya. Dan sebelum sampai pada Bank yang di tuju, ia sengaja mampir pada sebuah toko roti. Kali ini ia sengaja mampir ke toko roti untuk membeli beberapa jenis roti yang akan ia berikan pada Aruna.

~Sementara di tempat Aruna bekerja~

Saat ini Aruna yang mendapat giliran makan siang pertama bersama Sari, rekan sekantornya, berjalan beriringan menuju di kantin, lalu mereka pun memesan makan siang dan Sari yang sejak kepulangan Aruna dari rumah Lukman, belum sempat mendengar cerita yang dijanjikan Aruna, karena kesibukan pekerjaan, berharap ada hal yang bisa didengarnya dari Aruna, tentang Lukman, seorang nasabah yang saat ini sedang hangat dibicarakan di kalangan Teller dan customer service.

“Runa, coba lo cerita sama gue, rumah pak Lukman seperti apa sih.., gila banget.., dia sampe deposito sebanyak 2 Milyar. WOW banget itu lelaki,” ucap Sari, sambil memberikan tanda jempol pada Lukman.

“Udah pastilah, rumahnya gede pake banget, yang pasti kaya laah,” jawab Aruna, meraih pesanan makan siangnya. Biasanya mereka duduk dalam meja bundar yang berjumlah 4 sampai 5 orang saat makan siang. Hanya saja, karena Sari akan mengorek keterangan tentang nasabah yang baru di temui Aruna, maka ia pun memilih meja makan yang memuat dua orang.

“Runa, katanya ada yang aneh sama pak Lukman, koq lo malah diam aja sih,” kembali Sari penasaran dengan diamnya Aruna.

“Udah kita makan dulu aja, kagak enak gue kalau yang lain pada denger, lo liat tuh, sapa aja yang ada di meja sebelah,” ujar Aruna, memainkan garpu yang dipegang dengan menunjuk arah sebelah meja. Dan pandangan Sari mengarah ke garpu yang di tunjuk pada Aruna.

“Ooh.., Yaa deh, gue makan dulu aja, keburu dingin soto ayam gue. Lagian lo bilang apa dari tadi, kalau Bu Krisna di sebelah kita,” setengah berbisik Sari berbicara pada Aruna.

Mereka akhirnya menikmati makanan yang mereka pesan sampai habis. Selesai makan, mereka berbicara dengan cara berbisik. Saat makan tadi, sebenarnya ia ragu untuk menceritakan hal yang terjadi di rumah Lukman, hanya saja hatinya ingin agar ia memberitahu sahabatnya.

Walaupun pada saat di rumah Lukman, ia agak tersentak dengan apa yang di tulis oleh Lukman, tetapi saat perjalanan dari rumah Lukman ke kantornya, pikirannya pun berkecamuk, oleh karena itu, ia ingin menceritakan hal yang terjadi pagi tadi, di rumah Lukman pada Sari.

“Sar.., Sini agak mendekat,” pinta Aruna, agar Sari agak mendekat padanya. Dan Sari yang melihat Aruna terlihat serius, mendekatkan telinganya sedekat mungkin dengan menggeser tempat duduknya.

“Sar.., gue sendiri bingung, mau mulainya dari mana ceritanya, tapi gue tanya sama lo, kalau ada cowok ngajak lo nikah, tapi nggak pacaran, itu mungkin.., atau enggak menurut lo?” tanya Aruna dengan nada serius.

“Runa, asal lo tau yaa.., gue itu mau denger cerita tentang pak Lukman.., bukan tentang hal nikah tanpa kenalan atau apalah itu,” dengan gereget.

 lo tanya yang gue kagak ngerti,” Sari menggerutu, tanpa menjawab yang ditanyakan.

“Sar..., itu terjadi sama gue.., lo tau enggak.., kalau pak Lukman itu,  mau.., gue.., jadi istrinya,” ujar Aruna dengan perlahan ke telinga Sari.

“Apa..!” Sari berteriak pada Aruna, sehingga beberapa rekan kerja yang masih nongkrong di kantin melihat ke arah mereka. Begitu juga dengan ibu Krisnawati yang melihat dengan wajah penuh tanda tanya.

“Maaf yaa teman-teman, soalnya gosip yang Aruna ceritakan seru bangeett,” ujar Sari dengan menunjuk ke arah Aruna. Seketika wajah Aruna terlihat pucat pasi. Ia lalu berkata pada Sari, “Apa sih Sar.., ngawur aja lo.., yuk ah balik udah habis l jam makan siang kita.”

Selesai membayar makanan yang di makan, Aruna langsung ngeloyor pergi meninggalkan Sari yang masih betah di kantin, karena memang waktu jam istirahatnya masih tersisa sepuluh menit. Dan Aruna pun berjalan dengan tergesa–gesa meninggalkan kantin dengan perasaan dongkol pada rekannya.

Dalam hati Aruna berkata, ‘Aduh nyesel banget dah gue, ngomong sama mulut ember, bikin kesel aja.’

“Aruna langsung masuk ke ruangan Customer Service untuk memperbaiki hiasan wajah dan menyisir rambutnya kembali, sebelum melayani nasabah. Dan saat Aruna sedang memakai bedak, salah seorang rekan kerjanya memanggil dirinya, “Runa, ada nasabah yang cari lo di depan.” 

Terasa ada perasaan deg-deg’an kala seorang rekannya mengatakan ada seorang nasabah yang mencarinya, karena ia tahu kalau Lukman yang akan menemuinya untuk mengambil bilyet depositonya. Cuma ia merasa ada yang lain dalam hatinya, sampai-sampai ia menenangkan dirinya dengan menarik napas panjang.

‘Gila.., kenapa gue jadi grogi begini.., sialan gegara gue cerita sama Sari, perasaan gue jadi nggak enak. OK! Runa.., fokus aja dia itu nasabah yang iseng sama lo!’ ucap dalam hatinya.

Setelah bisa mengendalikan rasa deg – deg’an di hatinya, Aruna pun bergegas menemui Lukman yang telah menunggu di depan mejanya dengan membawa bilyet deposito yang akan di ambil oleh Lukman. 

 “Maaf pak, tadi saya habis makan siang, sudah dari tadi, bapak menunggu saya?” tanya Aruna dengan menyerahkan bilyet depositonya.

“Nggak apa mbak Runa, malah saya yang merepotkan. Ini mbak, kebetulan tadi saya mampir beli untuk orang di rumah, jadi sekalian saya beli untuk mbak Runa sama tema-teman di sini,” Lukman memberikan satu kantong roti pada Aruna.

“Terimakasih ya pak, tapi lain kali jangan seperti ini, enggak enak di lihat sama nasabah lainnya,” ujar Aruna menerima pemberian Lukman. Lalu Aruna juga meminta tanda tangan Lukman, atas pengajuan kartu kredit dengan memblokir dana depositonya sebesar limit yang di minta. 

Setelah itu, Aruna bertanya pada Lukman, “Ada yang bisa saya bantu lagi pak?”

“Sudah cukup mbak, oh yaa.., tadi kertas ini tertinggal di meja kerja saya mbak,” ujar Lukman dengan menyerahkan sebuah buku tulis berikut alat tulisnya.

“Terimakasih ya pak,” ucap Aruna dengan berdiri. Lalu Lukman pun berpamitan dengan tersenyum manis ke arah Aruna.

Sepeninggalan Lukman dari hadapannya, Aruna lalu menaruh buku catatan perjalanan ke nasabah yang tertinggal di meja kerja Lukman. Dan pada saat ia akan menaruh buku itu di laci, secara tak sengaja, ia menjatuhkan sebuah amplop surat berwarna pink. Ia lalu mengambil amplop surat berwarna pink tersebut. Seketika, darahnya mendesir, melihat ada nama pada bagian depan dari amplop itu.

Secepat kilat ia menaruh surat tersebut pada kantong blazer seragam kantornya. Terpikir olehnya, ‘Kalau Sari tau, bisa bahaya dan bisa jadi bahan gosip orang sekantor.’ 

Dan akhirnya, sisa dari waktu kerjanya di hantui oleh pikiran tentang surat beramplop pink tersebut. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
madehilda
Aruna yang bersahaja.. Lanjut thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status