Saat Grand Duke berpikir putri Evelina akan segera kembali seperti dirinya semula yang selalu memohon-mohon kasih sayang. Ternyata perkiraan nya salah. Bahkan setelah beberapa hari berlalu, sifat santai Evelina tidak berubah terhadapnya.
"Ada apa denganmu Evelina?" tanya Grand Duke. "Apa maksudmu William? Memangnya aku kenapa?" tanya Evelina balik dengan santainya. "Kau..." Grand Duke terdiam. "Ya?" Karna merasa harga dirinya akan tercoreng jika ia menanyai istrinya. Grand Duke William mengurungkan niatnya untuk bertanya lagi, dan langsung tertidur dengan alasan lelah. Melihat suaminya tertidur sembari memunggungi dirinya, dari sudut bibirnya Evelina tersenyum kecut. "Kenapa dulu aku tidak menyadari bahwa pria di sampingku ini tidak mencintaiku," batinnya. Keesokan paginya di waktu sarapan. Evelina meminta sesuatu yang sangat mengejutkan sang Grand Duke. Tepat sebelum Grand Duke berangkat ke istana, Evelina mengatakan bahwa ia ingin mengelola salah satu pertambangan yang diserahkan kerajaan Romagna sebagai hadiah kepada wilayah Utara. "Apa maksud dari perkataanmu ini Evelina?" tanya Grand Duke sembari menatap tajam ke arah Evelina. Dalam batinnya Evelina berkata. "Coba lihat mata yang penuh keserakahan itu. Aku hanya ingin mengambil sedikit dari apa yang diberikan ayahku dan dia langsung mengamuk." "Kenapa kau diam?" tanya Grand Duke lagi. "William, aku sangat bosan di rumah. Apa salahnya jika seorang Grand Duchess mengelola pertambangan permata dan menyalurkannya ke toko yang ingin ia bangun dan kelola," sahut Evelina. Mendengar apa yang baru saja dikatakan Evelina. Grand Duke langsung berdiri dari duduknya kemudian dengan acuh tak acuh ia langsung berniat pergi dan menganggap pembicaraan tadi tidak pernah ada. Melihat punggung suaminya yang perlahan menjauh dan mengabaikannya, Evelina berinisiatif memaksa. "William! Berikan tambangnya atau aku akan mengajukan perceraian!" ancam Evelina. Mendengar tentang perceraian keluar dari mulut Evelina. Grand Duke seketika menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Evelina dengan tatapan remeh. "Perceraian?! Lakukan saja apa yang kau ingin lakukan. Tapi aku tidak akan pernah memberikanmu tambang itu," ujar Grand Duke kemudian berlalu pergi. Dengan pikiran Evelina tidak akan berani bercerai dari dirinya. Grand Duke berangkat menuju istana sembari menyeringai. Saat itu Grand Duke tidak tahu, kalau setelah ia pergi ke istana, putri Evelina benar-benar langsung pergi ke kuil untuk meminta surat perceraian dari pendeta. "Anda benar-benar meminta surat perceraian Grand Dhucess?" tanya pendeta yang tampak ragu. Mengingat putri Evelina selalu menempel pada Grand Duke dan mematuhinya seperti boneka kayu. Tentu bukan hal aneh jika Pendeta meragukan apa yang baru saja ia dengar terkait perceraian. "Saya benar-benar ingin mengajukan perceraian pendeta. Jadi, cepat berikan surat cerainya!" tegas Evelina seraya mengulurkan tangannya ke arah Pendeta. Setelah melihat tekad kuat di mata Evelina. Mau tidak mau akhirnya Pendeta menulis surat perceraian untuk putri Evelina kemudian menyerahkannya. "Setelah surat ini ditandatangani oleh Grand Duke, saya akan kembali lagi Pendeta." "Baiklah Grand Dhucess," sahut sang Pendeta. Sepulangnya Grand Duke William dari istana. Ia dikejutkan oleh putri Evelina yang sudah menunggunya dengan menenteng selembar kertas dengan segel kuil di atasnya. "Ini William, tanda tangani surat cerainya," Evelina menyodorkan selembar kertas tadi kepada Grand Duke William. "Apa maksudmu ini Evelina? Apa kau benar-benar ingin bercerai dariku?" tanya Grand Duke dengan raut kesal. "Jika kau tidak memberikanku otoritas atas tambang itu, aku akan bercerai denganmu." "Kau pikir kau bisa bercerai denganku!!! Jangan harap!" dengan kesal meraih lalu merobek lembaran kertas perceraian yang di sodorkan Evelina tadi. "Jika kau merobeknya aku tidak keberatan kembali ke kuil besok untuk memintanya." "Evelina!!!" teriak Grand Duke. "Ada apa?! Aku di depanmu William, kau tidak perlu memanggilku sekencang itu," sahut Evelina dengan wajah datar. Melihat reaksi putri Evelina yang tidak seperti biasanya. Dengan kesal Grand Duke mengacak-acak rambutnya kemudian membuka dasinya. "Baiklah, aku akan memberikanmu surat hak atas tambang itu besok. Jadi jangan lakukan hal konyol lagi." Setelah berkata demikian, Grand Duke berjalan menuju ruang mandi meninggalkan Evelina dengan senyum kemenangan di wajahnya. Dalam batinnya Evelina berkata. "Sudah ku duga kau tidak akan menceraikanku. Kau pasti sedang mengusahakan pelabuhan aswam dengan meminjam nama Ayahku kan! Kali ini tidak akan aku biarkan pelabuhan aswam jatuh ke tanganmu William." Keesokan harinya Grand Duke benar-benar memberikan putri Evelina surat hak atas pertambangan permata. Dan sejak menerima tambang, putri Evelina mulai sibuk mengelola permata dan membuat rancangan perhiasan di toko miliknya sendiri. Melihat putri Evelina yang sibuk, di hati Grand Duke tiba-tiba terasa sebuah debaran kencang. Deg Deg...Deg Deg..Deg Deg.. "Ada apa denganku?" batin Grand Duke. "Apa kau butuh sesuatu William? Dari tadi kau berdiri di sana tanpa berbicara sepatah kata pun," ujar Evelina sembari mengurus beberapa lembaran kertas yamg dikirim tokonya. "Kau terlihat cantik saat bekerja." Mendengar pujian yang dilontarkan Grand Duke William untuk pertama kalinya setelah bertahun tahun mereka menikah. Dengan wajah tercengang putri Evelina menoleh ke arah Grand Duke. "Ada apa? kenapa kau menatapku seperti itu Evelina?" tanya Grand Duke. "Jika saja aku yang dulu mendengar itu, betapa bahagianya aku," gumam Evelina. "Apa kau mengatakan sesuatu?" tanya Grand Duke lagi sembari mengernyitkan keningnya "Tidak, aku sangat sibuk sekarang. Jadi aku tidak punya waktu untuk mendengarmu yang hanya sekedar mengatakan bahwa aku cantik," sahut Evelina sembari tersenyum manis. Setelah mengatakan itu pada Grand Duke suaminya, putri Evelina kembali sibuk menatap lembaran kertas yang berisi rancangan-rancangan perhiasan didepan nya itu. Begitu mata Evelina melihat satu rancangan kalung dengan batu safir sebagai bahan utamanya, ia langsung memanggil Manager toko yang bekerja untuknya. "Isaak!" "Ya Grand Dhucess, apa anda sudah selesai memilih perhiasannya?" tanya Manager yang bernama Isaak. "Ya, aku ingin perhiasan ini diproduksi dalam jumlah banyak," tunjuk Evelina ke arah kalung berbentuk seperti tetesan air dengan batu safir sebagai hiasannya. "Apakah anda yakin untuk memproduksi perhiasan ini dalam jumlah banyak Grand Dhucess?" "Ya, ikuti saja perkataanku." Begitu keputusan Evelina sudah bulat. Manager toko pun pamit undur diri. Setelah semuanya selesai, Evelina dikejutkan oleh keberadaan Grand Duke William yang rupanya masih ada di sana mengamatinya. Meski demikian, Evelina yang tadinya terkejut dengan cepat merubah ekspresinya dan berjalan santai melewati Grand Duke. "Apa kau sudah selesai Evelina?" tanya Grand Duke. "Ya." "Kau sangat ceroboh. Bagaimana bisa kau memerintahkan Manager tokomu untuk memproduksi suatu perhiasan yang baru saja di buat oleh karyawanmu dan itu pun dalam jumlah banyak." Melihat tatapan remeh suaminya ke arah dirinya, dalam hatinya Evelina berkata. "Memangnya apa yang kau tahu. Sebentar lagi, kalung dengan batu safir akan menjadi trend di Utara. Bahkan hal itu akan sampai ke Kekaisaran Romagna." "Kenapa kau diam? Apa sekarang kau baru menyadari betapa ceroboh nya kau!" "Tidak! Aku hanya sedang berpikir, bagaimana bisa kau berbicara seolah aku selalu salah dalam mengambil keputusan. Bahkan di hari aku meminta hak atas pengelolaan tambang permata itu, kau terlihat jelas sangat meragukan ku kan!" Perkataan Evelina barusan sontak membuat Grand Duke terdiam dan membeku. meski Grand Duke tidak merasa ia sudah menghakimi tindakan Evelina, tetapi kata-kata Evelina membuatnya merasa demikian. Di pikiran Grand Duke saat itu, ia berpikir bahwa dirinya memang selalu mengkritik keras terhadap sikap dan Sifat Evelina. Tapi karna harga dirinya yang tinggi, ia pun tetap menyanggah perasaannya itu dan tetap membenarkan dirinya. "Ada apa dengannya?! Kenapa dia berubah?" batin Grand Duke.Kembali ke saat ini... "Jadi....alasan saya tidak bisa mengingat anda, karna anda menggunakan sihir pada saya?" tanya Evelina. "Ya, maafkan aku soal hal itu Evelina. Aku melakukannya semata-mata demi menjaga semuanya tetap aman." "Lalu bagaimana anda berhasil merebut tahta, Yang Mulia?" "Aku kembali ke Barat saat aku sudah berusia lima belas tahun. Saat itu Selir tertinggi sudah melahirkan. Sayangnya, anak itu adalah seorang anak perempuan. Awalnya Selir tertinggi tidak mempermasalahkannya, tapi karna aku yang kembali setelah dikabarkan mati, hal itulah yang memicu kemarahan Selir tertinggi." "Karna ia melahirkan seorang anak perempuan?" tanya Evelina. "Ya. Tidak seperti Romagna yang bisa menaikkan pewaris baik itu perempuan atau pun lelaki tergantung performanya. Di Barat, pewaris perempuan bisa naik tahta, hanya jika tidak ada pewaris laki-laki yang akan menjadi Kaisar. Tapi tekad ingin menjadi penguasa membuat Selir tertinggi gelap mata sampai ia melakukan pemberontakan
Setelah diselamatkan oleh Evelina terakhir kali, selama empat hari Lyrius tinggal di Istana Putri tanpa diketahui keberadaannya oleh Kaisar dan Permaisuri Romagna. "Apa namamu Lilius?" tanya Evelina. "Lyrius, namaku Lyrius bukan Lilius," jelas Lyrius untuk yang kesekian kalinya. "Humph! Itu kalna yidahku pendek. Jadi aku kecuyitan menyebut namamu," bantah Evelina sambil menggembungkan pipinya dan memalingkan wajahnya. "Hahaha begitu ya. Maafkan aku Putri kecil," bujuk Lyrius. "Baikyah. Kalna aku baik hati, aku akan memaafkanmu." Saat itu, Evelina pikir ia bisa menyembunyikan Lyrius di Istananya selamanya. Namun sayangnya harapan itu sirna. Di hari keenam Lyrius tinggal di Istana Evelina, akhirnya Kaisar mengetahui keberadaan anak lelaki asing yang saat ini tengah disembunyikan oleh putri kecilnya. Tak ingin membuang waktu lagi, sang Kais
Cerita Kaisar.... dua puluh tahun lalu saa Kaisar baru berusia lima tahun, sang Permaisuri menghembuskan nafas terakhirnya. Raja yang sangat bersedih atas kepergian Permaisuri yang ia cintai terlarut dalam kesedihan sampai tidak memperhatikan Selir tertingginya menyiksa sang Pangeran Mahkota. "Karna Yang Mulia sedang sakit, pemerintahan Kekaisaran ada di tanganku," ujar Selir tertinggi. "Baik Yang Mulia Selir," ucap para mentri dan pejabat Kekaisaran yang sudah disuap oleh sang Selir. Selama pemerintahan berada di bawah Kuasa sang Selir, Pangeran Mahkota banyak menerima perlakuan yang tidak layak baik dari para pejabat sampai para pelayan. Pangeran pikir penderitaannya itu hanya akan berlangsung beberapa waktu saja, oleh sebab itu sang Pangeran terus bersabar dan dengan tenang ia menerima semua perlakuan lancang Pelayan padanya. Sampai Selir tertinggi berbuat hal melewati batas dengan mengirim sang Pangeran Mahkota yang baru ber
Keesokan harinya, sidang pun dimulai. Di ruang sidang yang penuh dengan bangsawan-bangsawan kelas tinggi, sekali lagi Evelina dan William berdiri berhadapan dalam rangka sidang perceraian. Tapi tidak seperti sebelumnya dimana William berusaha mempertahankan Evelina dan menimbulkan banyak perdebatan di depan hakim. Kali ini, sidang berjalan dengan sangat lancar dan cepat karna William langsung menyetujui perceraian yang diajukan oleh Evelina. "Karna Grand Duke William Northern setuju dengan perceraian, maka mulai saat ini, hubungan Grand Duke William Northern dan Grand Dhucess Evelina Northern telah terputus." Tok... Tok... Tok... Begitu hakim menotok palu, senyum indah terukir dengan sangat jelas di wajah Evelina. Dan William yang melihat itu sontak tertegun. Awalnya William merasa sedih dan sedikit kesal karna ia harus melepaskan Evelina tepat setelah ia menyadari per
Kembali ke saat ini... Setelah William mendengar detail cerita Evelina, dengan kepala tertunduk ia meminta maaf kepada Evelina. Sayangnya, hati Evelina sudah mati saat itu. Dan dengan acuh tak acuh Evelina berbalik pergi meninggalkan William dengan kata maafnya. "Aku tahu semua ini sudah terlambat," gumam William. Karna Evelina sudah pergi, pelayan mansion pun menuntun William menuju pintu keluar karna William berniat pergi. Setelah itu, William langsung kembali ke mansion Northern untuk memperbaiki suasana hatinya. "Selamat datang kembali Grand Duke," sambut para pelayan Northern. "Siapkan secangkir kopi untukku dan antarkan ke ruang kerjaku!" titah William. "Baik, Grand Duke." baru saja William akan mendinginkan kepalanya di ruang kerjanya, ia malah bertemu dengan alasan pusingnya, yaitu Isbel. Mengingat dirinya tidak dalam emosi yang stabil untuk menghadapi Isbel, William pun melangkah cepat melewati Isbel dan langsung masuk ke ruang kerjanya tanpa menyapa Isbel terlebih da
Flashback saat Evelina diculik... "Ini sudah dua hari, kemana orang yang menculikku itu. Dia tidak pernah telrihat lagi," ujar Evelina dalam posisi terikat. Dengan wajah yang sudah sangat pucat dan tubuh yang melemas, Evelina merasa berkunang-kunang dan perutnya terasa sangat lapar. Saking laparnya, Evelina mulai merasa dunia di sekitarnya berputar. Dan tepat sebelum Evelina jatuh pingsan, sosok pria yang tampak mengkhawatirkannya muncul sambil berlari kencang ke arahnya. "Lyrius," gumam Evelina. Saat itu juga, Evelina kehilangan kesadarannya. Dan begitu ia membuka mata, ia sudah berada di sebuah kamar mewah dengan pelayan-pelayan berdiri di sekitarnya. Saat itu, nampak raut senang para pelayan menyambut siumannya Evelina kemudian salah satu di antara mereka terlihat buru-buru keluar dari kamar. Dengan tubuh yang masih terasa berat, Evelina pun mencoba bangun dari berbaringnya. "Ukhh! Kepalaku sakit sekali," ujar Evelina. "Grand Dhucess, silahkan makan dulu. Anda sekarang