共有

Bab 2 Ciuman Tak Terduga

作者: J Shara
last update 最終更新日: 2025-10-05 10:54:47

Ia berjalan cepat, mengitari sisi ruangan hingga menemukan lorong kecil menuju belakang stage. Hatinya berdegup makin kencang, keringat dingin mulai muncul di pelipis.

Namun langkahnya terhenti ketika seorang pria berbadan besar, jelas seorang petugas keamanan, menghalangi jalan.

“Maaf, nona. Area ini khusus untuk panitia.”

Ariel tertegun. “Ah... iya, saya... sebenarnya hanya ingin menyampaikan sesuatu pada dr. Nathan. Penting sekali.”

Petugas itu menatap curiga. “Anda peserta?”

“I-ya... saya tadi ikut seminar. Tapi...” Ariel menggigit bibir, mencari alasan. “Saya hanya butuh waktu sebentar. Tolonglah... ini soal penelitian.”

Petugas itu menghela napas, menimbang sebentar, lalu menggeleng. “Saya tidak bisa. Kalau ada yang ingin disampaikan, silakan lewat email resmi atau formulir.”

Ariel mulai panik. Matanya melirik ke arah belakang panggung, dan ia bisa melihat bayangan dr. Nathan yang hendak keluar dari pintu samping. Ini kesempatan terakhirku!

“Aku harus ke sana,” gumamnya lirih.

Dengan langkah cepat, ia mencoba menerobos, tapi petugas itu langsung menahan lengannya.

“Nona!”

“Lepaskan aku! Hanya lima menit saja!” Ariel setengah berteriak.

Suara keributan itu rupanya terdengar. Dr. Nathan menghentikan langkahnya, menoleh ke arah suara. Tatapannya tajam, dingin, seperti menembus pandangan.

“Siapa di sana?” suara Nathan terdengar tenang namun tegas.

Salah satu peserta seminar, Dokter."

"Biarkan dia masuk!"

Petugas itu langsung melepaskan Ariel, meski ragu. “Baik, Dok.”

Ariel berdiri kaku, jantungnya hampir melompat. Ia tak menyangka dr. Nathan sendiri yang mempersilakannya.

Nathan menunggu di dekat pintu samping, tangannya menyelip di saku jas putih, tatapannya tak beranjak dari Ariel.

“Jadi... kau ingin bertemu denganku?” tanyanya datar.

Ariel menelan ludah, lalu melangkah maju. “I-ya, Dok. Saya... saya perlu bicara.”

Nathan menaikkan alisnya sedikit. “Tentang apa?”

Ariel terdiam sejenak, lalu memberanikan diri. “Tentang... hal-hal yang Dokter jelaskan di seminar. Saya... butuh lebih dari sekadar teori.”

Tatapan Nathan menajam, namun tetap tanpa ekspresi berlebihan.

“Lebih dari teori?” ulangnya pelan. “Apa maksudmu? Seminar saya tadi khusus untuk pasutri. Kalau kamu peserta berarti seharusnya kamu sudah punya pasangan dan bisa mempraktekkannya dengan pasanganmu sendiri.”

Ariel menggenggam tasnya erat-erat, wajahnya memerah. Ia tahu kata-kata berikutnya bisa terdengar gila, tapi ia tidak punya pilihan.

“Maksud saya... saya ingin belajar langsung. Dari Dokter.”

Lorong itu mendadak sunyi. Bahkan bunyi langkah panitia pun terdengar samar jauh di belakang.

Nathan tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Ariel dalam-dalam, seolah sedang mengukur isi kepalanya. Senyum tipis samar akhirnya muncul di bibirnya—senyum yang entah menenangkan atau justru membuat jantung Ariel semakin berdebar.

“Belajar... langsung dariku?” suaranya rendah, nyaris seperti bisikan.

Ariel mengangguk pelan, meski kakinya hampir gemetar.

“Iya, Dok. Saya mohon...”

“Sepertinya kau masih nona, ya?” Nathan berhenti sejenak, menoleh dengan tatapan dingin. “Maaf, ilmu saya hanya khusus untuk pasutri. Sebaiknya Anda keluar dari sini.”

Nada suaranya tenang, namun tegas. Ia kembali melangkah menuju pintu.

“Dokter, kumohon...” Ariel nekat menghadang, matanya berkilat penuh tekad. “Sebenarnya aku ini adalah seorang penulis cerita dewasa... dan aku ingin melakukan riset langsung. Aku—”

Nathan memotong kalimat itu, nada suaranya makin tajam.

“Maaf, Nona. Saya tidak tertarik dengan riset atau pekerjaan Anda. Saya sibuk dan tidak punya waktu untuk meladeni Anda.”

Ia kembali melangkah. Ariel hanya bisa menatap punggungnya yang menjauh, dadanya sesak. Dalam situasi genting itu, pikirannya berpacu cepat.

Apa yang harus kulakukan? Kalau aku menyerah sekarang, aku akan kehilangan kesempatan. Tapi... dengan cara semurahan itu?

Wajah Ariel memerah, tangannya bergetar. Sekarang... atau tidak sama sekali.

“Dokter Nathan!” suaranya terdengar lantang. Ia berlari kecil dan meraih lengan Nathan, menariknya hingga pria itu berbalik menghadapnya.

Nathan mendengus, nada suaranya mulai emosi.

“Apa lagi?!”

“Maaf, Dokter, tapi...” suara Ariel melemah, namun tubuhnya menolak berhenti. Ia tahu satu-satunya jalan adalah melangkah lebih jauh.

Nathan menepis tangannya dengan kasar. “Jangan menyentuhku lagi.”

Namun Ariel tidak menyerah. Ia kembali menarik lengan Nathan, kali ini lebih kuat, dan sebelum pria itu sempat menolak, Ariel meraih wajahnya dengan kedua tangan—lalu menempelkan bibirnya ke bibir Nathan.

Ciuman itu terjadi begitu cepat, begitu nekat, hingga Nathan terkejut. Matanya membelalak, tubuhnya menegang. Refleks, ia mendorong Ariel hingga ciuman itu terlepas.

“Penulis gila!” bentaknya, wajahnya memerah karena marah sekaligus terkejut.

Namun Ariel tidak membiarkannya pergi. Dengan napas memburu, ia kembali menarik kerah Nathan, dan kali ini mendorong bibirnya lagi ke bibir pria itu. Ciuman kedua ini lebih liar, penuh pemaksaan, dan entah bagaimana—lebih bergairah.

Nathan terpaku. Wanita ini... Meski jelas tak berpengalaman, ada sesuatu yang menggairahkan dalam keberaniannya. Tubuhnya menolak, tapi rasa ingin tahu yang samar membuatnya tidak segera mendorong Ariel.

Ia tidak membalas, tapi juga tidak menolak—setidaknya untuk beberapa detik yang terasa begitu panjang. Hingga akhirnya akalnya kembali.

Dengan tenaga penuh, Nathan mendorong Ariel menjauh, kali ini agak kasar, hingga gadis itu hampir terjatuh ke dinding. Napas mereka terengah-engah, wajah Ariel merah padam, sementara Nathan tampak berusaha menahan gejolak yang tak seharusnya muncul.

“Maaf, Nona. Anda sudah keterlaluan.” Suaranya dingin, tajam. Ia merapikan jas putihnya dengan gerakan kaku, lalu berbalik melangkah cepat meninggalkan ruangan itu.

Ariel berdiri terpaku, bibirnya masih bergetar. Matanya memandang punggung Nathan yang menjauh dengan perasaan campur aduk—malu, takut, tapi juga puas karena setidaknya ia sudah membuat pria itu berhenti dan merasakannya walau sebentar.

----

Di luar, Nathan langsung masuk ke mobil hitam yang sudah menunggunya. Begitu pintu tertutup, ia menyandarkan punggung dan kepalanya ke jok, matanya terpejam rapat. Napasnya panjang, dadanya naik turun.

Wanita itu... berani-beraninya... gumamnya dalam hati. Bayangan ciuman barusan kembali menghantam pikirannya, membuatnya mendesis pelan. Sial!

Dari kursi depan, seorang pria dewasa dengan kacamata, Gerry, menoleh dengan tatapan penasaran. Ia adalah sahabat sekaligus perawat senior yang sering mendampingi Nathan.

“Sepertinya terjadi sesuatu di dalam ya, dr. Nate?” tanyanya sambil menyeringai kecil, mencoba mencairkan suasana.

Nathan membuka mata perlahan, wajahnya masih tegang. Ia terdiam sejenak, lalu merogoh saku jasnya dan mengeluarkan secarik kartu nama. Tanpa banyak kata, ia menyerahkannya ke Gerry.

“Di ruang panitia... ada seorang gadis muda. Katanya penulis.” Nathan menarik napas berat. “Tolong berikan kartu nama itu padanya.”

Gerry menaikkan alis, lalu bersiul pelan. “Siap, Dok!" Gerry terkekeh kecil, lalu keluar dari mobil dengan langkah santai, menuju kembali ke gedung hotel.

Sementara itu, Nathan masih duduk diam di kursi belakang. Namun semakin ia berusaha, semakin jelas bayangan bibir wanita itu muncul di benaknya.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Ajari Aku Bercinta, Dokter Nate!    Bab 8 Seminar Keintiman

    Ariel menatap layar laptopnya dengan tatapan kosong. Cahaya putih dari monitor memantul di wajahnya, menyoroti ekspresi serius namun lelah. Jari-jarinya menari di atas keyboard, mengetik cepat beberapa kalimat untuk outline novel barunya.Ia berhenti mengetik, menatap kalimat itu dengan pandangan kosong. Kursor di layar berkedip-kedip seperti mengejek kebuntuannya.“Hhh… apalagi ya?” gumam Ariel pelan, menopang dagunya dengan tangan kiri.Di mejanya, segelas kopi sudah dingin. Di layar lain, notifikasi media sosial muncul—Cindy, rival sesama penulisnya, baru saja mengunggah postingan: ‘Launching my new book! Thank you for everyone’s support’Ariel menatap postingan itu dengan senyum miris.“Cindy meluncurkan buku barunya dan langsung booming… sementara aku di sini, masih memikirkan outline dan—” ia menatap layar laptopnya sejenak, lalu mendesah, “—dan pelajaran dari dr. Nathan…”Tiba-tiba, ting!Suara notifikasi dari ponselnya membuat Ariel tersentak. Ia meraih ponselnya yang tergelet

  • Ajari Aku Bercinta, Dokter Nate!    Bab 7 Sarung Penyelamat

    Ariel mengangguk gugup sebelum bersuara. “Lalu... apa hubungannya, Dok?”Tatapan Nathan yang tajam namun bukan menakutkan ─ lebih seperti seseorang yang menilai kesiapan lawan bicaranya. “Kau tahu gunanya kondom?” Nathan malah bertanya balik.Ariel mengangkat wajahnya perlahan, sedikit terkejut oleh pertanyaan yang tiba-tiba itu. Ia mengangguk, tapi nada suaranya ragu. “Ya... biar nggak hamil.”Nathan menatapnya tanpa ekspresi selama beberapa detik. “Apalagi?”Ariel menggigit bibirnya. “Hmm... apa ya...” ia menatap ke bawah, menatap ujung jarinya sendiri. “Kayaknya cuma itu deh.”Nathan menghela napas pendek, lalu tersenyum kecil. “Itu memang fungsi utamanya yang paling banyak dikenal. Tapi bukan satu-satunya.”Nathan merebut pulpen milik Ariel dan menarik buku catatan gadis itu, memulai menggambar garis sederhana di depan Ariel. “Kondom juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit menular sex seperti HIV, sifilis, gonore, klamidia... dan banyak lagi.”Ariel menatap serius. “Jadi, b

  • Ajari Aku Bercinta, Dokter Nate!    Bab 6 Safety

    “Ariel.. kau tahu, kemarin Cindy launching lagi buku terbarunya.”Ariel menahan sendok sereal di udara. “Cindy?” alisnya terangkat. “Launching buku baru lagi? Bukannya bulan lalu dia baru launching? Kok—kok sudah launching lagi?”Silvi memasang wajah takjub sembari mengusap cover buku yang ia pegang seperti mengelus kucing. “Ya, dan kau tahu, Riel… penjualannya langsung membludak dan—”“—dan kamu udah beli,” sela Ariel setengah manyun.Silvi tertawa kecil sambil memutar bola mata. “Aku membelinya dan memang ceritanya sangat bagus dan bikin penasaran tiap babnya. Lihat deh.” Ia mengayun-ayunkan buku itu seperti piala.Ariel memerhatikan judul di sampul dengan raut cemberut. Dadanya menghangat oleh sesuatu yang bukan kopi. “Cindy… penulis seangkatanku… editor George juga… kok bisa secepat itu?” gumamnya, lebih kepada diri sendiri.Silvi menyandarkan punggung ke sandaran ranjang. “Kayak gimana sih ceritanya? Penasaran nggak? Eh.. siapa tau kalau kau baca bisa membantu jadi referensimu, R

  • Ajari Aku Bercinta, Dokter Nate!    Bab 5 Pengetahuan

    “Jadi.. apa yang harus aku ketahui sebelum aku menulis adegan intim, dok?” Ariel begitu penasaran, tangannya yang memegang pulpen siap menulis di buku catatan yang sudah ia siapkan sendiri. “Pertanyaan yang bagus dan terlalu to the point...” kata Nathan dengan alis terangkat. “Untuk menulis adegan intim agar pembacamu bisa larut dalam tulianmu, tentu yang pertama kau harus tahu rasanya berhubungan intim, Ariel,” tambahnya dengan raut wajah serius. “Aku siap, Dok!” koar Ariel begitu semangat. Nathan mengangguk-ngangguk kecil. “Tapi... sebelum kamu mengenai praktik bercinta lebih lanjut, kau harus tahu urutan yang mesti kau pelajari.” “Apa saja itu, dok?” Ariel bertanya antusias. “Yang pertama pengetahuan, kedua keamanan, ketiga komunikasi, keempat kesiapan emosional, kelima foreplay, dan yang terakhir...” Nathan mendekatkan wajahnya ke Ariel hingga gadis itu menarik punggungnya, wajah Nathan begitu serius menatap mata Ariel. “Intercourse itu sendiri,” tambah Nathan. Ar

  • Ajari Aku Bercinta, Dokter Nate!    Bab 4 Deal

    “Maaf, aku sudah mengatakan pada nona ini kalau dokter Nathan sudah selesai dengan pasien hari ini,” ucap perawat berparas manis itu, sedikit khawatir melihat tamunya yang tampak keras kepala. Belum sempat Ariel membalas, suara berat nan tenang terdengar dari mulut Nathan. “Tidak apa-apa, Laura. Nona ini hanya sebentar saja,” kata dr. Nathan, langkahnya mantap dan wajahnya tetap tenang seperti biasanya. Perawat bernama Laura menatap heran, tapi segera mengangguk hormat. “Baik, dokter.” Ia lalu meninggalkan ruangan, menutup pintu dengan lembut di belakangnya. Ariel menelan ludah. Suara detak jantungnya seolah menggema di ruang hening itu. “Dr. Nathan…” ucapnya pelan sambil melangkah maju. “Aku penulis… penulis yang waktu itu datang ke seminar dokter hari Sabtu lalu. Aku sempat memperkenalkan diri—” Nathan menyandarkan punggungnya ke kursi empuk, matanya menatap lekat perempuan muda di hadapannya. “Ya, aku ingat,” katanya singkat. “penulis cerita dewasa itu, kan?” Ariel

  • Ajari Aku Bercinta, Dokter Nate!    Bab 3 Pertemuan Tanpa Janji

    Ariel masih berdiri terpaku di ujung lorong hotel, napasnya belum juga tenang meski punggung dokter itu telah lama menghilang dari pandangan. Jantungnya berdetak keras, tidak hanya karena malu atau panik—tapi karena sesuatu yang tak bisa ia jelaskan. Ada sesuatu di mata Nathan tadi, sesuatu yang membuatnya yakin kalau pria itu tidak sepenuhnya menolak dirinya. Ia mengusap bibirnya pelan. “Aku gila,” gumamnya dengan suara bergetar. Tapi senyum kecil justru muncul di wajahnya. “Setidaknya… dia tidak akan lupa padaku.” Langkah-langkah cepat terdengar mendekat. Ariel buru-buru menegakkan tubuh, bersiap kalau-kalau Nathan kembali untuk menegurnya lagi. Tapi ternyata yang muncul adalah pria berkacamata dengan wajah ramah—orang yang tadi ia lihat berdiri di dekat dokter Nathan saat seminar berlangsung. “Permisi, Nona Penulis, benar?” tanya pria itu sopan. Ariel mengangguk bingung. “Iya, saya memang seorang penulis. Ada apa, Pak?” Pria itu tersenyum kecil, lalu mengeluarkan sesuat

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status