MasukTessa menegang, apalagi saat melihat senyum miring yang terlihat jelas di wajah Biya. Perempuan itu melangkah mendekat, pelan, terkontrol, seperti sedang menikmati setiap detik sebelum menerkam mangsanya. Kedua tangannya terlipat santai di depan dada, namun matanya menohok tajam."Kamu membicarakan kesalahan design saya begitu detail, Tessa. Itu membuat saya cukup impresif dengan daya ingat kamu, tapi sayangnya kamu melakukan kesalahan dengan membongkar kelakuanmu sendiri."Biya berhenti tepat di depan Tessa, mencondongkan tubuh sedikit, senyumnya makin menusuk. Tessa mundur setengah langkah tanpa sadar, jari-jarinya mencengkeram binder yang ia pegang.“Sa-saya hanya ingin membantu menemukan pelaku tuduhan plagiasi,” ucap Tessa, berusaha menahan getaran suaranya.“Really?” Biya menaikkan alis sambil tersenyum tipis. "Bukan penasaran dengan reaksi dan respon saya dalam memberikan sanksi dan hukuman pada pelaku?"Biya mendekat, memiringkan kepala seolah sedang mengamati sesuatu yang luc
Fakta hubungan masa lalu Mr. Wiratama dan Ms. Biya sudah mencuat kepada seluruh staff kantor. Tidak ada yang dapat memastikan bagaimana respon semuanya, karena setelah Bagas masuk ke dalam kamar mandi, Biya memutuskan keluar. Duduk dikursinya, menunduk dan menatap pekerjaannya."Konyol," gumamnya lirih.Tanpa memedulikan siapapun, tidak berinteraksi dengan siapapun, Biya hanya melakukan pekerjaaannya mencoba membenahi design nya. Ia sudah tidak peduli lagi kalau masalah plagiasi itu tidak terselesaikan, satu yang pasti gadis itu sudah tidak peduli apapun."Ms. Biya," panggil Tessa, salah satu staff dari tim designer."Ya?" Biya mengangkay wajahnya. Setelah sekian lama, gadis itu mendongak dan mendapati Tessa yang berdiri dengan memegang map."Perihal plagiasi sudah diselesaikan oleh Matteo dan Mr... Mr. Wiratama. Kamu tidak perlu mengubah apapun, kita tetap bisa menampilkan design ini."Tidak ada reaksi. Biya hanya terdiam lalu menganggukkan kepalanya. Bahkan ekor matanya tidak menata
"Why do you looking at me like that?"Sebuah tanya yang Valerie lontarkan begitu tatapan itu terasa mengintimidasi. Meski masih berpenampilan berantakan khas orang baru bangun tidur, tidak menampik bagaimana mata tajam itu menghunusnya."What do you think?" justru Bagas semakin berbalik bertanya dengan nada yang Valeris yakini itu seperti menguji.Biya yang awalnya fokus melihat designya mulai merasa suasana menegang. Tatapannya berpindah dari laptop menuju dua orang yang sedang mengeluarkan aura menegangkan."Kamu pikir aku yang bocorin ide dan semua designnya?" mulai ada nada tinggi dalam kalimat Valerie.Tangan perempuan itu menggenggam erat, seolah bisa meremukkan kukunya sendiri. Di lain sisi, Bagas hanya menelengkan kepala tidak peduli dengan kalimat dan reaksi Valerie."Atas dasar apa kamu mengira saya berpikir seperti itu? Saya hanya bertanya, Valerie."Jawaban Bagas tidak membuat Valerie lega, justru semakin meradang dengan wajah memerah."Aku nggak ada hubungannya dengan des
Langkah tergesa itu datangnya dari salah tim yang juga turut serta berada dalam design milik Biya. Sontak saja, keduanya langsung menjauh, dan Bagas melepaskan jemarinya dari wajah si gadis. “Pe-permisi, Mr,” suara anggota tim itu terdengar terburu-buru dan sedikit gemetar. “Saya mendapatkan informasi bahwa yang membocorkan file desain-”Dia terhenti.Terlambat menyadari atmosfer ruangan yang begitu tebal dan aneh. Bagas yang masih berdiri dekat sekali dengan Biya, napas keduanya yang belum stabil, pipi Biya merah, dan kondisi Bagas yang masih berantakan.Kecurigaan dan ketegangan langsung membuat anggota tim itu menelan ludah. Bagas mengangkat dagunya sedikit, ekspresi berubah tajam seperti CEO dingin yang semua orang takutkan.“Lanjutkan,” perintahnya.Anggota tim itu menggenggam tablet di tangannya lebih erat.“File desain Ms. Biya, bocornya bukan dari orang luar, Sir. Kami menemukan jejak akses dari-”Dia berhenti lagi, wajahnya semakin pucat. Biya menahan napas. Bagas menajamka
Sementara itu, di kantor pusat yang lampunya masih menyala hingga lewat tengah malam, Bagas berdiri di depan meja Matteo dengan rahang mengeras. Kemejanya sudah dilepas dari kancing teratas, lengan kemeja digulung hingga siku menunjukkan bahwa kesabarannya sudah habis sejak beberapa jam lalu.Matteo menatap layar laptop yang dipenuhi tab berita, komentar, dan potongan unggahan yang menuduh desain Biya menjiplak Skylar.“Saya merasa ini seperti sudah disiapkan dengan matang,” gumam Matteo sambil mengusap wajahnya lelah.Bagas memutar kursinya, menatap monitor besar di dinding. Jejak digital yang baru saja Matteo buka menunjukkan seseorang mengunggah postingan pertama tepat empat menit setelah desain Biya dipresentasikan internal. Mustahil jika orang luar memiliki akses langsung.“Entah bagaimana, saya yakin dia disini,” suara Bagas dingin, rendah.Matteo mengangguk. “Betul, Sir. Ini bukan pekerjaan amatir. Mereka menggunakan akun palsu, tapi servernya masih bisa ditarik. Saya butuh sed
Biya membeku. Seluruh darahnya seperti berhenti mengalir.Bagas menoleh cepat pada Matteo yang sedang menstabilkan nafasnya. Tatapan Bagas begitu menusuk, rahang mengeras, aura ruangannya merosot drastis bagaikan badai yang baru dipecut.“Apa?” suaranya rendah, bahaya, menahan amarah.Matteo mengangguk gugup. “Baru saja muncul, Sir. Beberapa akun besar fashion di Instagram repost, mereka bilang desain summer line Biya mirip Skylar Venti Collection. Komentar publik sudah mulai ramai.”Biya menggeleng cepat, matanya membesar. “B-bukan saya, Pak. Itu desain saya sendiri. Saya nggak- saya tidak-”Bagas mengangkat satu tangan, menghentikan penjelasannya, bukan untuk mengabaikan, tapi karena terlalu marah karena kabar tidak menyenangkan.Pria itu menarik napas panjang, mengatur amarahnya. “Tablet.”Matteo langsung menyerahkan tabletnya yang sudah menampilkan akun Instagram. Dalam hitungan detik, wajahnya berubah semakin gelap karena membaca komentar-komentar yang brutal."Designer pemula ta







