Share

Aku Ingin Kamu 1

“Aku bukannya anak muda atau belia yang penuh dengan cinta-cinta monyet saat bertemu dengan pria pujaan hati ‘kan? Tapi kok dadaku terasa bergetar.” Zahra berbisik pada dirinya sendiri. Dia membuka pintu rumahnya kemudian menutup kembali dan bersandar di belakangnya.

***Meyyis***

Zubaedah mengerutkan keningnya melihat tingkah aneh putri satu-satunya itu. Dia yang sudah siap dengan mukena menutupi tubuhnya akan pergi ke masjid. Demikian juga dengan putri kecilnya Jelita. Anak kecil yang memiliki keistimewaan itu sudah siap dengan mukena warna merah muda berbunga warna-warni. Anak itu mengatakan dengan tangannya apa yang terjadi?

“Tidak apa-apa, Sayang. Ma, mungkin Zahra akan tarawih sendiri di rumah. Kalau tidak nanti menyusul. Belum mandi juga.” Zubaedah mengangguk seraya menggandeng tangan cucunya. Wanita paruh baya itu membuka pintu kemudian menutupnya kembali. Zahra berjalan pelan ke arah kamar mandi. Dengan tang kirinya dia menyambar haduk dan mandi. Dengan guyuran air yang dingin wanita itu merasa rileks. Tidak butuh waktu lama wanita itu sudah selesai mandi. Mungkin saja, masih ada waktu untuk berjamaah salat Tarawih. Namun terlebih dahulu dirinya salat Isya munfarid di rumah. Saat dia sedang salat Isya, terdengar bunyi berdering dari poselnya. Setelah salam, Zahra menengok siapa gerangan yang telah mengganggunya waktu-waktu penting seperti itu.

Zahra mengembuskan napas kasar. Resiko menjadi tour guide seperti itu. Tidak tahu waktu. Apalagi si bule yang tidak mengerti adat Ramadan. Zahra membiarkan saja. Dia bergegas pergi ke masjid untuk menunaikan salat Tarawih walau sudah terlambat.

Marc berkali-kali menelpon Zahra untuk menanyakan bagaimana caranya melaksanakan salat Tarawih. Selepas mandi tadi, dia mencari-cari artikel di mesin pencarian untuk mengetahui hal-hal dasar dari Islam termasuk kajian Ramadan. Lelaki berhidung mancung itu sedikit kesal ketika panggilan ke tiga puluh kalinya tidak direspon oleh Zahra. Kemudian dia menepuk keningnya sendiri karena merasa tindakannya konyol. Jam sekarang pasti Zahra sedang salat Tarawih seperti yang diberitakan artikel itu.

Lelaki ras Eropa itu meraih gelas air yang ada di rak dan menuangkan air putih ke dalam gelas bening tersebut. Biasanya jam segini dia sudah berburu club malam untuk melepas penat dengan mendengarkan dentuman musik keras. Tapi sejak mengenal Zahra dia tidak berminat. Bukan karena tahu bahwa dugem tidak diperkenankan. Entah mengapa dunianya berfokus pada Zahra seorang.

Lelaki bermata almond itu meletakkan gelasnya di atas bar kecil dapurnya. Setelah itu tempat favoritnya adalah balkon. Memandang langit dan hiruk pikuk jalanan seakan menjadi aktivitasnya yang paling di sukai. Di langit yang sudah menggelap itu, terlihat wajah ayu sang bidadari bernama Azahra Ardillah memenuhi langit malam itu. Mata Marc berkedip-kedip seolah dapat menanggalkan pandangan tentang wanita itu dari bayangan matanya. Tidak berapa lama, dia kembali ke dalam untuk melihat apakah Zahra sudah online? Maka Marc tersenyum ketika Zahra terlihat mengetik di dinding aplikasi berwarna hijau itu.

Lelaki itu berselebrasi seakan memenangkan sesuatu. Dengan percaya diri dia menyisir rambutnya yang masih basah dengan jari-jari tangannya. Pergerakannya itu membuat karismanya terpancar dari sorot matanya yang tajam. Senadainya saja, Zahra melihatnya.

“Apa yang mau ditulis? Aku menunggumu. Mengapa tidak dikirim-kirim?” Marc kesal sendiri ketika Zahra tidak juga mengirim pesannya. Zahra di seberang sana menepuk keningnya. Ternyata Marc mengintainya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status