“Kenapa? Laper, ya? Kita makan di luar saja.” Fatih menyuruh Diva mengenakan matel karena udara malam di sini dingin. Diva mengikuti arahan suaminya. Karena belum punya, dia memakai punya Fatih sehingga terlihat kedodoran.
***MEYYIS***
Diva berjalan di atas pembatas jalan sambil sesekali melompat. Wanita itu memang pantas dijuluki bola bekel. Selalu saja tingkahnya begitu.
“Sayang, hati-hati.” Diva melompati bangku panjang dan berputar kemudian mendarat di depan dua muda mudi yang sedang memadu kasih. Sang lelaki memberinya bunga dan berlutut. Diva mengambil bunga yang ada di tangan pria itu kemudian menyelipkan ke telinga kiri wanitanya, sehingga mereka melongo kemudian tertawa.
“Success for you, don’t take too long to apply.” Diva memutar dan meninggalkan pemuda itu yang mematung. Fatih menepuk jidadnya. Dia setengah berlari mengejar sang istri. Wanita itu mende
“Tidak perlu minta maaf, kau selalu cantik apa pun kondisinya. Aku tetap mencintaimu, Bidadariku.” Ah, jantung Diva terasa lompat-lompat cari perhatian untuk di sentuh dadanya. Wajah Diva sudah serupa kepiting rebus yang baru diangkat dari dandang. Merah merona.“Ih, peres.” Diva menutup wajahnya yang sduah kepalang malu.“Bener, kamu sangat cantik.” Fatih mencolek dagu Diva. Wanita berkerudung navy itu semakin panas dingin dibuatnya.***Meyyis***Diva berjalan di atas pembatas jalan sambil sesekali melompat. Wanita itu memang pantas dijuluki bola bekel. Selalu saja tingkahnya begitu.“Sayang, hati-hati.” Diva melompati bangku panjang dan berputar kemudian mendarat di depan dua muda mudi yang sedang memadu kasih. Sang lelaki memberinya bunga dan berlutut. Diva mengambil bunga yang ada di tangan pria itu kemudian menyelipkan ke
“Tidak perlu minta maaf, kau selalu cantik apa pun kondisinya. Aku tetap mencintaimu, Bidadariku.” Ah, jantung Diva terasa lompat-lompat cari perhatian untuk di sentuh dadanya. Wajah Diva sudah serupa kepiting rebus yang baru diangkat dari dandang. Merah merona.“Ih, peres.” Diva menutup wajahnya yang sduah kepalang malu.“Bener, kamu sangat cantik.” Fatih mencolek dagu Diva. Wanita berkerudung navy itu semakin panas dingin dibuatnya.***MEYYIS***Hari ini sudah hampir satu bulan Diva dan Fatih di negeri piramida itu. Malam ini Fatih sudah bilang akan pulang terlambat. Sebenarnya Diva diajak, tapi dia tidak mau karena merasa lelah. Sepertinya sering bercinta bukan hanya memberikan efek bahagia saja, lebih dari itu maka efek lelah membuatnya hari ini tidak semangat untuk ikut. “Ya sudah, nanti akan aku kirim makanan saja ke rumah. I Love you, Sayang.”&nb
Sementara itu meninggalkan kekepoan seorang Diva yang begitu tinggi maka di bawahFatih sedang berbicara dengan seorang wanita keturunan Mesir. Dia seorang wanita yang cerdas juga cantik. Sudah lama mengagumi Fatih. Tapi rasa sukanya dianggap Fatih hanya rasa biasa sesama teman saja. “Sabrina? Kamu menyusul kemari? Ada apa?”BAB CXVWANITA LAIN?Sementara itu meninggalkan kekepoan seorang Diva yang begitu tinggi maka di bawahFatih sedang berbicara dengan seorang wanita keturunan Mesir. Dia seorang wanita yang cerdas juga cantik. Sudah lama mengagumi Fatih. Tapi rasa sukanya dianggap Fatih hanya rasa biasa sesama teman saja. “Sabrina? Kamu menyusul kemari? Ada apa?”Gadis berkerudung lebar itu tersenyum. “Aku sengaja menu
“Aku berbuat baik dengan siapa pun, Brina. Kau yang kelewat baper. Bukan hanya kamu yang aku baikin, dengan Bu Rusda juga aku baikin. Lalu bagaimana bisa kau menuduhku memberi harapan palsu?” Fatih meninggalkannya masih sesenggukan. Dia setengah berlari menaiki tangga. Sedangkan Sabrina sangat kacau sekarang. Diva sendiri juga kacau saat melihat Fatih dan Sabrina ... ah, apa tadi? Berpelukan dan Fatih menerima saja. Terang saja, karena Sabrina begitu cantik. Demikian pikir Diva.***MEYYIS***Diva tengkurap di atas tempat tidur saat Fatih mulai masuk ke dalam kamar. Fatih tersenyum karena mengira Diva telah tidur seharian. Dia mendekat dan memeluk Diva. Tapi dia mengerutkan kening setelah tidak sengaja memegang pipinya basah.“Hai, istriku menangis? Kenapa? Aku tahu, kamu melihat Sabrina memelukku? Jangan cemburu ... dia ....” Fatih menghentikan kaliamtnya.“Lepaskan aku! M
Siang itu sangat terik. Azahra menyibak kerudungnya karena sangat kegerahan. Dia sudah sampai di rumah. Rumah sederhana yang dihuni oleh ibu dan putri kecilnya yang sangat istimewa. Azahra adalah seorang single parent dengan satu anak. Suaminya meninggalkannya tiga tahun lalu. Wanita dua puluh sembilan tahun itu harus menerima kenyataan ditinggalkan sang suami ketika putrinya Jelita menderita kelainan. Usia Jelita pada waktu itu masih tiga tahun. Kini gadis istimewanya Azahra sudah berusia enam tahun.Azahra bukan wanita biasa. Dia lulusan luar negeri dengan gelar istimewa. Ijazahnya diraih juga dengan perjuangan dan beasiswa. Namun semua itu tidak berarti ketika menikah dengan Raehan. Lelaki tinggi tegap dengan kulit sawo matang khas keturunan Jawa itu, tidak memperkenankan Azahra untuk bekerja. Alasannya sungguh klasik. Wanita itu sudah kodratnya dapur, sumur dan kasur. Sebagai istri yang luar biasa, Azahra mengubur dalam-dalam seluruh cita-citanya te
Wanita dengan kulit kuning langsat dan selalu berkerudung rapi itu mengganti gaunnya dan memakai jilbab. Baju yang dia pakai sekarang berwarna krem dengan bunga-bunga kecil melingkar bertebaran hampir di ujung gaunnya. Jelita sang putri tercinta menarik gaun sang mama.“Jelita, Sayang. Mama harus kerja, oke? Untuk apa?” Jelita menunduk.“Oh, jangan bersedih! Jelita main sama Nenek dulu, ya? Jelita ‘kan anak baik, anak soleha.” Anak kecil itu mengangguk.“Kemari, Sayang. Jelita ingin membeli peralatan gambar ‘kan? Mama harus kerja untuk membelinya.” Jelita terlihat berbinar. Anak kecil berusia enam tahun itu berlari ke arah neneknya yang masih ada di dapur untuk membersihkan sisa makan siang hari ini.“Ma, Zahra pergi dulu.” Zubaedah mengelap tangannya dan keluar dari dapur untuk menyambangi sang anak yang ak
Marc dan Jason sudah hilang dari pandangan Zahra. Saat akan membayar makanan tersebut, ternyata sudah diselesaikan pembayarannya. Zahra mengucapkan terima kasih setelah itu keluar dari restoran tersebut. Sementara itu, Jason dan Marc berdebat di dalam mobil yang melaju.“Kau ini bagaimana, Je. Aku masih ingin bersama Zahra.” Marc merajuk seperti anak-anak yang marah mainannya diambil.“Marc, kau tidak berperasaan. Kontrak kita baru besok berjalan. Zahra mempunyai keluarga.” Marc bedecak. Dia tidak lagi mendebat sahabatnya itu. Dia memilih manyun dan melihat ke arah jendela. Sedangkan Jason kembali fokus menyetir. Lelaki berkebangsaan Prancis itu hanya menggeleng. Mereka sudah sampai di apartemen yang disewa Marc saat berada di Indonesia ini. Lelaki itu berjalan mendahului Jason. Dia masuk ke dalam apartemen setelah melalui lift. Jason sendiri santai berjalan ke arah hunian tersebut.“Marc, k
Marc mengangguk. Dia tidak memaksa jika memang Azahra tidak ingin makan bersamanya. Lelaki berdada bidang itu mempersilakan dengan tangannya untuk wanita berjilbab itu diantar pulang.“Boleh aku mengantarmu pulang?” tanya Marc.“Apa tidak merepotkan?” Zahra menatap Marc yang sudah berdiri di depannya.Marc tersenyum dengan manisnya seluruh gula menempel di bibirnya. Bahkan senyum itu baru pertama kali tersungging untuk sang wanita.“Sama sekali tidak. Ayo!” Mereka berjalan beriringan. Ingin jari-jari Marc meraih pundak Zahra yang ada di sampingnya. Kemudian ingat beberapa kalimat yang diucapkan oleh Jason Bahwa itu termasuk tidak sopan bagi wanita Muslim semacam Zahra. Marc menggaruk tengkuknya untuk menetralkan perasaannya. Belum pernah dirinya salah tingkah di depan seseorang apalagi seorang wanita. Apa sebenarnya yang dimiliki Zahra? Marc sendiri tidak mampu men