Share

Kontrak dan sebuah rahasia

Roda mobil Mercy berputar dengan terstrukur, mengantarkan Bintang dan Cinta ke rumahnya yang berlokasi di Buah Batu. Bintang duduk dengan begitu indah, matanya menatap ke arah jendela yang mewah. Ia terus memandang jalanan Bandung yang padat di pagi hari. Mobil berderet-deret seperti semut-semut yang berburu gula, dan pejalan kaki bagai kuman-kuman kecil yang mencari eksistensi kehidupan. Cinta terus terdiam, bungkam. Hatinya masih bertanya-tanya tentang misteri kehidupannya.

"Ta..., " Bintang membuka pembicaraan. Dia mencondongkan badannya ke arah Cinta, lalu tangan kekarnya menggenggam jemari Cinta yang rapuh. Rona merah memancar dari pipi Cinta yang mulai bersemi. Dengan lembut Cinta bertanya, "apa?"

Bintang menghela nafas panjang, Cinta mencium alunan nafasnya. Aroma mulutnya tercium seperti permen karet yang menyegarkan, namun apa yang diucapkan bibirnya jauh lebih menyegarkan hatinya. Sambil memelas Bintang berkata, "Ta, maafin Bunda gue, ya? "

"Gue dengar dari Bunda Laila katanya Bunda waktu semalam marah pisan sama lo."

Pertengkarannya dengan Bunda Saras kini sudah sampai di telinga anakya. Cinta tersenyum indah, dia begitu kagum dengan sosok Bintang yang mau minta maaf atas dosa Bunda nya. Tiba-tiba Bintang nyeletuk, "ini salah lo juga sih. Coba kalo lo gak nendang muka gue, pasti Bunda pasti gak akan semarah itu. "

Wait. Cinta semakin terheran. Sepertinya Bintang belum paham, dan dia gak mendengar berita yang sebenarnya : dimana Bunda Saras membenci Cinta karena dia anak kasta pembantu. Cinta melepas genggaman tangan Bintang, dia lalu tersenyum padanya. "Gak minta maaf pun, aku pasti maafin bundamu kok."

"Nah, bagus lah kalo gitu! " Bintang merasa lega karena Cinta telah memaafkannya. "Sekarang baiknya lo pulang ke kandang lo, dan minta maaf pada si Tante! "

Waktu melangkah lebih cepat, mobil Bintang sudah sampai dihalaman rumahnya, Cinta keluar dari mobil lalu menemui Tante Agartha yang sedang asyik ngopi di pagi hari. Sebelum menutup pintu, Bintang berkata, "bilangin ke Tante lo juga ya, maafin gue juga."

"Maaf? "

"Penuaan dini, " kata Bintang menjelaskan.

Cinta tersenyum kecil. Bintang dan Mang Jaka pun kembali melesat meninggal Cinta yang sudah sampai di istananya, sementara Cinta mencium tangan si nyonya dengan mesra.

***

Cinta memasuki kamar Bunda nya, ia membawa sebuah album biru berisi nostalgia masa kecil Sang Ibunda. Dari foto ultah, ribuan di Taman Mini, hingga festival sekolah, tak satu pun ia melihat foto Raja Zulkarnsen kala masih bocah. Ini aneh sekali.

"Ada apa Cinta?" Tante Agartha penasaran. 

"Enggak tante. " Cinta merasa belum tepat tuk menjelaskannya. Sebuah kebenaran terkadang lebih menakutkan dari kecoa sekali pun — Cinta belum siap akan hal itu. 

****

Di Minggu kelabu, Cinta kembali ke Taman Jomblo, tetapi sosok berandal yang diharapnya tak kunjung hadir di sana. Yang dia lihat hanyalah seorang lelaki kontet mirip kurcaci—berjambul tinggi, dengan gigi kelinci— yang berdiri di atas kursi kotak yang paling tinggi. Yang konon, tinggi kotak tempat duduk itu menunjukan sudah berapa lama ia menjomblo. Dan seandainya Si Cebol adalah kurcaci betulan, rasanya sudah ribuan tahun jadi jones.

"Siapakah dia? " Pikir Cinta. Jangan bilang Alwinn menciut gara-gara kebanyakan makan mecin. Sekilas gayanya seperti anak motor: sebuah jacket hitam  berpadu dengan jeans merah muda. Kacamata bentuk cinta yang menghalangi pandangannya, menambah kesan imut lelaki cebol itu. Tangan mungilnya terus melambai-lambai ke arah Cinta, namun Cinta tak tangguh tuk menghampirinya.

"Ke sini Putri Cinta! Ke sini! " Si kurcaci berjingkrak-jingkrak lalu turun dari kursinya, ia mulai mengejar Cinta, Cinta  langsung  berlari ketakutan mencoba menghindarinya. Sebuah tangan besar nan gempal menahan lajunya. Badannya sebesar pesumo, namun kulitnya yang kuning, dan matanya yang belo membuatnya jadi mirip ore Shrek  di film Disney. Gemas namun menyeramkan.

"Jangan takut, Bobo bukan pejabat. " Mungkin maksudnya penjahat. Bobo berkata,  "Bobo ke sini disuruh menjemput nyonya Cinta. "

Tiba-tiba laki-laki bernama Bobo itu menunduk. Laksana seekor Gajah, Bobo meminta agar Cinta naik ke atas punggungnya yang tebal. Gadis mungil ikuti naik ke atasnya, tangannya berkalung pada leher Bobo, dan kereta Cinta pun langsung meluncur. Disampingnya, sang Kurcaci berjalan menemani Cinta yang penasaran.

"Kenalin, namaku Dian, Tuan Putri! " Lelaki cebol itu mengenalkan namanya. "Aku adalah ajudan dari tuan Alwinn." Nampak ramah walau rupanya sedikit sangar dan mirip beruk. Cinta berharap Dian bukan lah titisan boneka Chucky yang sering buatnya ngompol di celana pas kecil. 

"Tuan Alwinn? " Cinta semakin tak paham, dengan keanehan sahabatnya itu. Ia tak percaya sosok Alwinn yang mantan tuan tawuran punya kroco seperti ini.

"Sudah sampai! " Bobo mendadak berhenti. Dia berhenti di sebuah gudang tua ya g terletak di pinggir kebun. "Kita sudah sampai, wahi nona Cinta. " kata Bobo.

Sebuah gudang di sisi kebun jadi tempat pertemuan rahasia. Cnta turun dari "kudanya" lalu masuk ke dalam gudang kumuh itu. Dia bertanya-tanya ada mahluk seperti apa di dalam sana. 

***

Di ruang yang gelap Cinta duduk dihadapan Alwinn, tepat di atas kursi putih di belakang meja bundar yang terletak didepannya. Mereka saling berhadap-hadapan. Gayanya begitu formal : sebuah jasa berwarna pinky, dengan dasi kuning yang shining. Sepatu bootnya mirip sepatu mafia di film-film barat. "Jangan-jangan dia mafia? " Pikir Cinta. 

Alwinn meletakan sebuah koper besar berwarna emas yang sedari tadi digenggamnya, Cinta penasaran dengan isinya. Kala dibuka ternyata isinya adalah sebuah kertas perjanjian berwarna putih polos, sehelai bulu merak berwarna biru laut, dan sebuah cincin perak berbentuk cinta.

"Jadi, apakah anda sudah siap menjalin kontrak?" Sang Berandal bertanya pada Cinta.

"Ada tiga buah syarat yang tak boleh dilanggar, " Ia semakin serius. "Syarat pertama, kamu tak boleh mengganti target pasanganmu. Siapa sosok yang hendak kau taklukan? "

"Bintang Alexander Zulkarnsen."

"Pilihan yang bagus, " sahut Alwinn. 

"Syarat yang kedua, kamu tak boleh berkata tidak, apapun situasinya! " Kini Dian yang menerangkan. "Seandainya dilanggar kamu harus membayar sebesar 'berat dosa' yang kamu tanggung. "

"Yang ketiga —ini yang paling fatal— kamu tak boleh jatuh Cinta pada mentor kamu, " ucap Dian dengan lantang. "Seandainya kamu melanggar, kamu harus bayar denda sebesar satu... "

"Sepuluh ribu? " Cinta menyepelekan.

Dian menggeleng.

"Satu juta? Itu mah gampang! "  kata Cinta. 

Kini, Bobo yang menggelengkan kepalanya.

"Satu milyar rupiah, " ucap Alwinn dengan lantang. "Itulah hukumannya apabila engkau jatuh Cinta padaku." Ia tersenyum licik ke arah Cinta.

Glek, Cinta menelan ludahnya.

"Tanda tangan di sini jika kamu setuju dengan kontrak. " Dengan santai Alwinn menyodorkan bulu, dan kertas perjanjian pada Cinta. Cinta mulai memegang bulu itu. Ada sedikit kebimbangan dalam dirinya. Melihat tekadnya yang belum bulat, Sang Berandal berkata, "robek saja kertas ini dan pulang ke rumah, seandainya kamu tak sanggup mengikat kontrak!"

"Ok." Tanpa ragu Cinta langsung menandatanganinya, dan kontrak pun selesai dibuat. Mereka berjabat tangan, dan Bobo merekam dengan kamera, sebagai bukti perjanjian telah dibuat.

Trak! Alwinn memasukan berkas kembali ke koper, lalu menutupnya perlahan. Ia berjalan ke arah dua anak buahnya, lalu membuka pintu gudang dengan menendangnya. "Sekarang pulang lah ke rumah, kontrak telah berhasil."

Cinta tersenyum lega, dia berjalan sambil memusungkan dada, wajahnya tersenyum cerah menatap masa depan indah yang menantikannya.

*****

Dua minggu kemudian. 

Gadis mungil dengan dagu terbelah berjalan dengan begitu indah, rambut hitamnya yang sebahu kini tersisir rapi dan berkilau terang di bawah naungan mentari.Bibir tipisnya yang dilukis lipstik merah muda nampak begitu manis nan menggoda. Penampilannya begitu pas, sesuai usianya. Jaketnya begitu fit dengan tanktop  hitam dengan tulisan "I Love Cinta" dibagian depannya. Gadis kutu buku, kini menjelma menjadi wanita cantik bertubuh atletis.

Bidadari Oon baru keluar dari sarangnya, mereka nampak oon seperti biasanya. Hanya saja kini ada bekas luka di pelipis Laura yang membuatnya sedikit badass. Mereka terbelalak kala Cinta mulai menyapanya.

"Selamat pagi 'majikanku', senang bisa bertemu kembali denganmu," ucap Cinta dengan ramah.

"Lo, siapa ya?" tanya Kinan.

"Cinta?" Mulut Utari terbuka lebar, seolah tak percaya dengan sosok ajaib yang dilihatnya sekarang. Laura hanya bengong melompong kala melihat Cinta yang berubah total. Cinta yang mereka kenal adalah gadis mungil berpipi bapau, dengan kacamata tebal, dan sejuta jerawat menempel diwajahnya, tetapi Cinta yang sekarang bak pragawati muda dengan dandanan berkelas. 

"CINTA, ELO OPLAS DI MANA? " Kinan begitu shock melihat budaknya tampil lebih stylish darinya. Walau tak menggendong tas Chanel, atau kaos Supreme, tapi perpaduan warnanya begitu selaras dan cadas. 

"Gueh oplas di planet Mars! " sahutnya sambil menaikan dagunya, ia berjalan lurus mengacuhkan tiga orang yang kini hanyalah sejarah baginya. Di mata Cinta era perbudakan telah berakhir, dan hari ini adalah era di mana dia berburu cinta sejatinya : Bintang. 

Dan kisah ini bermulanya dua minggu yang lalu kala Cinta masih polos-polosnya... 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status