Share

Awal yang kelam menuju kontrak cinta

Malam Minggu yang malang. Di bawah kilau gemintang, Cinta duduk sendiri di Taman Jomblo. Kelopak matanya yang indah menatap bintang-bintang yang terlalu jauh baginya, terhalang oleh besarnya Jembatan Pasupati. Tubuhnya berayun ke depan dan ke belakang, terus, terus, dan terus diayunkan oleh ujian kehidupan. Titik-titik hujan turun berjatuhan semakin menghujam jiwanya yang sedang bimbang.

"Selamat malam nona manis, ada yang bisa saya bantu? " Sang Berandal muncul di depannya, mencoba menghapus sepinya. Cinta yang muram mulai tersenyum teduh. Sebuah payung berwarna ungu melindunginya dari tamparan-tamparan hujan yang semakin deras.

"Jangan melamun sendiri, nanti kamu kesurupan. " Alwinn mengacak rambut lusuh Cinta hingga berantakan. Sepotong coklat ia luncurkan dari saku kemejanya. "Biar tambah manis, cobain deh coklat ini Ta." Sebuah coklat rasa hazzle nut kasta atas begitu berkilau dihadapannya. "Kuambil langsung dari Willy Wonka! "

"Gak mau ah, takut gendut," jawaban Cinta begitu datar. Alwinn merasakan getaran mistis dalam jiwa Cinta. Seumur hidupnya Cinta tak pernah menolak coklat — kecuali saat dia sedang dihantam masalah. "Jangan bilang kamu kena mental gara-gara dihujat  netizen Indonesia?"

"Bukan itu masalahnya Winn! " Cinta mulai menggerutu. Bola matanya melirik ke samping, dan ia pun bertanya, "Winn, kontrak cinta yang kau buat masih berlaku kan? "

Ia menunjukan kartu nama Sang Berandal yang nyeleneh.

Alwinn mengangguk. Cinta yang mendadak bicara soal kontrak buat Sang Berandal terheran-heran. "Ta, kamu gak mabuk amer lagi kan? " Ia begitu was-was, takut kawannya kecanduan.

Cinta menggeleng. "Enggaklah. Tetapi ada sesuatu yang buatku benar-benar ingin mendapatkan Bintang... "

"Ceritakan padaku Ta, " Sang Berandal menatap Cinta dengan dalam, dan Cinta pun mulai bercerita. Di Taman Jomblo, dua pasang jomblo sedang berbagi kisah, di atas kotak warna-warni mereka mulai bercakap tentang warna-warna kehidupan.

*****

Sehari sebelumnya

Bintang menghilang ditelan malam. Lolongan serigala buas tak terasa mencekam dibandingkan pelecahan kasta yang dilakukan Bunda Saraswati pada Cinta. Seandainya dia bukanlah Bunda dari sosok Bintang yang dicintainya tentu saja Cinta tak ragu menendang wajahnya —dengan sadar.

"Maaf Tan, bukannya aku teh lancang, tetapi Cinta hanyalah temannya Bintang, bukan siapa-siapa."

"Tak usah lah kamu bersandiwara dihadapanku! " dengan judes ia berkata. Bunda Saraswati mulai menyedihkan segelas anggur lalu meminumnya dengan elegan. "Kau pikir siapa aku ini? Aku Bunda Ratu Saraswati, ibunda Bintang Zulkarnsen. Batinku terkoneksi dengannya. Apa yang dia suka, pasti Bunda bisa merasakannya. "

Cinta tak bisa membantah, jam dinding yang terus berdetak seolah-olah tergelak menertawakannya yang tak bisa melawan kala harga dirinya dicacimaki.

Bunda tertawa geli. "Kukira gadis ini, wanita special dari salah satu konglomerat kampung yang jadi kawanmu, ternyata dia hanyalah gadis dari kasta rendah," Bunda Saraswati memalingkan wajahnya dari suaminya, dia lalu mulai menjauh. Dengan nada yang keras ia berkata, "jangan bilang kamu mau menjodohkan Bintang dengan gadis ini?" Langkahnya terhenti sejenak. "Aku tak akan merestui nya, apalagi dia anak Pudjiastuti."

Cinta semakin tak paham. Memangnya apa yang salah dengan ibundanya? Cinta tahu sedikit tentang sepotong kisah tentang sejarah bundanya, tapi tak pernah sekalipun nama Raja Zulkarnsen disebut olehnya. Kehadirannya seperti sosok misterius di film-film detektif klasik.

Bunda Saraswati mengibas-ibaskan tangannya, seolah-olah ia gerah kepanasan. Dengan centilnya ia berkata, "duh, gerah sekali aku di sini. Daripada harus seatap dengan anak 'Astuti' mending aku shopping ke mall happy-happy! " kakinya melangkah begitu cepat. Bunda keluar dari rumahnya lalu dia naik Ferrari ungu miliknya, meninggalkan Cinta dengan segudang rasa penasarannya.

"Dek Cinta, maafin ibu ya. " Raja Zulkarnsen memohon pada Cinta, anak kemarin sore yang telah menendang anaknya. Ia lalu tertawa lalu berkata, "biasa si Bunda mah, kalo lagi PMS ngomongnya suka ngelantur."

Sungguh, tindakan Bu Saras adalah sebuah kasta shaming. Seandainya dia berasal dari kasta sepertinya, mudah bagi Cinta memenjarakannya. Sosok Bunda Saraswati adalah wanita socialita ganas dengan pengacara kelas atas.

Cari mati jika ia macam-macam dengannya.

Raja Zulkarnsen melihat ke arah jam Rolex putih yang melingkar ditangannya, waktu telah menunjukan pukul 12 malam. Seandainya Cinta adalah Cinderella, dia sudah kembali jadi dirinya yang biasa : gadis kasta pembantu yang tak pernah berdandan.

"Hari sudah malam, alangkah baiknya kamu menginap saja di sini Cinta, " pinta Raja Zulkarnsen pada gadis malang itu.

"Saya pulang saja Pak, gak enak sama Bunda Saras..., " Cinta menolak permintaannya.  Raja tak peduli, ia tetap memaksa. "Silahkan kamu pulang sendiri, jalan kaki. Kalo ada anjing liar atau begal di jalan, Bapak takkan bertanggung jawab denganmu. " Dengan penuh penekanan ia bilang, "walau kau terpotong-potong sekalipun."

Cinta tak punya pilihan selain menuruti sabdanya. Raja meminta pelayan bernama Bu Leha membawa Cinta ke kamarnya. Seperti seekor anjing, Cinta bergerak mengikuti arahnya.

"Silahkan masuk nyonya. Memang kecil tapi cukup lah untuk bermalam, " kata Bu Leha.

Cinta memasuki kamarnya dengan mulut yang menganga. Dia bertanya, "jika kecilnya saja sebesar ini, bagaimana besarnya? "

Kamarnya mirip sebuah kamar presidental suite. Yang kalo nyewa di hotel bintang tujuh, harganya bisa ratusan juta semalam. Cinta melepas high heels nya, dan dia terjun bebas ke atas ranjangnya. Tubuhnya terpantul dengan begitu nyaman, serasa menghempaskan tubuh di taman bunga Surgawi. Aroma therapy yang merasuk ke hidungnya buat Cinta enggan beranjak dari kasurnya. Sambil terkekeh ia berkata, "tahu begini, nginap seribu satu malam pun, aku bakalan sanggup!"

Yang menarik bukan lah lantainya yang terbuat dari marmer, lampunya yang elegan dan cantik, tetapi sebuah foto berbingkai di atas meja. Sebuah foto Raja Zulkarnsen kala muda yang berfoto dengan dua gadis cantik. Dan yang menarik adalah sosok yang sedang dirangkul Raja adalah ibundanya saat masih kecil. Satu lagi yang menarik perhatiannya, kalung liontin berwarna biru dengan mahkota ditengahnya, adalah kalung yang selalu dipakai ibu Pudjiastuti sepanjang hayatnya.

"Mamah? Sejak kapan dia kenal Raja Zulkarnsen?" Sungguh, kehadirannya di rumah ini semakin menambah teka-teki dalam hidupnya. Eksistensi Cinta sebagai gadis dari kasta pembantu semakin dipertanyakan.

*****

Sang Surya kembali menyingsing, Bintang telah kembali ke rumahnya. Cinta makan bersama dengan Zulkarnsen, menunya begitu lengkap : empat sehat lima sempurna. Buah-buah nan segar tergeletak di atas keranjang, dan sebuah susu murni tersaji dalam gelas tinggi nan cantik. Sebuah steak hangat jadi menu buat sarapan. Aneh sekali keluarga ini.

"Bintang, semalam kamu kemana? " bisik Cinta pada Bintang yang duduk di sampingnya. Ia begitu cemas dengan Bintang yang mendadak menghilang. Bintang tersenyum padanya, dia mulai berbisik, "maaf Ta, itu bukan urusan lo."

Suasana begitu canggung. Raja begitu asyik memotong steak ayam yang tersaji di piringnya ; Bintang sibuk dengan iPhone miliknya ; Cinta terus menunduk menghindari pandangan Bu Saras yang menerkam. Sarapannya telah habis, Cinta  merasa ada yang kurang dengan keluarga ini : Alexia Zulkarnsen. "Maaf Pak, Alexia kemana ya? Dari kemarin aku tidak melihatnya.

" Ehm." Bunda Saraswati berdehem keras, semua mata tertuju padanya. Dia menusuk daging dengan garpu yang runcing lalu melahap nya dengan begitu buas. Alisnya dinaikan sebelah, dengan sombongnya ia bertutur, "Diam. kamu hanya tamu di rumah ini. Apa yang jadi urusan kita bukan lah urusanmu."

"Kalo begitu, bolehkah aku tahu apa hubungan Pak Raja dengan Bunda Astuti? Kurasa itu adalah urusanku." Sebuah maneuver yang bagus dari Cinta tuk balas serangan Bu Saras yang ganas.

Raja Zulkarnsen mengelap saus barbecue yang hinggap dimulutnya, lalu menyilangkan sendok dan gapunya di meja. Wajahnya begitu gugup. Dia tersenyum pada Bintang. "Ka, kamu ke kampus gak hari ini?"

Bintang mengangguk.

"Kalo gitu, kamu anterin Cinta kembali ke rumahnya. Kasian, takutnya keluarganya nyariin."

"Siap Pah! " sahutnya.

Cinta kecewa, Raja Zulkarnsen yang terhormat tak menjawab pertanyaannya. Seolah-olah Raja sedang mengusir Cinta secara halus. Tak ambil pusing, ia pun ikut dengan Bintang meninggalkan istananya yang ternyata tak seindah kelihatannya.

****

"Sebentar! " Alwinn mememotong pembicaraan. Dahinya mengerenyit, otaknya yang sedikit lemot mencoba memproses kisah Cinta. "Jangan bilang kamu ngira, kamu anak haram Raja Zulkarnsen?"

Cinta tak bergeming. Ia mulai tertawa kecil," Ada ada saja kamu mah. Kebanyak nonton 'film' lo yah? " Cinta mulai menyindir.

"Lalu kenapa kamu mendadak sekali ingin jadi muridku di kelas cinta?" Alwinn semakin kepo.

Cinta berdiri dari bangku, dengan pandangan yang cerah ia berkata, "aku ingin Bunda Saras tahu siapa aku. Aku bakal buktikan padanya bahwa sosok gadis dari 'kasta pembantu' bisa menaklukan anaknya yang angkuh dari kasta atas."

Entah apa yang terjadi semalam, sosoknya berubah bagai Cinderella yang terkena sihir Ibu Peri. Tekanan mental yang menimpanya buat si culun jadi sosok yang mulai kiat. Cinta belum kelar dengan kisahnya yang dramatis, tapi Sang Berandal menempati janjinya. Alwinn mengeluarkan kelingkingnya lalu Cinta mengaitkannya. "Bagus, kamu jadi peserta ke-dua di kelas cinta. Tapi ada tiga syarat yang harus kamu penuhi...

" Apa itu? "

Alwinn hanya tersenyum manis padanya.

"Besok kita ketemu lagi di sini."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status