Share

Ajari Cinta Jatuh Cinta
Ajari Cinta Jatuh Cinta
Penulis: Alwinn

Si Culun, Sang Berandal, Dan Sang Bintang

"Engkau adalah gunung yang tak bisa kudaki, samudera yang tak mungkin kuarungi. Engkau seluas semesta, dan seindah bintang-bintang yang mustahil kugapai. "

Seorang Berandal  membaca bait-bait puisi dengan penuh hayati. Rima-rima yang mengalir terpatri di hati sang guru dan anak-anak kelas sastra yang duduk terenyuh oleh indahnya puisi yang dibacakannya. Hanya satu orang yang nampak kesal: Cinta Anandia Suryani, gadis manis berkacamata dengan pipi tembem menggemaskan yang terus cemberut sedari kelas dimulai. Hatinya terus bergumam, "dasar preman pasar, Itu kan puisi cintaku! "

" Ckckckck, ibu gak nyangka. Di balik tampilanmu yang kayak preman pasar ternyata ada jiwa-jiwa puitis juga dalam jiwamu, " Bunda Gladis memuji murid ternakalnya. Dosa Alwinn yang kuliah cuma memakai sendal jepit, jacket hitam dan celana boxer diampuni olehnya. Kata pengampunan tidak berlaku bagi Cinta yang karyanya dicolong sahabat begundalnya itu.

Alwinn tersentum cerah, dengan sombongnya dia berkata, "begitulah seni Bu. Apa yang dimulai dengan cinta, dan ditulis pakai rasa hasilnya kan selalu indah dan berkesan. " Si Berandal tampan menatap ke arah wajah manis Bu Gladis yang tampil seksi dengan dress ungu yang menggoda. Tanpa ragu dia memujinya, "contohnya Bu Gladis. Ibu adalah maha karya semesta yang indah dan berbudi luhur. Tanpa ibu, aku yang kecil ini hanyalah segumpal darah yang pembakang."

Bu Gladis menatap penuh hasrat, ia tak kuasa mengigit bibirnya. Sebagai Saphiosexual, dia sangat terangsang akan intelektualitas — yang mana tidak nampak dari sosok Alwinn yang sebenarnya. Apa yang dilihatnya kali ini hanyalah skill maling karya dari sahabatnya sendiri yang kebetulan sedang jatuh cinta.

Decak kagum berhamburan menggema di dalam kelas, tepuk tangan yang meriah diberikan oleh seluruh mahasiwa pada si Berandal Kelas. Dan tentu saja, satu bogem mentah menunggunya sepulang kuliah. Cinta begitu murka pada sahabatnya yang merobek secarik kertas dari diary ungu miliknya. Puisi cintanya untuk Bintang.

Sang Berandal duduk di samping kawannya yang culun. Senyumnya menyeringai, begitu puas menjahili kawan kecilnya yang badmood. Alwinn mengelus pelan rambut Cinta, dengan nada lembut ia berkata padanya, "sudah jangan marah Cin, nanti kamu cepet keriput. Malu ama nenek ku yang masih skincare-an. "

"Apaan sih kamu teh! " Cinta menepis tangan Alwinn, menatap dengan pandangan mengutuk pada kawannya yang mencuri karyanya yang dibuat semalam suntuk. Alwinn terdiam sejenak.

"Baiklah paduka aku bersiap menerima hukumanmu, " Alwinn bicara laksana dubber di sinetron India. "Apapun yang engkau minta, pasti hamba kabulkan."

"Janji? " Cinta mendadak mengeluarkan jari kelingking mungilnya. Alwinn mengaitkan kelingkingnya sebagai tanda kontrak telah dijalin.

"Demi Tuhan! " Teriaknya dengan lantang. Tangannya mengacak-acak rambut kawannya yang sebahu, kusut kali seperti benang gelasan yang pajelit.

Satu buah eskrim coklat, dan sebatang coklat jadi sebuah alat penebusan dosa. Kala bell kampus —yang mana tiada— berbunyi, di kala itulah dosa Sang Berandal dimaafkan. Lain cerita jika pencurinya adalah pembajak buku yang berkeliaran bebas bak seorang bajak laut yang meraup untung di lautan sastra, Cinta sudah pasti menebas lehernya atau memenjarakannya. Sungguh, dosa pembajak buku takan diampuni dan tak bisa ditebus walau dengan sebatang coklat.

*****

Sebuah Mercy warna hitam melaju mulus memasuki kampus. Bukan sesuatu yang special bagi kampus idaman yang dihuni anak-anak kelas menengah atas yang terbiasa dimanja oleh kehidupan berkelas. Yang special bukan lah mobil yang kini terparkir di halaman atau bapak-bapak berkumis baplang yang menjadi supirnya. Hanya satu yang istimewa : Bintang Alexander Zulkarnsen, anak konglomerat —juragan sapi— yang namanya sudah sampai kesohor sampai keliang kubur. Sekali melihat wajah manisnya yang beralis tebal—dengan tatapannya yang setajam elang— engkau akan terkesima olehnya seumur hidup. Sepuluh juta follower di i*******m adalah bukti dia lelaki berkarisma.

Pintu mobil terbuka lebar, Sang Bintang keluar dari kereta kencananya. Gadis-gadis menjerit meraung-raungkan namanya, berkhayal bisa jadi kekasih hatinya. Walau begitu cantik dengan kosmetik tebal yang harganya lebih mahal dari gaji kuli Jawa, Bintang begitu acuh dengan bidadari-bidadari metropolitan yang menjerit melengking-lengking seperti orang sinting. Dia terus melangkah di atas karpet merah yang digelar oleh supirnya : Mang Jaka, si gundul berkilau yang sudah puluhan tahun mengabdi padanya.

Semua mata tertuju ke arah Bintang. Gadis culun berkacamata berjalan pelan di belakang tiga wanita anggun yang konon menjadi majikannya di sekolah. Tangannya membawa barang-barang mewah yang harganya dua kali lipat harga ginjalnya. Walau tak sekaya mereka, Cinta adalah gadis cerdas yang masuk UNPAD via jalur prestasi, tidak seperti tiga atasan didepannya yang masuk jalur orang dalam.

"Oh baby, lihat darlingku sudah datang! " Kinanti begitu antusias, dia menggoyangkan dadanya tuk memikat Bintang dan... Bintang tak meliriknya walau sedetik pun.

Bidadari Oon yang pertama bernama Kinan, si dada besar dari jurusan hukum. Bibirnya setebal bendul, dan balonnya sebesar semangka, tapi sayangnya tingkat kecerdasannya tak lebih cerdas dari pingguin di Antartika. Dia tak paham dengan hukum politik, tapi sangat paham betul dengan hukum fashion. Ia begitu piawai memadu busana jadi enak dipandang, dan sangat piawai membedakan anak konglomerat dengan anak sok kaya hanya dengan mencium aroma parfumenya memakai indra penciumanya. 

"Nyaaa! Bintang sama indah banget! " Laura menggeliang tidak jelas.

Bidadari kedua bernama Laura, si centil dari jurusan seni rupa. Tidak jelas apa alasannya masuk ke sana. Mungkin karena Laura itu abstrak. Matanya belo dengan bulu mata yang melengkung menembus langit, hidungnya yang mancung bak Pinokio, dan bibirnya tipis dengan balutan warna pink — tidak ada yang salah dengan rupanya. Satu-satu kesalahan Laura adalah gaya fashionnya yang abstrak. Dia pernah datang ke kampus dengan jambul pink bak Syahrini, sepatu heel yang lebih runcing dari taring vampir, dan jaket bermotif macan dengan ekornya yang menjuntai. Dimatanya dia bak bidadari di film kolosal, tapi dimata Cinta yang ndeso : Laura tak lebih dari siluman macan yang telmi. 

"Cin-cin tolong pegangin Chanel milik qu ini! " Utari menyerahkan belanjaannya pada Cinta, Cinta langsung menerimanya dengan paksa.

Dan Bidadari  ke tiga adalah Utari, anak dari kelas sastra yang tergila-gila dengan Bintang. Dia tidak se-oon Kinan, dan seabsurd Laura. Satu-satu alasannya menjadi bodoh adalah bergaul dengan orang bodoh. Seperti Mafia, dia lebih memilih memakai otaknya yang cerdas untuk memperalat anak culun dikampusnya, daripada menjadi si rajin yang juara olimpiade matematika.

"Bintang! " Utari begitu histeris, ia berlari ke arah Bintang yang berdiri gagah dengan jas hitamnya. Tangannya menari-nari bergerak kesana-kemari, mencari sudut paling tepat untuk selfie. Wajah Bintang begitu datar melihat sepupunya yang norak bukan main. Bintang berbisik manja ke kuping Utari, "jangan dekat-dekat gue, nanti sifat oon lo menular! "

"Ih, Bintang kamu kok jahat begitu ngomongnya...," Tari berbicara dengan nada yang manja. Dia mulai tersenyum kecil lalu memuji Bintang, "kamu itu penting. Tanpa kamu followers instaku teh bakalan stagnan. "

"Lo kira gue tukang followers? " maki Bintang." Bintang berjalan dengan tenang, bahunya menyenggol pundak Utari yang ringkih. Dia berjalan ke arah Kinan, Laura, dan satu anak buabnya yang terpesona oleh ketampanannya : Cinta. Satu senyuman maut ia daratkan di depan betina itu.

"Siapa nama lo? "

"Pasti dia manggil gue," gumam Laura. Laura melangkah ke depan dengan gaya yang somse. "Aku Lau—"

"Bukan kamu! " Sentak Bintang.

Laura langsung mundur ke belakang dengan hati yang ancur lebur bak bubur. Rasanya dia ingin terus berjalan mundur seperti undur-undur sampai akhirnya masuk liang kubur — tak muat menahan malu. Melihat sobatnya yang dihina, jiwa Kinan bergejolak. Dia maju kedepan dengan wajah penuh gairah. "Sudah jelas Bintang memanggil gue!" gumamnya dalam batin. Dia berjalan sambil menggetar-getarkan semangka kembarnya.

"Maaf, bukan anda, wahai nyonya kalong wewe! " sindir Bintang. Kinan mundur kebelakang. Bukan hanya ingin menguburkan diri, dia ingin pergi ke luar angkasa, meluncur bersama roket yang membawa astronot-astronot kesepian. Memudar di antara bintang-bintang malang yang terlupakan.

"Hey kamu. " Bintang menggerakan telunjuknya tiga kali, meminta Cinta yang sedari tadi mematung. Kesal tak didengarkan, Bintang dengan ikhlas berjalan tiga langkah ke arah Cinta. Kini, wajah Cinta yang kusut tepat berada di depan dada Bintang yang bidang. Bintang mulai bernafas didepannya, "jangan sampai gue ngulang tiga kali. Nama lo, siapa?"

"Cin... Cin.. Ta... Ta..." wajahnya menunduk kebawah tak kuasa menatap kilaunya. Tangan Bintang yang kekar menjamah dagu Cinta yang belah dua. Bintang menaikannya pelan-pelan sampai matanya yang lentik memandang wajah Bintang dengan jelas.

"Kalau ngomong tuh jangan lihat lantai, tatap lawan bicara lo. Mata itu jendela dunia, bukan teras dunia." Suaranya terdengar begitu dingin. Kini, wajah mereka saling menatap, dan jantung Cinta berdetak lebih kencang. Lebih kencang dari maling yang nyolong keranda, atau pesepeda yang sedang naik gunung. Cinta terbungkam. Sosok yang dicintainya secara diam-diam ada tepat didepannya. Satu jengkal lagi, mereka bisa berciuman.

"Parasmu ternyata tak jelek-jelek amat kok, " Bintang terus menilik wajah Cinta. Ia begitu khusyu memijit bintik-bintik komedo yang berkeliaran dihidung kecilnya. Wajah Cinta semakin merah padam. Apalagi kala Bintang berkata, "dari garis wajahmu sepertinya kamu tak sebodoh tiga Oon di sana. Anehnya, mau saja kamu jadi suruhan mereka. "

Gadis-gadis satu kampus menatap Cinta dengan pandangan cemburu. Bintang tak peduli, mata cantiknya tetap melihat ke paras cinta yang mungil. Dengan gagah ia berkata, "lo itu gak cocok jadi asisten. " Tangan Bintang yang kekar merampas semua belanjaan yang Cinta genggam. Dash! Bintang melempar barang branded itu dengan kencang ke tong sampah disampingnya.

"Aaargh tas qyu! " Bidadari Oon lari berhamburan langsung melangkah ke depan, memulung baju-bajunya yang kini bersatu dengan kuah bakwan dan aroma busuk kotoran kecoa. Ketiganya langsung lari kocar-kacir ke luar kampus, memastikan semua barangnya bisa diselamatkan di laundry kesayangannya.

"Cih." Bintang tersenyum kecil, merasa geli dengan tiga gadis itu.

"Hey Cinta jadilah wanita yang merdeka. Jangan mau diperbudak mereka yang sok kaya. " Bintang yang tengil mendadak jadi ustadz dadakan. Sebelum pergi menjauh satu kata ia ucapkan pada Cinta, "Hargai diri lo, lo itu berharga."

Cinta langsung meleleh. Ia hanya bisa menatap punggung si jangkung yang semakin menjauh darinya. Dia merasa dihina, dan dicinta dalam waktu bersamaan.

"Cinta oh Cinta. Sepertinya engkau sedang jatuh Cinta. "

Seorang lelaki berjaket hitam berdiri di belakang Cinta, tangannya menggenggam dua buah eskrim rasa stroberi — Alwinn sudah tiba dari Kantin Buhe yang begitu padat. Mata Cinta kini teralihkan oleh kehadiran sahabatnya walau rasanya tetap terpendam untuk Bintang.

"Makasih banget ya, Man! Udah salah keseratus kalinya beliin aku eskrim." Dengan sedikit keluh, Cinta pun mengambilnya. "Dasar pikun! " Ujar Cinta sambil memelintir hidung sahabatnya.

Dengan nada agak bengek Alwinn menjawab, "aku ini bukan pikun, tapi sengaja. "

"Sengaja, kok bisa salah sampai seratus kali? "ejek Cinta dengan suara gombal ala Shincan.

"Itu artinya aku sengaja seratus kali salah tuk melindungimu Ta. Aku tak mau engkau gendut gara-gara coklat," Alwinn mulai merayu Cinta.

"Oke, sekarang mana coklat batanganku? " Cinta tak peduli. Tangan Cinta menengadah meminta pada sobatnya. Sang Berandal langsung meletakkan coklat di tangan Cinta yang putih. Mata Cinta terbelalak melihat coklatnya yang dikorupsi sebelum dicicip.

"Loh, kok hilang sepotong? "

"Bukan hilang Ta, ku sedekah kan coklatnya ke kucing. Noh, lihat! " Alwinn menunjuk ke arah si meong yang sedang duduk di taman. Dan sungguh coklat yang terhampar di taman yang sedang digali si meong bukan lah coklat nikmat nan padat yang sering Cinta hisap. Coklat di taman adalah sesuatu yang lain yang lebih lembek, encer dan sepertinya tak harus dijelaskan.

Alwinn tersenyum manis. Cinta melihat sisa-sisa coklat yang menempel di tepi bibir kawannya itu.

"Ta, kamu tahu gak kenapa aku gak suka ngasih kamu coklat? " Wajah Alwinn yang jenaka mulai serius.

"Kenapa? " Satu gigitan penasaran muncul berbarengan dengan gigitan coklat yang terus Cinta kunyah.

"Kamu tuh tak paham filosofi coklat! "

Dahi Cinta mengerenyit, menatap kawannya yang sok bijak. Sosok berandal yang tak tahu bedanya Plato dan Pluto mencoba mengguruinya. Menarik.

Dengan penuh perhatian, Alwinn mengusap sisa coklat yang menempel di sudut bibir Cinta yang tipis, pelan-pelan sampai getaran cinta hinggap secuil dihatinya. Sang Berandal berkata, "rasa coklat itu sama hal nya seperti cinta. Manis atau pahitnya cinta cuma bisa kamu rasain kalo kamu udah merasakannya. "

Cinta mulai menyimak.

"Cinta diam-diam adalah cinta tak berharga. Cinta yang bahagia itu hanya untuk mereka yang punya nyali, " Alwinn semakin serius. "Dan kamu bukan lah salah satunya. "

Kata-katanya menusuk relung Cinta yang paling dalam, melelehkannya lebih cepat melebihi potongan-potongan coklat yang merasuk ke raganya. Cinta melihat dengan jelas keseriusannya kala Sang Berandal menarik nafas dengan berat lalu mulai berucap, "Ta, aku paham engkau sedang jatuh cinta. "

"A.... Apaan sih lho! " Cinta melempar eskrim stoberi ke arah sahabatnya. Alwinn menangkap dan menjilatnya. Sambil terkekeh-kekeh ia berkata, "gak usah malu-malu. Aku tahu semua rahasiamu. Bahkan, tompel dekat pahamu pun aku tahu! "

"Pasti ama aing kan? " Sang Berandal menaikan kedua alisnya yang tebal. Cinta mencoba menahan muntah.

"Ta, aku akan mengajarimu cara untuk jatuh cinta. Membimbingmu menjadi wanita sesunggugnya yang pantas dicinta. " Alwinn merangkul sahabatnya. Kali ini Cinta paham, bahwasananya berandal gila ini sedang serius padanya.

"Tapi boong! " Hiya! Hiya! Hiya! "

Rasanya Cinta ingin menampar sahabatnya yang tak henti-hentinya memasang wajah absurd. Cinta langsung berpaling lalu melangkah menjauhi Alwinn. Di kala Cinta semakin jauh, Sang Berandal mulai tersenyum. "Ta, aku bakal membantumu menggapai Bintang. "

"Bintang yang kata engkau mustahil tuk kau gapai, cintanya seluas samudera, dan semustahil gunung Everest yang kau tak bisa kau daki..."

Cinta menghentikan langkahnya. Perlahan ia merasakan kehangatan yang menjamah tangan kanannya, Alwinn memegangnya dengan erat. "Mendapat bintang kecil, bukan lah hal mustahil bagi seorang bidadari sepertimu yang terbiasa tinggal di kahyangan. "

Salting. Itulah yang terjadi padanya sekarang.

"Aku bakal menuntunmu untuk menggapai Bintang, tapi dengan satu syarat... " Diletakkanlah satu telunjuknya di depan mata Cinta. Matanya yang berbinar-binar seolah bertanya, "apa syaratnya? "

"Elo gak boleh jatuh cinta sama gue, " ucap Alwinn dengan nada alay ala anak Jaksel.

Cinta pun terbahak sampai terlengking-lengking. "Nenek lampir aja ogah ama berandal kala Lo, Win! "

"Yah, begitu pula Bintang. Ampe sekarat pun dia tak sudi ama lo, Ta. " Sindirannya di smash balik.

Cinta diam tak berkutik. Dia mulai berfikir tuk membuat kontrak dengan Sang Berandal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status