Share

Alexandria Zulkarnsen : Bintang dan masalahnya

Ruangan dingin dengan cat putih membosankan nampak lebih panas dan bergelora saat Alexandria Zulkarnsen duduk di atas kursi panasnya. Rambut ikalnya yang memanjang tergerai dengan begitu anggun menutupi anting bintangnya yang berkilau-kilauan. Alisnya yang simetris begitu sinergi dengan mata birunya yang berkelopak seperti panda. Kulit coklatnya seindah Katrina Kaif di film Bollywood. Setangkai mawar dan jasmine terukir melingkar di atas lengannya menambah kesan liarnya. Sambil tersenyum nakal Alexandria menopang dagunya, iamenatap manja pada orang di depannya, "Pak Raden Sumargo, ada perlu apa anda manggil saya?"

Sang dosen mengelap tetesan keringat yang terus meluncur, kumisnya yang cuma separonya yang harusnya sangar ala Hitler lebih nampak seperti Chaplin yang jenaka dan konyol. Apalagi letaknya yang di sisi kiri menambah kesan absurnya 100℅. Mau letaknya di kiri apa kanan, dosen killer has been slain by the bad girl. Seandainya Alexia membawa gitarnya, sudah bocor kepala pitak dosen di depannya ini.

"Begini neng Alex, bapak tuh cuma kamu mau lebih rajin ke kampus." Tutur katanya yang biasanya keras menjadi lemas seperti cacing yang terkulai di padang masyar.  Para mahasiswa yang berjinjit di luar ruang, puas melihat si dosen killer tersiksa. Walau tak sepedih siksa kubur atau azab Indos*ar tapi mereka puas karmanya terbalas.

"Ngapain rajin ke kampus?" Alexia menaikan satu alisnya. "Mau jadi chicken kampus? "

"Bukan seperti itu, Nak. " Sang dosen menarik nafas sejenak. Ia mulai menceritakan mimpi ayah Alexia yang ingin dia menjadi seorang Chef hebat dan meneruskan kuliah di Prancis. Sebuah mimpi yang buat Alexia muak. Masak cireng aja gosong, sok-sokan jadi Chef.

"Kalo gini terus IPK kamu bisa rendah nak, dan skill masakmu juga bakalan sia-sia. " Pak Gogo mencoba sopan pada anak gadis kesayangan donatur kampus, Raja Zulkarnsen. Sungguh, dia tak tega menghina Alexia yang masak air aja, airnya jadi ghoib : habis tak kasat mata.

Suara langkah kaki yang indah, melangkah dengan begitu panjang di luar ruangan. Kualitas pentopel hitam papan atas menghasilkan bunyi yang cadas dan berkelas. Pintu coklat yang besar menjadi satu-satunya penghalang antara Bintang dan Alexandria.

"Assalamualaikum! " Bintang mengucapkan salam.  Tiada yang menjawab salamnya. Dampal Kaki Pak Sumargo seperti merekat ke atas lantai, jantungnya terus berguncang tak kuasa menahan suhu ruang yang terus memanas.

"Hola, Amigo Pak? " Bintang merendahkan volume suaranya. Alexandra menaikan alisnya, dagunya naik ke atas menantang Pak GoGo tuk membukanya.

Brak! Satu tendangan menghantam pintu sampai terpental —mendarat mulus di depan foto Sumargo botak yang tersenyum sinis menunggangi  seekor macan. Kacanya retak sampai ke muka-mukanya yang abstrak. Bintang si bintang kelas masuk dengan paksa, tangannya yang dimasukan ke saku celananya menambah kesan badassnya.

"Ini lah alasan gue lebih suka main FF daripada PUBG, pintunya merepotkan saja! " Bentak Bintang. Asap keluar dari kepalanya. 

Bintang menunduk sopan, dia berjalan dengan memasang pose 'permisi' lalu duduk di samping Alexia yang badung. Dengan watadosnya dia berkata, "permisi Pak? Bapak gak kenapa-napa?"

Cahaya kuning mengalir deras dari celana dinasnya. Kumisnya bergetar tipis-tipir, dan matanya menciut bak kuda nil yang hendak diterkam buaya.Stress usia senja, mungkin inilah alasan Pak Gogo yang gondrong, rontok total setelah menjadi dosen di Padjajaran.

*****

Cinta berjalan di atas lorong kampus yang sepi. Tiada suara lolongan anjing atau Bidadari Oon yang terus merongrongnya. Satu-satunya yang berisik hanyalah suara batinnya yang berkecamuk mengingat  momentum di mana Bintang begitu dekat dengannya, dan Sang Berandal menawarkan jasa cintanya. Jasanya memang tak sebagus Aplikasi Gojek, tapi tak seabsurd  jasa sedot tinja yang merekat di tiang listrik di setiap sudut kota.

Cinta kembali merantau ke masa lalu, tepat beberapa menit yang lalu kala mereka dipertemukan.

"Ta, kalo kau butuh aku, aku akan selalu ada disampingmu, " Alwinn mengucapkan dengan nada yang gentle. Dia mengeluarkan kertas kecil — melihat warnanya yang pink sudah jelas itu bukan lah ticket Timezone yang sering mereka pakai kala muda. Ala-ala tukang kredit panci, Alwinn pun berucap, "ini kartu namaku. Telepon aku jika butuh jasaku!"

Tangan Cinta yang pipih mengambil kertas yang ringkih. Warnanya yang pink begitu mencolok kala poto Patrick Star terpampang di sisinya. Dan lebih mencolok lagi kala Cinta melihat nama sang pembuat : PAKAR CINTA, BERANDAL NUSANTARA.  Dengan deskripsi job yang aneh : UNTUK MEREKA YANG TERLALU LEMAH DAN BERMASALAH DENGAN PROBLEMATIKA ASMARA, HUBUNGI : 0897984***** . GARANSI SEUMUR HIDUP.

"Inget Ta, aku akan menunggu di Taman Jomblo, jam tujuh malam, setiap hari sabtu dan minggu. Datang ke sana kalo kau butuh konsultasi! " Tutup Alwinn mengakhiri perbincangan. Dia berjalan dengan gaya sok keren, berjalan santai memakai celana boxer bolong dibagian pantatnya.

Siapa pula gadis sastra yang nongkrong sabtu-minggu jam tujuh malam di Taman Jomblo? Selain tante-tante pencari bondrong, tentu saja om-om sugar daddy yang gulanya cuma pake biang gula.

Seandainya Cinta tak ingat Tuhan, sudah ia benturkan kepalanya ke atas aspal. Gila saja jika dia menerima tawaran kawannya yang sinting itu. Di satu sisi batinnya berkata lain : dia menyimpan kartu nama "Pakar Cinta" di buku Anak-anak Surya yang terus dia peluk erat di depan dadanya yang sedang. Batinnya bergumam, "daripada ikut kelasmu, mending aku jadi guru ngaji lah. Dapat-dapat pahala. "

Ting tong. Satu notif W******p menghantarkan Cinta kembali. Satu pesan dari tuannya Queen Utari, di group Bidadari Kilau (Kinan, Laura, Utari). Sebuah grup khusus Utari, dan kawan kawannya yang socialita.

Utari : Dak, tolong jagain cucian gue yah. Gue mau ibadah dulu. 

Laura : ibadah di mana? Di gereja setan lo ya? Jujur aja kita mau hangouts dan dugem bareng, sok alim banget sih lo.

Laura : Ta, jagain ya sampai kinclong. Kalo gak becus, gue potong honor lo.

"Ya Allah, nasibku gini amat. " Wajahnya berubah kecut. Malang sekali gadis itu. Tiga tahun Cinta kuliah sastra hanya tuk jadi budak tiga wanita socialita yang memberikan "cial" nya doang untuknya. Seandainya Bundanya tak sakit parah, mungkin Cinta akan berhenti bergaul dengan kawan-kawannya yang nakal dan munafik.

Cinta berjalan dengan wajah menunduk, menatap layar hp Samsung miliknya yang retak. DUK! Dia menabrak secara acak. Dahi jenongnya menubruk dada bidang Sang Bintang. Dalam satu tarikan lelaki itu langsung menariknya ke pelukannya yang hangat.

"Bintang? " Mulut Cinta langsung menganga, tak percaya Dewi Fortuna selalu menyertainya. Pesonanya yang maha dahsyat membuat ia terkunci dalam hayalan, ia tak sadar bahwa handphone dan buku-bukunya jatuh dan terinjak oleh kaki Bintang yang jenjang.

"Duh,kamu lagi! " Bintang menggelengkan kepalanya. Dia melepaskan pelukannya, lalu menunduk dan mengambil handphone murahan milik Cinta. Dengan wajah yang setengah mengantuk ia bertutur, "lepas saja kacamata bututmu itu, ikutlah lasik bermataku. "

Garis senyum kecil terukir dari sudut bibir Cinta. Malunya tiada tiara. Lasik gundulmu! Buat bisa makan dan part time saja urat-urat di kepala Cinta sampai keluar— memikirkan seribu satu  cara asyik agar survive di Bandung.

Tiiiiiiiit!

Mobil Ferrari berwarna kuning dengan motif Bumble Bee terparkir di depan Bintang. Rodanya yang  bervleg hitam nampak begitu wah dan berkesan. Atapnya terbuka otomatis, Alexia yang hitam manis begitu asyik memegang stir kemudinya dengan dua tangannya yang eksotis. "Hey kentang cepetan berangkat! " Raut dimukanya sangat tidak santai. Tak seperti kakaknya yang menendang pintu, Alexia tetap tenang memegang kendali.

Dihina adiknya, Bintang merasa dihantam palu Thor— kesalnya bukan main. Dia menatap tajam ke arah Cinta yang selalu saja menunduk. Dengan tegas ia berkata, "hari ini lo gak denger apa-apa. Kalo kata 'kentang' sampai masuk Lambe Lurah, kukubur lo hidup-hidup! "

Cinta hanya bisa mengangguk.

Sang bintang duduk di atas kuda kuningnya, tepat disamping kusir cantik yang sedang bekerja. Mereka melesat dengan kencang, meninggalkan Cinta yang terguncang dan belum kenyang dengan pesona Bintang. Ancaman dikubur hidup-hidup terdengar seperti dark joke baginya. Dimatanya itu adalah ajakan tuk mengarumi bahtera rumah tangga di samudera cinta yang luas, sehidup semati. 

*****

"Alexia pokoknya kalo lo buat masalah lagi, abang gak bakalan tanggung jawab. "

Kata-kata yang ganas membuat suasana di mobil yang awalnya sunyi semakin pedas. Bintang paham betul, Alexia bukanlah gadis mungil nan polos yang selalu memeluk boneka beruang putih miliknya. She's has been change. 

Mata indahnya tertuju pada tato bunga yang melingkari lengan atas Alexia. "Ngapain lo di tato segala? Keren kagak, buluk iya. " Dengan meremehkan ia berkata, "mau ngalahin Yanglex lo? "

"Plis deh tuan sepuluh juta followers, its not your business! " Alexia tak terima tatonya dihina. Tato mawar dan jasmin yang melingkar seperti gelang adalah sebuah tanda sisi liar dan lembutnya yang diterpa kerasnya kehidupan.

Suasana jalanan yang bising, semakin bising kala Alexia menyetel musik rock Green Day - Know Your Enemy yang melodinya  badass dan menyentak-nyentak. Bintang yang lebih suka lagu Jazz langsung memelankan volumenya. Dengan santun dia bertutur pada adiknya, "pelan aja dengernya, nanti telingamu sakit. "

"Bodo." Alexia cemberut sepanjang perjalanan, tak kuasa dengan selera kakaknya yang — menurutnya— membosankan.  Soal selera, Alwinn dari kelas sastra jauh lebih sinergi dengannya.  Walau selera mereka berbeda, tapi satu hal yang sama : mereka teramat mencintai Bunda Saraswati, istri kedua Raja Zulkarnaen, sosok yang telah merawatnya sedari bayi. They love their mother with their own ways.

"Alexia, semenjak lo lulus SMA di Amerika, lo jadi berubah. Lo, bukan lah adik manis dengan beruang pinky yang gue kenang. " Tatapannya begitu kosong, pikirannya meneropong ke masa lalu kala semuanya baik-baik saja.

Cekit. Sang bad girl ngerem mendadak, Bintang hampir terpental dari kursinya. Seandainya tak memasang safety bell, raganya sudah pasti melayang lalu nyusruk ke gerobak gorengan yang lewat di depan nya. Dengan dingin Alexia berkata, "kak, sekali lagi kakak ngomongin Bunda. Kupukul paras kau! "

"Sopan dikit lah kalo ngomong. Ganteng-ganteng gini aku ini tetaplah kakakmu." Sekarang Bintang paham kenapa Pak Gogo bisa sampai terkencing-kencing di celana.

Karma is real. Kata-kata pedas pada Cinta berbalik menebas kerongkongan Bintang yang sedari tadi mematung, kaget dengan tingkah dede nya yang nakal. Bintang yang keras selalu lembut pada adik bungsunya itu. Selain kecoa, dia adalah salah satu titik lemah — juga terkuatnya.

Mobil mereka kini terparkir di salah satu diskotik terbesar di Bandung : Savannah Star Club. SSC. Sebuah tempat hangout anak gaul Bandung kelas atas yang saham mayoritasnya dipegang oleh keluarga Zulkarnsen. Alexia adalah DJ, dan manager di SSC. Today adalah hari lemburnya.

"Lex, please pulang ke rumah. Bunda kangen sama lo. Sampai kapan lo mau terus lari? " Bintang memohon pada adiknya yang sudah seperti Bang Toyib : bertahun-tahun tak pulang dan menemui surganya. "Bunda sayang banget ama lo, dia kangen berat."

Alexia mengambil kacamata dan jacket hitamnya yang berkilau, ia mulai masuk ke dalam club. "Sorry, i dont have a time to talking with you! " Dengan aksen Amerika nya yang kental ia berkata, "i am busy, and she isnt that important! "

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status