Share

Janda Kembang

last update Last Updated: 2024-12-04 08:14:36

"Mulai sekarang kita nggak ada ikatan. Kamu bukan lagi istriku dan aku bukan suami kamu."

Aku memaksakan berdiri dengan tangan gemetar setelah menyimpan ponsel di saku. Kakiku mundur dua langkah sambil menatap Mas Reza yang acuh tak acuh. Tidak ada rasa bersalah, juga tak ada lagi cinta yang tersisa di matanya untukku.

"Mas, kamu jangan bercanda. Kalimat itu nggak bisa diucapkan sembarangan. Sekali kamu mengatakannya, aku sudah haram kamu sentuh."

Mas Reza mendecih sambil membuang muka. Tampaknya dia begitu jijik padaku. Bukankah seharusnya aku yang bersikap demikian? Kenapa jadi terbalik sekarang?

"Haram? Ya, aku memang nggak akan menyentuhmu lagi, Nadya binti Bagaskara. Besok aku sendiri yang akan mendaftarkan perceraian kita. Kamu tunggu aja panggilan buat sidang. Secepatnya!"

"Mas, jangan ambil keputusan selagi kamu emosi. Pernikahan kita, ada Bima di dalamnya. Kamu mau dia jadi korban broken home yang kehilangan kasih sayang orang tua?"

"Dia nggak akan kehilangan kasih sayang. Aku bisa cari ibu sambung buat dia. Joyce yang akan ngerawat Bima."

Deg!

Detak jantungku terasa berhenti seketika. Apa lagi maksudnya? Joyce akan jadi ibu sambung untuk putraku?

Aku kenal lahir batin si janda kembang itu. Dia tidak pernah menyukai anak kecil, bahkan beranggapan bahwa anak-anak hanya berisik dan merepotkan saja. Mana mungkin dia bisa mengurus Bima? Yang ada, disuruh-suruh seenaknya dan ditindas untuk melakukan semuanya.

"Kamu nggak perlu syok gitu. Cukup tanda tangan besok, semua beres. Nggak usah repot urus segala macam. Kamu bebas mau ada seminar bisnis di mana, kelas masak berapa lama, pergi sama siapa, itu bukan lagi urusanku. Termasuk sekolah Bima. Dia bakal pindah ke tempat baru yang dekat rumah ibuku."

"Nggak!" Aku menyalak, "Kamu nggak bisa ambil keputusan seenakmu sendiri, Mas. Bima anak kita. Aku berhak mengurusnya. Bahkan kalaupun kita berpisah, hak asuh dia juga akan ada di tanganku. Aku yang lebih pantas mengasuhnya!"

Aku yang kembali tersulut emosi, jadi tidak bisa mengendalikan diri. Setelah kehilangan Mas Reza, mana mungkin aku rela kehilangan jagoanku satu-satunya. Dengan segala cara, aku akan mempertahankan Bima di sisiku.

"Kamu pikir kamu layak, hah?" Mas Reza mendekat ke arahku, menarik tanganku dengan paksa dan membawaku ke ruang kerja di lantai bawah.

Langkahnya begitu cepat, membuatku harus sedikit berlari untuk mengikuti di belakangnya. Cengkeraman tangannya juga bertambah erat. Aku meronta, mencoba melepaskan diri. Sakit.

Kami baru terhenti di depan meja kerja Mas Reza.

"Lihat baik-baik, Nad!" Mas Reza berjongkok, membuka laci paling bawah tempat surat dan dokumen penting tersimpan. Perasaanku langsung tidak enak setelahnya. Tanpa pria itu jelaskan sekalipun, aku tahu ke mana arah pembicaraan kami.

Setumpuk dokumen yang tersimpan di dalam map warna merah, kini dihamparkan di atas meja.

"Kamu lihat itu? Aset yang ada, semua milikku. Sertifikat rumah, mobil, motor, bahkan restoran, semua atas namaku. Yang kamu punya cuma ruko kumuh tempat usaha kateringmu yang kamu beli pertama kali. Dengan aset yang nggak seberapa itu, mana mungkin pihak pengadilan memberikan hak asuh Bima padamu. Kamu nggak mampu biayain hidup dia!"

Tubuhku bergetar hebat. Sekelebat ingatanku kembali ke masa lalu. Mas Reza mendaftarkan rumah ini atas namaku, tapi aku dengan bodohnya menolak. Aku beranggapan kalau pria itu kepala keluarga di sini. Jadi, dia berhak memegang kendali atas kepemilikan aset kami.

Hal yang sama juga terjadi saat membeli mobil dan kendaraan lainnya. Karena sibuk menyiapkan pesanan nasi box yang jumlahnya tak sedikit, aku meminta Mas Reza saja yang pergi untuk mengurus pembelian mobil. Aku yakin sepenuhnya kalau pria itu amanah, bisa dipercaya untuk mengelola harta yang kami dapatkan berdua.

Penilaianku kuanggap tepat karena Mas Reza bukan seseorang yang suka bertingkah neko-neko. Sebelum dia membeli apa pun, pasti minta pendapatku lebih dulu. Bukankah itu artinya dia menganggap penting keberadaanku? Apa aku salah menilainya?

Orang-orang mengatakan kalau kunci keharmonisan rumah tangga adalah rasa saling percaya, bukan? Aku memercayai Mas Reza sepenuhnya, sedalam-dalamnya.

Sayangnya, aku justru mengabaikan nasihat Papa hari itu, menyangkal firasat buruknya jika suatu hari nanti kami berpisah. Aku bertekad kalau hal itu tak akan terjadi. Namun ternyata ....

"Mulai sekarang, kamu nggak ada hak lagi dengan semua aset ini. Yang kamu punya cuma mobil pick up butut itu. Ah iya, rekening tabungan itu juga atas namaku. Kamu jangan berani-beraninya ambil sepeser pun uang dari sana. Haram!"

Suara mas Reza terdengar begitu mengerikan. Pria itu sungguh-sungguh merampokku. Restoran yang aku rintis susah payah, kini diambil paksa kepemilikannya. Bukan hanya kepercayaanku yang luntur, rasa cintaku pada Mas Reza pun hancur lebur. Aku kecewa padanya. Merasa jadi wanita paling bodoh di dunia.

Bagaimana mungkin aku tak sadar semua tipu muslihat berbalut cinta yang selama ini dimainkannya? Mas Reza yang penuh cinta, kini tak ubahnya seperti begal di luar sana. Sejenis dengan serigala berbulu domba, menggigit mangsanya sampai tetes darah terakhirnya.

Lima tahun membina mahligai rumah tangga dengan Mas Reza, aku sama sekali tidak menyadari sifat piciknya. Mungkin aku terlalu dibutakan oleh cinta dan mengabaikan logika. Aku bahkan tidak bisa melakukan apa-apa saat harga diriku diinjak-injak seperti ini. Hanya bulir air mata yang tak henti membasahi pipiku.

"Mam ... Mami ...." Panggilan Bima membawa kesadaranku kembali dari ingatan pertengkaranku dengan Mas Reza seminggu sebelumnya.

Dia menggenggam tanganku, menatapku dengan wajah polosnya yang belum mengerti apa-apa. Hanya dia satu-satunya kekuatanku untuk tetap berdiri dan menghadapi badai yang memporak-porandakan semuanya.

Bima diam saja saat kupeluk tubuhnya erat-erat. Tangisku kembali pecah, tak bisa lagi disembunyikan. Aku benar-benar merasa kehilangan. Keluarga kecilku yang amat sempurna, kini hanya tinggal sejarah saja.

Bahkan jika Mas Reza benar-benar serius dengan ucapannya, malaikat tak bersayap milikku ini mungkin akan ikut diakui kepemilikannya. Dan aku tak akan sanggup hidup hidup tanpa Bima.

Kucium wajah putraku tanpa terlewat satu inchi pun, berharap tak akan pernah berpisah dengannya. Aku bisa merelakan Mas Reza meski harus susah payah sekalipun, tapi aku tidak akan rela kalau bayi merah yang kulahirkan dengan bertaruh nyawa ini juga ikut diambil paksa. Itu tidak boleh terjadi sama sekali!

“Ya Allah, tolonglah hamba-Mu ini. Kuatkan aku untuk menghadapi semuanya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
matilah kau nabila,goblok!! pantas kau diselingkuhi karena super goblok, dungu dan tulalit
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Extra Part Final

    Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas! Bab 88. Extra Part Final “Bimaaa, tolong rapikan mainan adikmu, Nak,” panggil Nadya dari ruang keluarga sambil mengangkat beberapa bantal sofa. “Mami, masa aku terus yang harus beresin?!” Anak lelaki sembilan tahun—yang sedang memainkan mobil remote control—langsung menghela napas panjang, wajahnya setengah merajuk. “Seharian ini aku udah lima kali bersihin mainan Zahra. Capek tahu! Nanti juga berantakan lagi,” imbuhnya sambil memelotot sebal ke arah tersangka. Zahra, si kecil berusia lima tahun, justru sedang asyik menjejalkan boneka kelinci ke dalam keranjang mainannya. Dia tidak tahu kakaknya sedang jengkel karena ulahnya, malah sibuk mengeluarkan mainan yang lainnya, berserak memenuhi karpet berbulu. Wajah bulatnya bersinar penuh kepolosan. Dari dapur, Firman yang sedang membantu Nadya memotong sayuran, mendengar protes Bima. Ia dan Nadya saling pandang lalu terkekeh bersamaan. Ada bahagia sederhana di balik tawa mereka—bahagia karena kini

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Malam Pertama Pengantin Baru

    Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!Bab 87. Malam Pertama Pengantin BaruRuang ganti hotel yang tadinya penuh dengan MUA, WO, dan keluarga kini sudah lengang. Tinggal Dani dan Alya, masih memakai baju pengantin. Lampu temaram menambah suasana romansa di antara mereka.Dani bersandar santai di kursi, dasinya sudah dilepas separuh, sementara Alya sibuk mencoba membuka kancing kebaya bagian belakang yang sulit dijangkau. Wajahnya terlihat lelah.“Butuh bantuan?” tanya Dani sambil menangkap tangan Alya dan mencuri sebuah kecupan dari samping.Alih-alih senang dengan keberadaan sang suami, Alya justru mendengus kesal.“Nggak usah tanya. Kalau niat bantu, langsung aja.”“Langsung apa?” balas Dani dengan nada menggoda, sengaja berbisik di dekat telinga Alya dan mengembuskan napas hangat yang membuat gadis itu tegang.“Mas Dani ngapain, sih?!” Alya memutar tubuhnya, mencoba mendorong tubuh sang suami yang sedikit menunduk sejak beberapa menit lalu saat mendekatinya.“Aku capek, Mas. Jangan nam

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Lamaran Pria Posesif

    Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas! Bab 85. Lamaran Pria Posesif "Peluru sudah berhasil dikeluarkan dari kaki pasien. Tapi kondisinya masih lemah. Kami sarankan rawat inap sampai trauma psikisnya tertangani," ucap sang dokter dengan suara tenang namun tegas. Dani mengangguk, berterima kasih sebelum berjalan cepat ke ruang perawatan. Pintu kamar digeser perlahan. Di baliknya, Alya terbaring diam, sudah mengenakan pakaian rumah sakit. Wajahnya pucat dan terlihat kelelahan. Dia sudah beberapa kali mengikuti gala dinner bisnis, tapi menjadi bagian dari pesta berdarah adalah pengalaman yang pertama baginya. "Mas Dani," panggil Alya lirih setelah membuka mata saat merasakan sebuah tangan mengelus kepalanya. "Bagaimana keadaanmu? Mana yang sakit?" Dani mengamati Alya, memindai manik mata gadis kesayangannya. Alih-alih menjawab, Alya justru tersedu. Tangannya segera meraih lengan Dani dan memeluknya erat-erat. Dani yang ikut merasa terenyuh, membiarkan gadis itu menangis. Selama ini Aly

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Game Over

    Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!Bab 84. Game OverTubuh Felix limbung, terhuyung ke belakang dan ambruk di lantai. Belati yang tadi menancap di perutnya, kini jatuh berkelontang dari tangan Andrew.“Apa yang terjadi?” tanya pria bermata sipit dengan tangan berlumur darah kakak kandungnya sendiri. Suaranya bergetar dengan mata terbelalak. Tatapannya terpaku pada tubuh yang tergeletak dengan napas yang semakin melemah. Kemeja yang dipakai berubah merah oleh darah.Semua suara seolah lenyap, bahkan teriakan panik dan derap kaki para tamu yang masih berusaha menyelamatkan diri, tak lagi terdengar oleh Andrew. Dia bahkan sampai lupa bernapas, tangannya gemetar.“Mas…” Dua langkah dari sana, Alya yang terduduk lunglai, menatap dengan mata berkaca-kaca. Tangannya menggenggam lengan Dani erat-erat.Di belakang keduanya, Firman hanya bisa terdiam. Rasa perih di pelipisnya tak lagi penting, dia justru sibuk menoleh ke sana kemari mencari jalan keluar. Wajah-wajah di sekitar mereka menyiratka

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Bulan Tersaput Awan

    Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!Bab 83. Bulan Tersaput AwanFelix menekan lengan Cinderella lebih keras, membenturkannya ke dinding hingga napas gadis itu tersengal. Suara gemuruh di luar ruangan tak mampu menutupi bunyi dengusan amarah dari dada pria berjas hitam itu.Namun, alih-alih gentar, Cinderella justru menyeringai miring. Napasnya pendek, tapi matanya tetap tajam menusuk.“Kamu berdiri di tempat yang salah, Felix,” bisik Cinderella, lirih tapi mantap, “itu sama saja dengan mengulang kesalahan yang sama. Istri dan anakmu... mereka mungkin nggak mau menemuimu, bahkan meski sama-sama di neraka sekalipun.”Ucapan itu menghantam Felix seperti palu godam. Pertama, dia tidak terima istri dan anaknya disebut berada di neraka. Kedua, kenapa mereka tidak akan mau bertemu dengannya?Seketika, mata pria ity menyipit curiga, lalu menekan lebih kuat pergelangan Cinderella yang masih ia kunci ke dinding.“Apa maksudmu?!” desisnya. Sorot matanya menusuk, tapi di baliknya tergurat satu ker

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Curang dan Suka Main Belakang

    Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!Bab 82. Curang dan Suka Main Belakang"Hoek!"Suara muntahan Nadya membuat aktivitas makan malam terhenti. Bima yang semula asyik menikmati sup ayam favoritnya, seketika menoleh. Pun Mama Anita yang segera berdiri dan menyusul putri semata wayangnya yang kini menunduk di depan wastafel dapur.Di sisi lain, Papa Bagaskara hanya bisa diam, menegang di kursinya. Dia tidak berbuat banyak, tapi sorot mata dan ekspresi wajahnya jelas menunjukkan kekhawatiran."Opa, Mami kenapa?" tanya bocah yang akan genap berusia 4 tahun dalam beberapa bulan itu."Mami mungkin nggak enak badan, Sayang. Udah nggak apa-apa. Ayo lanjutin makannya."Meski masih ingin bertanya, tapi bocah dengan kaus berkerah warna biru itu akhirnya mengangguk. Tangannya cekatan menusuk potongan wortel dan melahapnya."Kamu nggak apa-apa, Na?" tanya Mama Anita sambil mmegelus punggung Nadya. "Nggak tahu, Ma. Tiba-tiba mual hebat. Padahal udah ga pernah mual berapa hari ini. Aku pikir morning

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status