Share

Playing Victim

Penulis: Hanazawa Easzy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-03 08:27:30

Kudorong pintu di depanku sekuat tenaga, membuat dua orang di depan sana terperanjat seketika. Mereka saling tatap, tidak menyangka akan tertangk4p basah seperti sekarang.

"Nadya?" Joyce, yang merupakan sahabatku sejak kecil, memanggil namaku sambil menjauh dari ranjank dengan wajah pucat.

"Nadya! Apa-apaan kamu?" Mas Reza langsung berdiri, serabutan memakai kaus hitam dan celana pendek. Suaranya tercekat di tenggorokan, menatapku seperti melihat hantu. Dia sadar, kamera ponselku merekam perselingkuhan mereka.

"Nadya, ini nggak seperti yang kamu lihat." Joyce menatapku sambil berurai air mata. "Aku sama Mas Reza cuma—"

"Diam!" Aku menyentak galak. Dadaku terasa semakin sesak. Sudah ketahuan, masih saja coba berkilah. "Aku nggak butuh penjelasan wanita murahan kayak kamu!"

Kemarahanku tak tertahankan membuat tanganku sampai bergetar. Rekaman video yang kuambil sedikit blur. Yang penting aku punya bukti.

Mas Reza mendekatiku dengan wajah merah padam.

"Turunin ponsel kamu!"

"Nggak!"Aku mundur dua langkah. "Kamu sama Joyce ...." Aku tidak bisa melanjutkan kalimatku. Lidahku kelu, tenggorokanku kering. Jangan tanya air mata, sudah membasahi pipiku sebelum masuk ke ruangan ini.

Mas Reza meraup wajahnya dengan tangan. Dia kalut, tidak menyangka aku tiba-tiba memergokinya.

"Mas, jelasin!" Gigiku bergemeletuk.

Aku pikir rumah tangga kami baik-baik saja, harmonis dan tidak pernah ada masalah. Karier Mas Reza tergolong cemerlang. Setelah menikah denganku, dia dipromosikan menjadi kepala bagian marketing di perusahaan milik orang tua angkatku. Setahun berikutnya, dia dipercaya memegang cabang di kota kami. Mas Reza juga dapat inventaris mobil dari perusahaan.

Sama seperti Mas Reza, usaha kateringku dilimpahkan rezeki yang tumpah ruah. Kehidupan rumah tangga kami benar-benar sempurna. Keluarga kecil yang bahagia.

Aku tidak pernah berpikir kalau bahtera yang begitu damai ini tiba-tiba digulung gelombang maha dahsyat dalam bentuk seorang wanita. Mas Reza memiliki wanita idaman lain di belakangku. Dan parahnya, itu sahabatku sendiri. Tempatku berbagi keluh kesah saat ada masalah.

Joyce sudah berpisah dengan suaminya setahun lalu karena dinyatakan tidak bisa hamil. Entah itu nyata atau tidak, aku tidak pernah bertanya demi menjaga perasaannya.

"Turunin ponsel kamu, Nad! Kita bicarakan ini baik-baik!" Mas Reza membentak, membuat lamunan singkatku terhenti. Dia memasang wajah tegas, berharap aku menuruti permintaannya.

Aku memang menurunkan ponselku, tapi detik berikutnya langsung mengirimkan video itu ke Mama. Kutatap Mas Reza dan Joyce bergantian.

"Bisa kamu jelasin, Mas? Kenapa kamu sama Joyce bisa ngelakuin ini?"

Aku menggeram marah saat melihat suamiku justru dengan santai duduk di kursi tidak jauh dari wanita selingkuhannya, alih-alih langsung menjawab pertanyaanku.

Mas Reza mengambil ro kok dari laci meja dan menyalakannya. Asap putihnya membubung ke udara dan menghilang beberapa detik berikutnya.

"Kamu udah lihat sendiri, Nad. Kenapa masih tanya?"

"Apa kurangku sampai kamu butuh wanita lain buat pelampiasan? Apa salahku? Semua kebutuhan kamu masih aku urus. Tiap hari aku masih sediakan bekal makanan buat kamu. Pakaian dan keperluan kantor, nggak ada yang ketinggalan aku siapkan. Semalam juga kita masih berhubungan. Apa aku kurang memuaskanmu?!"

"Ya, itu salah satunya."

Ingin sekali aku menyebutkan sumpah serapah yang ada di kepala, tapi akal sehatku tidak mengizinkannya. Itu hanya akan menjatuhkan harga diriku sebagai seorang wanita.

"Apa salahku, Mas?" ulangku dengan suara bergetar.

"Kamu bener-bener nggak sadar kesalahanmu, Nad?"

Aku bergeming. Apa maksudnya?

"Kamu terlalu sombong. Kamu pikir kamu istri yang paling sempurna di dunia ini, heh?"

Lagi-lagi aku tidak tahu bagaimana merespons pertanyaannya.

"Kamu lupa diri. Setelah bisnis katering punyamu itu sukses, bisa beli ruko besar sekaligus buka restoran di pusat kota, sejak itu kamu nolak u4ng bulanan yang aku kasih. Kamu jadi sosok super woman yang bisa ngelakuin apa pun sendiri. Keluarga sialanmu itu ... aku capek dibanding-bandingin sama pencapaian kamu. Mereka suka cita ngerayain kesuksesanmu dan mencibir waktu tahu cabang yang aku kelola anjlok omset penjualannya. Nggak cukup menanggung malu, ayah angkat br*ngsekmu itu menurunkan jabatanku sejak bulan lalu. Apa kamu tahu?

“Diturunkan?!”

Aku melihat wajah Mas Reza yang mulai tampak frustrasi. Sebenarnya, aku juga benar-benar syok mendengarnya

“Dia punya masalah sebesar itu tapi aku nggak tahu sama sekali? Dia nggak pernah cerita dan aku salah karena nggak pernah tanya?” bisikku hampir tanpa suara.

"Kenapa? Kaget?" sarkas Mas Reza. "Bukannya kamu harusnya ngetawain aku juga? Sama kayak yang dilakuin keluargamu itu."

“Nggak ada yang ngetawain kamu, Mas!”

Aku menggeleng tegas. Mana mungkin aku mentertawakan suamiku sendiri yang kesusahan. Aku justru akan mendukung semua usaha yang dia lakukan.

Aku masih tidak bisa mengerti kenapa Mas Reza menodai pernikahan kami, tapi kemudian justru playing victim di sini. Dia menuduhku sebagai akar masalah hari ini.

"Aku capek ada di balik bayang-bayang kamu terus, Nad. Sampai kapan pun, Papa kamu memang nggak akan merestuiku. Mendingan kita bubaran aja."

"Maksud kamu apa, Mas?!" Suaraku tercekat di tenggorokan. "Jangan cari alasan. Kamu emang suka sama Joyce, kan?"

Aku berusaha membohongi diriku sendiri, mencari penjelasan yang lebih masuk akal. Akan lebih baik kalau dia mengatakan sudah bosan menjadi suamiku dan ingin menikahi Joyce yang lebih cantik

"Nggak. Aku cuma manfaatin temenmu yang kesepian. Apalagi dia mandul. Aku nggak perlu khawatir dia hamil."

Sebuah tamparan mendarat di wajah Mas Reza. Bukan aku yang melakukannya, tapi Joyce yang sedari tadi menyimak dalam diam pembicaraan kami berdua.

"Kamu tega, Mas!"

Detik itu juga, Joyce lari dari kamar setelah memunguti pakaiannya. Dia pasti sakit hati dimanfaatkan begini.

Detik-detik berlalu dalam keheningan. Aku terduduk di lantai, kehabisan tenaga memikirkan apa yang terjadi pada kami bertiga. Meski Joyce sudah menyakitiku, tapi aku masih menyimpan iba padanya. Bagaimanapun juga, kami sama-sama wanita.

"Mas ...."

"Udahlah, Nad. Kamu introspeksi diri kamu sendiri, nggak usah sok kasihan ke wanita murahan kayak Joyce itu. Pikirkan kesalahan kamu selama ini. Bahkan Bima juga lebih dekat dengan Mama dibandingkan kamu, ibunya sendiri. Apa hal itu kamu juga nggak paham?"

Aku merasakan dadaku begitu sesak. Oksigen seolah enggan masuk ke paru-paru. Benarkah aku biang masalah ini? Bima kutitipkan karena Mama memang kesepian, bukan karena aku tidak mau mengurusnya.

"Nadya Kinanthi, mulai hari ini aku talak kamu. Kamu bukan lagi istriku!"

Seperti tersambar petir di siang hari, tubuhku kaku seketika. Langit seolah runtuh detik itu juga.

"Mas Reza—"

“Apa lagi? Kita cerai!"

Jangan lupa subscribe dan tinggalkan komentar kalian, ya!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Muliana
grem q jdi nya liat laki"itu
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
masih nanya juga sa ma suami apa kurang kau,nyet? klu suamimu sudah meniduri wanita lain tan pa bersalah maka tidak perlu kau tanya apa kurangmu.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Rekonsiliasi Hati

    "Nggak ada. Aku cuma mau main-main sama kamu, Mas. Nggak boleh?""Apa?!" Kedua tangan Dani terkepal di samping badan Alya. Embusan napasnya terasa kian berat.Alya tidak langsung menjawab. Tatapannya tenang, tapi penuh siasat. Di bibirnya tersungging senyum tipis yang tidak sampai membuat sudut matanya berkerut."Kamu marah, Mas?" tanyanya pelan, tapi penuh ketegasan. "Apa kamu punya hak buat mengatur hidupku? Aku dan kamu nggak ada ikatan kecuali sama-sama anak angkat Om Wirawan."Dani menggeram tertahan. Ia meraih pergelangan tangan Alya, menahannya ke dinding—tidak kasar, tapi cukup kuat untuk membuat gadis itu berhenti bicara."Jangan main-main, Al. Kamu nggak tahu siapa berandalan itu!""Kamu yang jangan main-main, Mas!" sela Alya dengan mata memelotot, tak gentar menatap Dani yang berusaha mati-matian menahan emosi."Kamu pikir aku bisa diam lihat kamu datang dengan sampah macam dia?" Suara Dani bergetar, menunjuk ke arah ballroom di mana Andrew berada."Sampah?" beo Alya sambil

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kecemburuan dan Kemarahan

    Suasana ballroom hotel bintang lima itu terasa meriah. Gemerlap lampu kristal memantulkan kilauan ke setiap sudut ruangan, sementara para tamu—bergaun dan bersetelan mahal—bercakap-cakap dengan anggun.Bunga-bunga tertata rapi di berbagai sudut, berpadu dengan meja-meja penuh hidangan dan berbagai minuman. Standing party yang membutuhkan dana tidak sedikit. Sebagai tangan kanan Om Wirawan, Dani harus menjamu para konglomerat dengan jamuan yang pantas."Semua berjalan sesuai rencana, Tuan," lapor seorang pria berpakaian hitam kepada Om Wirawan yang berdiri di samping Dani. Dia kepala keamanan yang memastikan semua tamu masuk tanpa membawa senjata tajam maupun alat berbahaya. Bahkan ponsel pun tertahan di penerima tamu.Pria paruh baya itu hanya mengangguk singkat, menyapu pandangan ke seluruh ruangan. Hanya 200 tamu undangan, rekan bisnis di 'dunia atas' yang bersih. Kalaupun ada rekan bisnis gelapnya, mereka membaur sempurna seperti 'orang baik '.Semua menikmati pesta, menyantap hida

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Rencana Balas Dendam

    “Mas, gimana caranya aku ngomong ke Alya soal pertunangan Mas Dani?” tanya Nadya berbisik—setelah lelah mondar-mandir di ruang tengah rumah sewa, tapi belum juga menemukan cara yang tepat.Firman mendesah, terpaksa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Sama seperti yang istri, dia juga didera perasaan gamang terkait keputusan Dani yang menghebohkan itu. Di antara semua orang, dia dan Nadya yang paling dekat dengan Alya sekarang.“Na, masalah pertunangan ini nggak sesederhana seperti apa yang kita pikirkan. Aku mencoba mencari simpulnya sedari tadi, siapa sosok yang mau bertunangan dengan Mas Dani. Tapi semuanya terasa normal-normal aja. Ini akun sosial medianya.”Firman menggeser laptop, memperlihatkan nama Putri Anggun Wijaya, nama yang sama seperti yang tercetak di dalam undangan.“Dia putri angkat keluarga Wijaya. Kemungkinannya, ini semacam perjodohan bisnis. Kamu tahu sendiri, Om Wirawan dan Mas Dani adalah dua orang yang nggak terpisahkan. Bisa jadi, Mas Dani nggak benar-b

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   She Fell First, But He Fell Harder

    “Nggak ada yang perlu dijelaskan. Ini urusan pribadiku sama Cinderella.”“Cin... Cinderella?” beo Firman dengan napas tercekat di tenggorokan.Butuh waktu satu-dua detik untuknya mencerna ucapan di ujung telepon. Meski pernah mendengar nama itu dikisahkan, tapi dia belum tahu bagaimana fisik Cinderella. Secantik apa dia?“Kamu yakin nggak akan menyesal, Mas? Aku sama Nadya udah ketemu Alya. Dia kelihatan—”“Dia cuma aku anggap adik. Semoga kamu nggak lupa, Fir,” sela Dani cepat, memotong ucapan Firman yang baru setengah jalan.“Dia memang pernah menjadi tanggung jawabku, tapi bukan berarti akulah tempat dia menggantungkan harapan. Aku punya kehidupanku sendiri.”Firman hanya bisa menelan ludah, tak bisa berkata-kata. Setiap ucapan dari bibir Dani terasa dingin dan menusuk, tidak ada sedikit pun ruang bagi Alya untuk masuk ke hatinya.Meski menegaskan demikian, pada kenyataannya Dani mencengkeram kuat-kuat pecahan cermin di tangannya. Darah segar yang menetes dari telapak tangan yang t

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Harus Mengakhirinya

    “Maksud Mama gimana? Tunangan? Sama siapa?” Langkah Nadya yang semula terburu-buru menuju rumah sewa terhenti mendadak. Dengan gemetar, dia duduk di bangku kayu di depan rumah makan Bu Ayu. Rasa terkejutnya begitu besar hingga dia lupa bahwa Firman dan Alya sedang menunggunya di rumah. “Mama juga nggak tahu, Na. Wirawan yang datang tadi dan kasih undangan itu. Selebihnya Mama nggak tahu. Tadi Mama masih ngurus Bima, jadi nggak sempat minta dia duduk. Eh, katanya dia juga lagi buru-buru mau ada urusan.” Suara Mama Anita terdengar jelas di seberang telepon. “Kok bisa mendadak begini, Ma? Padahal Dani sama Alya lagi…” Nadya buru-buru menutup mulutnya, hampir saja keceplosan. “Dani kenapa sama Alya?” Mama Anita terdengar sedikit penasaran. Nadya menjauhkan ponsel dari telinga, berusaha mengendalikan emosinya. Matanya menatap laut di kejauhan, ombak berkejaran tanpa henti seperti pikirannya saat ini. Satu yang pasti, dia harus tetap tenang. “Nana, kamu masih di sana? Halo?” Mam

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kehilangan Arah

    Firman menutup laptopnya, melirik jam segi empat di pergelangan tangan kirinya. Benar-benar 30 menit seperti yang ia janjikan pada Nadya.[Kamu masih di rumah makan itu, Na? Aku ke sana sekarang.]Pesan itu terkirim, ceklis 2, tapi masih abu-abu. Belum dibaca."Langsung ke sana aja lah," ucap Firman bergumam. Tangannya merapikan lengan kemeja sebelum keluar dari rumah sewa.Seolah berkejaran dengan waktu, pria itu menuruni anak tangga 4 pijakan dengan tergesa. Hanya dalam hitungan detik, dia sudah berada di dekat jalan raya, siap menyeberang. Namun, saat kakinya hendak melangkah melewati jalanan aspal, tubuh pria itu mendadak membeku. Tak jauh dari posisinya, tampak seorang gadis berjalan sambil menundukkan kepala. Meski wajahnya tak terlihat, tapi Firman hafal betul postur maupun gesturnya."Alhamdulillah, Ya Allah. Terima kasih atas semua kemudahan yang Kau berikan," bisik Firman lirih, meraup wajahnya dengan tangan.Pengacara muda itu mengubah haluan, mendekat ke arah gadis yang

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Ketidakcocokan

    Tepat pukul sembilan pagi, Alya melangkah keluar dari kamar. Celana jeans membungkus kaki jenjangnya, berpadu dengan atasan tanpa lengan bermotif bunga-bunga. Kulitnya yang bersih, terlihat bercahaya di bawah sinar matahari, leher jenjangnya mulus tanpa noda—sesuatu yang tak banyak dimiliki gadis seusianya, kecuali mereka yang merawatnya dengan baik. Langkah Alya terasa ringan, siap membantu Bu Ayu di rumah makan seperti kemarin. Rasanya menyenangkan berjualan, bertemu banyak orang dan merasakan kehangatan suasana desa. Namun, senyum Alya tertahan saat tatapan wanita itu seolah mengulitinya. Bu Ayu berdiri di dekat pintu, jilbabnya rapi, tas mungil tergantung di bahu yang tertutup kebaya lengan panjang. Matanya menyapu penampilan Alya dari kepala hingga kaki, lalu kembali naik dengan sorot yang sulit disembunyikan—ketidaksukaan. "Ibu mau ke rumah makan sekarang, Bu?" tanya Alya, mencoba mencairkan suasana. Bu Ayu tak langsung menjawab. Alisnya berkerut, seolah menimbang sesuatu

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Gadis Cinderella

    Dani mengerjap ketika tirai terbuka, membiarkan sinar matahari menampar wajahnya tanpa ampun. Ia mengerang pelan, berusaha menghindari cahaya yang terasa menusuk kepalanya yang pening. Begitu mencoba membuka mata sepenuhnya, palu godam terasa menghantam, memaksanya kembali memejamkan mata. "Nggak tahan alkohol, tapi sok-sokan minum *absinthe*. Udah bosan hidup?" Suara itu membuat Dani tersentak. Lembut, tapi penuh sindiran. Suara yang sudah lama tak ia dengar. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuka mata, kali ini dengan lebih perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya. Sosok seorang wanita berdiri di dekat jendela, siluetnya samar diterpa cahaya pagi. Rambut panjangnya tergerai sedikit berantakan, tapi tetap terlihat menawan. Ia mengenakan kemeja putih longgar—yang, sialnya, tampak seperti pakaian yang Dani gunakan semalam. Kain itu menggantung di tubuhnya, sedikit kebesaran tapi tetap menciptakan nuansa yang berbahaya dan menggoda bagi pria dewasa sepert

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Bulan Madu Kedua 🔞

    WARNING! 🔞 ADULT CONTENT! "Mas, aku liat gadis yang mirip Alya!" seru Nadya sambil mengetuk pintu kamar mandi, mengganggu sang suami yang sedang mandi. Tadinya Nadya hanya ingin berdiri di beranda lantai dua, melihat gemintang di angkasa. Dia justru melihat sepasang sejoli sedang makan bersama di kejauhan. Gadis yang ia yakini sebagai Alya. Dari balik suara gemericik air shower, Firman tidak langsung menjawab. Dia sedang sibuk membilas shampo di kepala. "Mas Firman! Aku liat Alya!" ulang Nadya dengan suara yang lebih keras. Sengaja mengetuk pintu di depannya dengan ketukan yang lebih kuat. "Apa, Na?" sahut Firman balik bertanya, mencoba memusatkan pendengarannya di bawah guyuran air. "Ada Alya!" Detik berikutnya, suara aliran air terhenti dan pintu kamar mandi terbuka sedikit. Firman melongok keluar, membiarkan tetesan air mengalir dari ujung rambut basahnya. "Kamu ngomong apa tadi? Nggak jelas suaranya." Nadya menelan ludah menatap perut kotak-kotak di depannya. Namun, dia

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status