Lokasi apartemen Alex tidaklah jauh, cukup 20 Menit saja taksi yang membawa Aruna sampai di lokasi. Wanita itu segera keluar dari mobil dan masuk ke gedung bertingkat tersebut, naik lift dan mencari pintu kamar Alex yang berada di lantai 6 lantas menekan tombol di pintu itu. Pintu terbuka seketika, Aruna langsung ditarik ke dalam dan menerima sambutan hangat dari Alex.Beberapa menit keduanya berciuman sebelum Aruna melepas paksa. "Ah, sudahlah, Lex. Aku ke sini hanya ingin mengatakan tugas apa untukmu," kata Aruna seraya menyeka bibirnya yang sedikit basah akibat kelakukan Alex yang selalu saja brutal dalam bermain bibir.Alex terkekeh, dan bertolak pinggang, pria itu masih belum memakai pakaiannya sehingga menunjukkan tubuh bagian atasnya yang cukup seksi. "Terburu-buru sekali, baru juga ketemu sikapmu sangat dingin begini padaku. Ayolah, Aruna ... kita bersenang-senang sebentar. Aku merindukanmu, Sayang." Alex merangkul dan memeluk Aruna, bibirnya pun mengecup pipi wanita itu meski
Seperti yang sudah dijanjikan kemarin, Arya datang ke rumah Jeno untuk membawakan foto pernikahan yang dicetak ulang dan dibingkai di figura yang baru. Arya mengetuk pintu beberapa kali, tapi tidak ada yang membukakannya.Pada akhirnya pria itu memutuskan menghubungi Jeno, sementara itu Jeno yang masih menemani Rea berkunjung di rumah Surya pun menerima panggilan telefon, pria itu bergegas merogoh saku celananya dan melihat kontak si penelefon. "Maafkan aku, aku harus menjawab telefon lebih dulu," pamit Jeno.Surya mengangguk dan tersenyum. "Silakan," jawabnya ramah.Jeno segera melangkah pergi menjauh dari Surya yang sedang duduk santai di sofa ruang tamu, sementara Rea sedang berada di dapur untuk mengambil sesuatu. "Hallo, Arya. Ada apa kamu menelefonku?" tanya Jeno saat ia telah menerima panggilan."Maaf, Tuan. Saya berada di rumah Anda, sesuai pesanan Anda saya sekarang membawa foto pernikahan Anda yang sudah dicetak ulang.""Bukankah di rumah ada Aruna? Kamu bisa langsung turunk
Rea melambaikan tangan pada papanya saat ia akan masuk mobil, dan Surya juga tersenyum membalas lambaian tangan putri manjanya. Bagi Surya, seberapa dewasanya Rea, wanita itu tetaplah putri kecil tercintanya. Putrinya yang manja, dan penuh lemah lembut. Tanpa dia tahu putri manja dan rapuh itu sudah mengalami kekerasan fisik dan batin selama 2 Tahun pernikahan, ternyata dia mampu bertahan.Terkadang karena cinta memang membuat orang jadi kuat dan sedikit bodoh, bayangkan saja wanita yang dianggap makhluk lemah mampu menanggung segala beban di dalam kehidupan rumah tangganya. Tidak semua manusia mendapatkan ujian yang sama di dalam hidup setelah pernikahan, di antara mereka juga ada yang memutuskan menyerah ada juga yang memilih bertahan, tapi keduanya tetaplah pemenang pada akhirnya.Rea masih terisak saat Jeno masuk mobil, biasanya pria itu sangat jengah melihat orang cengeng. Namun, perasaan Jeno saat ini sedikit melembut, dia memahami sedikit perasaan Rea. Hanya saja dia tidak mau
Jeno masih duduk di kursi bar rumahnya, dia baru meminum beberapa gelas wine yang tersedia di atas meja. Sesekali dia tersenyum culas saat mengingat kata-kata Rea tadi di kamar. "Aku memang tidak punya orang terkasih di hidupku. Tidak ada kehangatan yang aku rasakan sejak kecil, sehingga aku menyukai rasa dingin selama bertahun-tahun."Lagi Jeno menuang wine ke dalam gelas berkaki dan menyesapnya dalam sekali teguk, mengingat tatapan Rea akhir-akhir ini padanya begitu berbeda. Mengapa baru saat ini dia menyadari jika tatapan Rea yang dulu begitu berbeda dengan saat ini, mungkin karena itu dia baru bisa memahami jika tatapan wanita itu yang dulu penuh cinta, tapi tatapannya yang saat ini penuh kebencian yang tidak dapat terlukiskan.Haruskah Jeno melepaskan saja wanita itu dan membiarkan Rea pergi mencari bahagianya sendiri? Namun, di dalam hati Jeno sudah tumbuh perasaan rindu, rindu pada tatapan Rea dan sikap hangat wanita itu. Saat Jeno terus minum, Aruna datang ke dapur untuk meng
Jeno baru saja datang ke meja makan dengan pakaian rapi, dia sudah bersiap ke bekerja hari ini. Sesampainya di sana Rea sudah makan lebih dulu, sementara Aruna masih belum makan layaknya seorang istri yang baik dan setia menanti suaminya untuk makan bersama.Aruna tersenyum melihat Jeno yang memperhatikan Rea makan tanpa mempedulikan kehadiran Jeno di sana, wanita itu dengan cekatan menyiapkan roti bakar yang sudah tersedia ke atas piring milik Jeno, lalu dirinya juga mengambil bagian lalu segera makan. Jeno masih memperhatikan istrinya yang makan sarapan tanpa suara, bahkan tidak melirik padanya sama sekali, itu membuat selera makan Jeno hilang sudah. "Sayang, kenapa hanya diam saja? Ayo makan sarapannya, kita ada meeting penting pagi ini, kan?" Aruna memegangi punggung tangan Jeno yang ada di atas meja, lalu tersenyum provokasi ke arah Rea.Rea melirik tangan wanita itu yang berada di atas punggung tangan Jeno, seketika Rea juga berdiri hendak pergi. "Rea!" Panggilan Jeno mengurung
Seorang pelayan menyambut kedatangan Jeno beserta kedua wanita yang berjalan di belakangnya. "Selamat pagi, Tuan Bramantio. Silakan asisstant serta tamu Anda sudah menunggu di ruang VIP." Pelayan mempersilakan Jeno untuk menuju ruangan yang sudah diatur sebelumnya oleh Arya.Jeno mengangguk, lantas berjalan lebih dulu diikuti pelayan, Rea juga Aruna. Sesampainya di depan pintu Pelayan segera membukakan pintu. "Silakan, Tuan, Nyonya," ucapnya mempersilakan untuk ketiga orang itu masuk ke ruang meeting, lantas Pelayan kembali menutup pintu.Saat Jeno masuk ruangan seluruh orang di dalam berdiri serentak dan memberi penghormatan dengan membungkukkan sedikit punggung mereka. "Selamat pagi, Tuan," sapa mereka.Arya lantas segera berjalan ke arah kursi yang sudah disediakan untuk Jeno, dan menariknya seraya mempersilakan, lantas ia juga menarik kursi lain di samping Jeno untuk Rea, tanpa mempedulikan Aruna, wanita itu harus menarik kursinya sendiri untuk duduk di samping Arya."Selamat pagi
Jeno dan Rea berjalan cepat keluar dari restoran menuju parkiran, genggaman tangan Jeno di pergelangan tangannya tak mengendur membuat Rea meringis kesakitan. Setelah dekat dengan mobil barulah Rea menarik tangannya yang kurus, Jeno menoleh ke belakang dan melihat Rea menyentuh pergelangan tangannya yang sedikit merah.Jeno tak sengaja melakukannya, mungkin dirinya ditakdirkan hanya bisa menyakiti Rea, karena meski tanpa bermaksud menyakiti pun wanita itu tetap tersakiti. "Ada apa begitu terburu-buru membawaku pergi? Hingga kamu begitu keras menarikku seperti ini?" Rea bersuara, dan Jeno juga merasa bingung harus menjawab apa.Sebenarnya dia kenapa?Tadi itu di perjamuan banyak mata pria terus memperhatikan istrinya, dan itu membuat Jeno tidak nyaman. Rea tentu saja wanita kelas atas yang terlahir cantik, bermata besar dengan bulu mata lentik yang menaunginya. Wajahnya yang oval dengan dagu yang tidak terlalu runcing, hidung mancung dan berwajah tirus.Rea berawakkan mungil, dan berku
Sebenarnya Jeno tidak ingin bermaksud mengancam atau memberi peringatan keras pada Rea, tapi rupanya citra Jeno di mata Rea sudah tercetak buruk sehingga wanita itu hanya bisa melihat keburukan dan mencurigainya. Meski sejujurnya pada awalnya memang benar, hanya saja akhir-akhir ini Jeno merasakan perasaan yang berbeda, seperti ada kesungguhan.Namun, Rea selalu saja merusak suasana hati Jeno dengan kecurigaannya itu. Memang bukan salah Rea kalau misal wanita itu terus berpikir jelek tentangnya, sikapnya sejak awal sampai akhir memang buruk, tapi Jeno bukan type orang yang rendah hati dia mudah sekali tersulut emosi hingga kadang tidak mau sadar kalau dialah yang salah, tapi malah dia yang ingin dimengerti.Saat ini pun dia marah karena menganggap Rea bodoh, tidak mengerti dirinya. Padahal jika dipikir-pikir Jeno yang bodoh selama 2 Tahun tidak sadar-sadar kalau ada wanita yang tulus mencintainya, tapi malah terus disakiti.Saat keduanya berada dalam ketegangan, pintu tiba-tiba diketu