Alunan ayat Alquran bergema merdu di rumah kami, hari ini adalah acara empat bulanan kandunganku. Kami memilih acara empat bulanan karena saat usia kandungan empat bulan mulai ditiupkan ruh kedalam calon bayi, setidaknya itulah yang aku dengar.Para ibu-ibu pengajian masjid yang berada dekat rumah kami yang datang menghadiri acara ini. Mereka membaca surat Yusuf dan juga Maryam. Tadi aku juga di perkenankan untuk membaca surat Maryam beberapa ayat saja. Yaa walaupun tidak mahir tapi aku bisa membacanya, kadang kala mas Damar akan menemaniku membaca selepas Maghrib.Apalagi sejak aku mulai mengandung, suamiku makin rajin membaca Alquran dan juga menyuruhku untuk melakukan bersamanya.Ibu, bapak, mama, dan papa juga ada disini. Ibu dan bapak sudah datang sejak kemarin, mama dan papa baru datang tadi pagi. Mereka semua sangat bahagia dengan kehadiran calon cucu mereka.Syukur Alhamdulillah acara berjalan lancar hingga akhir, aku yang sejak tadi ikutan duduk merasa lelah juga. Perutku ter
DUA TAHUN KEMUDIAN_______________Entah kenapa suasana ruang tamu ini sedikit tegang. Ibu mertuaku tiba-tiba saja meminta aku dan suamiku pulang ke kampung, beliau bilang ada sesuatu hal penting yang hendak dibicarakan. "Nang, kamu harus menikah lagi," titah ibu.Bagaikan terkena sengatan listrik jutaan volt, tubuhku rasanya lemas seketika. Bagaimana ucapan itu keluar dari mulut wanita yang bergelar ibu, apa beliau tidak memikirkan perasaanku. Meskipun beliau ibu mertuaku, tapi selama ini ibu selalu menyayangiku seperti putrinya sendiri. Bahkan ibu juga memiliki seorang putri, bagaimana bisa wanita yang sudah melahirkan suamiku itu meminta putranya menikah lagi. "Ini semua demi keluarga kita," ucapnya lagi. "Buk, Damar tidak bisa menikah lagi. Untuk apa? istriku masih sehat, bisa melayaniku dengan baik. Apa hubungannya menikah lagi dengan dalih demi keluarga," ucap mas Damar menolak permintaan ibunya. "Kita harus segera memiliki keturunan, seorang anak laki-laki," jawab ibu. Ter
"Mas, ucapku sambil duduk di sisi ranjang, disebelah kakinya.Aku tahu jika dia tidak sedang tidur. Mas Damar mengangkat tangannya dan membuka matanya. Tidak ada kata apapun yang terucap dari bibirnya, hanya memandangku dengan tatapan, entahlah."Ibu menyuruh kamu untuk membujukku?" tanya lelaki itu sambil bangkit dan duduk di sebelahku. "Iya," jawabku pendek. "Dan kamu mengiyakan?""Lalu aku harus bagaimana mas?" Aku balik bertanya. "Kamu rela aku menikah lagi dengan wanita lain?"Aku menjawab pertanyaan mas Damar dengan gelengan kepala. "Kamu rela aku berbagi perhatian dengan wanita lain?" tanyanya lagi.Aku masih menjawab pertanyaannya dengan gelengan kepala, mulutku terkunci, dadaku semakin sesak. Bagaimana bisa aku bisa membagi semua itu dengan wanita lain. Aku hanya ingin memilikinya seorang diri. "Kamu rela aku disentuh dan menyentuh wanita lain, kamu rela aku bermesraan dengan wanita lain, kamu rela aku tidur dengan wanita selain dirimu?" Pertanyaan mas Damar meluncur ber
Selesai membereskan tanaman Anggrek tersebut aku segera mandi dan berganti pakaian, setelah itu bersandar didepan jendela menanti Maghrib sambil memandangi kolam dan bunga Anggrek yang barusan aku tanam. Mas Damar entah kemana sejak tadi sepulang dari kebun.Pikiranku berkelana kemana-mana hingga tidak sadar lelaki yang sedang ada dalam pikiranku itu sudah ada di belakangku dan memeluk tubuhku. "Lihatin apa sih?" tanyanya sambil menyadarkan kepalanya di bahuku. "Melihat tanaman bunga Anggrek itu, dia pasti akan indah saat bunganya bertambah banyak dan mekar semua.""Kamu tahu mas, bunga Anggrek pun memiliki banyak makna sesuai dengan warnanya loh," ucapku lagi."Darimana kamu tahu?" "Bacalah, memangnya kamu saja yang rajin membaca. Sebagai bunga dengan aroma yang khas, simbolisme anggrek biasanya dikaitkan dengan aroma manis yang dilepaskan ke udara. Dalam praktik feng shui, tanaman bunga anggrek banyak digunakan untuk meningkatkan keberuntungan keluarga dan kesuburan." "Kamu perc
Aku dan Alesha mengendarai motor berdua, entah kemana sahabatku ini akan membawaku. Dia bilang akan membawaku ke sebuah taman di daerah sini. Tentu saja Alesha lincah dalam mengendarai motor, sejak awal dia memang sudah terbiasa. Beda denganku yang hanya bisa berkendara dengan mobil.Setelah cukup lama berkendara kami sampai di sebuah taman yang sangat luas, di tengah-tengah taman ada pohon trembesi yang besar dan sangat rindang. Ada tempat bermain anak-anak seperti ayunan, perosotan, dan jungkat-jungkit. Banyak juga penjualan makanan dan mainan disekelilingnya. Setelah memarkirkan motornya, Alesha mengajakku untuk duduk dibawah pohon trembesi yang ada di tengah taman tersebut. Sekeliling pohon itu terdapat tempat duduk yang terbuat dari besi dan kayu, ada juga yang dari beton."Amelia, apa kamu tahu tentang kisah Sarah dan Hajar?" tanya Alesha begitu kami sudah duduk dengan santai."Tahu, sedikit. Mereka berdua adalah Istri-istri nabi Ibrahim, iya kan?" "Iya, Kamu tahu kenapa Sar
Kami berkendara berdua kembali ke kota, mas Damar tidak mau mendengarkan siapapun dan pergi begitu saja dari rumah kedua orangtuanya. Aku hanya bisa mengikuti kehendak suamiku. Sebelum pulang, ibu berpesan. Pesan yang sama agar aku meyakinkan mas Damar untuk menikah lagi. "Damar memang putraku, tapi ibu rasa putra ibu lebih mendengarkan dirimu daripada mendengarkan ibu. Jadi ibu harap kamu bisa meyakinkan dirinya." Perkataan ibu terus terngiang-ngiang ditelingaku. Aku menghela nafas panjang begitu mengingat lagi pesan beliau. "Aku mengajakmu pulang agar kamu tidak memikirkan lagi tentang permintaan ibu ataupun tentang sahabatmu itu. Jadi berhentilah untuk memikirkan hal itu," ujar mas Damar tanpa menatapku. Tatapannya tetap fokus ke jalan raya. Lelaki yang sedang fokus mengendalikan lajut kendaraannya itu, sepertinya masih marah karena aku memintanya menikah dengan sahabatku. Aku melihat ke kaca spion yang ada di dalam mobil. Melihat anggrek yang memantul di cermin tersebut. Aku
"Amel, apa itu semua benar?" Ziva langsung berteriak di depanku begitu aku membuka pintu rumahku.Tadi kupikir siapa yang datang, aku cukup kaget begitu kubuka pintu ternyata kedua temanku, Ziva dan Rivani tengah berada di depan pintu dan si Ziva langsung berteriak begitu saja. "Apanya yang benar, Ziva?" tanyaku penasaran. "Alesha mau menikah dengan mas Damar, benarkah itu?" tanya Ziva memastikan. Aku menganggukkan kepala untuk menjawab Ziva. "Kamu gila, Amelia?" tanya Rivani. "Bisa-bisanya kamu mengijinkan mas Damar menikah lagi, dengan Alesha pula!" pekik Ziva histeris. "Tenanglah kalian, ayo masuk dulu. Jangan ngobrol di depan pintu," ujarku sambil menyingkir dari depan pintu dan membukanya dengan lebar.Mempersilahkan kedua sahabatku untuk masuk kedalam rumah. Mereka berdua masuk kedalam rumah dengan Ziva yang masih terus menggerutu. "Duduklah, aku akan mengambil minuman dulu," ucapku sambil berlalu meninggalkan mereka di ruang tamu. Aku kembali lagi menemui mereka sambil
Dengan kasar kuhapus air mataku, kenapa mas Damar melakukan ini padaku. Apa dia ingin memberitahu padaku jika dia juga terluka. Kembali aku berjalan menuju wastafel dan merapikan wajahku, semoga tidak ada yang menyadari jika aku habis menangis. "Lama amat dikamar mandi," tanya Ziva begitu aku kembali duduk bersama mereka."Sakit perut," jawabku pelan sambil memegangi perutku. "Kamu gak habis nangis kan?" tanya Ziva menyelidiki. "Apa aku terlihat seperti habis menangis?" Aku balik bertanya."Aku rasa begitu," jawab Ziva kesal. Dia masih tidak suka saja dengan apa yang aku lakukan, membiarkan mas Damar menikahi Alesha. Sejak dari kamar mandi, aku hanya diam saja. Aku juga enggan menatap kearah kedua pengantin itu berada. Banyak aku habiskan waktu untuk bercanda dengan kedua temanku yang setia menemani dan sesekali melihat media sosial. Beberapa teman sudah meng-upload moment pernikahan Alesha dan mas Damar. Entahlah apa yang akan terjadi dengan komentar para nitizen nantinya. Wak