POV DAMAR______&&_____Tengah malam buta aku memacu kuda besi menuju peternakan, aku abaikan dinginnya udara malam, meninggalkan istriku yang sepertinya dikuasai oleh ribuan pertanyaan. Jono, orang yang bertugas menjaga peternakan mengatakan jika dia menangkap orang yang beberapa hari ini bikin rusuh di peternakan kami. Lelaki itu mengatakan jika yang menyuruhnya adalah sepupuku, Bisma. Mau apa lagi sih nih orang, tidak puas-puasnya menganggu kehidupan keluarga kami. Padahal harapan bapak setelah membagi semuanya secara rata, agar dia tidak akan berulah lagi. Apa lagi dia mendapatkan sesuatu yang memang dia inginkan, peternakan yang sudah sukses dan banyak menghasilkan. Sedangkan bapak dan bulek hanya mendapatkan sebagain kecil, bapak yakin padaku dan pada dirinya sendiri jika kami akan bisa mengembangkan apa yang kami dapatkan, dan saat ini hasilnya memang sudah mulai terlihat. Begitu sampai di tujuan, aku segera menemui Jono dan Yudi yang sedang menunggui seorang laki-laki yang
Bisma tertawa lebar untuk menyembunyikan rasa khawatir dalam dirinya. "Apa maksudmu, perzinaan? itu sudah lama terjadi sudah telat jika mau melaporkan. Lagi pula kamu sudah menceraikan istrimu, untuk apa lagi di laporkan. Lalu pembunuhan, siapa yang aku bunuh?""Calon anakku, bukankah kamu yang sengaja melakukannya. Kamu pikir aku tidak tahu semuanya itu. Bukan Zahra yang sengaja mencelakai Amelia saat hamil tapi kamu kan. Begitu serakahnya kamu hingga rela melakukan apa saja.""Mana buktinya?" Aku mengirimkan pesan video ke nomor ponselnya. Video pengakuan Beni, lelaki yang menabrak Amelia kala itu. Setelah Amelia bercerita bertemu dengan Beni dan dia di jebak oleh Bisma dan Zahra, aku pun berusaha mencari lelaki itu. Setelah berhasil menemukannya dan mengancamnya baru aku bisa mendapatkan video pengakuannya itu. Aku hanya menyimpannya untuk berjaga-jaga jika diperlukan dan sepertinya memang sekarang aku memerlukannya. Setidaknya untuk mengancam sepupuku ini. Wajah Bisma berubah
Mama dan papa begitu antusias bermain bersama Yumna dan Zikri. Kedua orang tuaku itu baru saja datang ke rumah ibu, rumah besannya. Dua hari lagi, Nisa akan menikah jadi mama dan papa juga datang kesini. Orang tuaku itu sudah berbaikkan kembali dengan sahabatnya yang juga besannya. Hubungan mereka kembali membaik saat aku melahirkan dulu dan ibu mertuaku berusaha menjagaku dengan baik. Ibu dan bapak benar-benar menyesal dan meminta maaf pada mama juga papa, memohon agar aku di ijinkan kembali pulang ke kampung dan dirawat oleh mereka. "Pulang ke kota yuk, ke rumah nenek," ucap mama pada kedua cucunya.Secara refleks, Yumna dan Zikri menatap kearahku. Seolah-olah meminta persetujuan. "Nanti bilang papa dulu ya," jawabku sambil tersenyum."Lebih baik kamu kembali ke kota saja, Amel. Rumah yang di kota kan belum di jual juga, peternakan katanya juga sudah berjalan dengan baik. Biar suaminya Nisa saja nanti yang mengurusinya disini, Damar biar seperti dulu mendistribusikan hasilnya di
"Apa kamu masih akan jadi pemberani jika aku memperkos* dirimu?" ucapnya sambil tersenyum mengejekku. "Dasar tidak waras, lepaskan!" pekikku kencang. "Berteriaklah di tempat tidur," desisnya sambil mendekatkan wajahnya padaku. Aku segera menahan wajahnya dengan telapak tanganku sekuat tenaga. Jijik sekali rasanya melihat kelakuannya sepupu suamiku ini. Aku tidak peduli meskipun akan kalah melawannya. Mataku terpejam saat bibir lelaki itu hampir menyentuh pipiku. Namun yang aku rasakan tubuhnya tertarik menjauhiku lalu terdengar suara pukulan. "Beraninya kau!" teriak Bisma lantang. Aku segera membuka mataku, terlihat olehku Farid datang dengan buku-buku yang sudah berserakan tidak jauh darinya. "Kamu yang berani-berani menyentuh wanita yang harusnya kamu hormati," sahut Farid dengan suara tenang. "Jangan ikut campur, kamu hanya menantu dirumah ini.""Benar, dan aku mempunyai kewajiban untuk melindungi kehormatan semua orang yang ada dirumah ini," ujar Farid. Bisma sepertinya t
"Mas ...." Aku ikutan berteriak saat melihat benda kaca itu melayang menuju ke arah suamiku. Bisa berbahaya juga jika benda itu membentur kepalanya. "Prangg!" Kaca itu menghantam dinding karena mas Damar menghindarinya. "Saya tidak akan berubah pikiran kali ini. Bulek tahu apa yang dia lakukan selama ini, anakmu itu dengan sengaja menyuruh orang untuk mencelakai Amelia saat dia hamil dulu. Dan belum lama ini dia juga menyuruh orang untuk meracuni ayam-ayam kami. Sampai kapan dia akan sadar kalau tidak diberi pelajaran," ujar mas Damar menghentikan langkahnya. Aku cukup kaget mendengar perkataan suamiku, jadi sebenarnya dia yang melakukannya bukan Alesha. Pantesan saja mereka bisa bersekongkol dengan sangat rapi. "Kamu bilang apa tadi? dia meracuni ayam kita?" tanya ibu. Mas Damar hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut. "Lalu barusan dia ingin berbuat buruk pada istriku, dia itu punya kelainan atau apa sih!" seru mas Damar kencang."Dia memang ha
Jeritan tawa bergema memenuhi ruangan keluarga, si kembar sedang asyik bermain bersama Risma, putrinya Rivani. Begitu mendengar aku kembali ke rumah ini Rivani dan Ziva langsung saja datang ke rumah ini. Kedua sahabatku itu tetap seperti dulu meskipun kami lama tidak berjumpa dan mereka tahu tentang masa laluku. Begitu kami menyelesaikan urusan di kampung, kami segera kembali ke kota. Mas Damar menahan Bisma hampir lima hari di kantor polisi. Dan setiap harinya bulek maupun paklek datang kerumah dan memohon. Apalagi ibu dari Bisma, dia hampir rela melakukan apa saja untuk membujuk suamiku untuk mencabut laporannya. Bahkan Maya juga memohon padaku dan mas Damar sambil membawa anak-anak, ketiga anak perempuan dengan usia yang saling berdekatan itu merengek-rengek dan menangis ingin bertemu dengan ayahnya. Pada akhirnya suamiku luluh juga, dan mencabut laporannya. Karena memang niat awalnya hanya memberikan efek jera pada sepupunya itu, yang aku tahu mas Damar sampai membuat suara per
Rivani sudah menungguku di lobby hotel saat aku datang, begitu melihatku dia langsung mendatangiku dan mengajakku langsung menuju ke ballroom. Tempat dimana akan diadakan acara tersebut, kami mengisi daftar hadir lalu masuk ke dalam ruangan. Begitu masuk kedalam ruangan ballroom yang cukup luas itu, suasana sudah sangat meriah. Di ruangan tersebut berjejer banyak meja berbentuk bundar dengan empat kursi yang mengelilinginya. Meja yang di bungkus dengan taplak meja berwarna putih, serta kursinya juga di tutup dengan sarung yang berwarna senada. Konsep ruangan ini seperti dibuat seperti sedang mengadakan gala diner. Meja-meja dan kursi tersebut di tata rapi dengan menyisakan jalan dari arah pintu masuk hingga ke arah depan panggung. Terlihat mewah dan berkelas."Ayo duduk disebelah sana," ajak Rivani sambil menunjuk pada meja kosong yang cukup dekat dengan panggung. "Apa tidak terlalu kedepan, enak dibelakang aja sih," tolakku cepat. Aku merasa sedikit tidak nyaman saat aibku terbuk
"Maafkan aku Amel," ucap Alesha sambil menatap ke arahku. Suara ribut dari semua orang yang ada di ruangan itu mendadak senyap seketika. Seperti menantikan apa yang selanjutnya akan di ucapkan oleh seorang yang sedang berdiri diatas panggung. "Aku memang pantas disebut pelakor, karena mencintai laki-laki yang telah beristri kemudian berusaha dengan segala cara untuk memilikinya. Tapi satu hal yang harus kalian tahu, aku hanya mencintainya, aku tidak silau oleh harta kekayaan yang dimiliki oleh suami Amel. Aku hanya butuh kasih sayang dan cintanya saja," ucap Alesha tertahan. "Teman-teman dekatku pasti tahu jika aku sudah lama kehilangan ayahku, beliau sudah lebih dahulu menghadap yang kuasa. Lalu aku melihat sosok ayahku ada dalam diri mas Damar, suaminya Amel. Laki-laki itu begitu penyayang dan perhatian, aku tahu jika awalnya Amel tidak mencintai suaminya, tapi suaminya tetap memberinya banyak cinta. Siapa yang tidak iri dengan hal itu, kasih sayang yang begitu aku dambakan disia