“Mama dan Papa akan berkunjung kemari besok.”Sahara ingat betul apa yang dikatakan oleh suaminya semalam. Sebelum mereka tertidur, Papa Hanum mengirimi putranya itu pesan. Bahwa hari ini mertuanya itu akan berkunjung untuk mengatakan sesuatu.Gadis itu meletakan sisirnya, mematut wajah di depan cermin rias. Hari ini dia mengenakan baju rajut berkerah tinggi, agar bisa menutupi bercak merah buatan Saga yang menghiasi leher mulusnya. Mengingat kembali apa yang dilakukan mereka semalaman membuat Sahara melengkungkan bibirnya dengan manis, bersamaan dengan itu semburat merah mulai muncul dikedua pipinya.“Meski percobaan kedua juga gagal, tetap saja membuatku terkesan.”Sahara bergumam sendiri sembari terkikik, dia merasa geli ketika mengingat wajah kesal Saga yang belum berhasil membobol dirinya. Sahara merasa lega sekaligus senang, itu artinya dia memang masih perawan. Penculik itu tidak melakukan apapun padanya, walau pun begitu dia tetap penasaran mengapa tubuhnya tanpa busana.“Sepe
“Sebenarnya aku masuk ke kamar untuk memanggilmu. Mama dan Papa sudah tiba sejak tadi.” jawab Saga dengan cengiran lebar, dia merapikan helaian rambut gadis itu yang sedikit berantakan.“Kau!” Sahara memukul pelan bahu Saga dengan tinjuannya, raut wajahnya agak sedikit sebal, “Kenapa tidak bilang dari tadi?”“Lupa,” pria itu terkekeh geli dan mencubit pipi Sahara yang menggembung cemberut, “Habisnya melihat kau tersipu-sipu di depan cermin membuatku gemas! Jangan salahkan aku, salah sendiri, kenapa kau semenggemaskan ini.”“Gombal!” pungkasnya mencebikkan bibir pura-pura jengkel, padahal hatinya sangat berbunga, gadis itu bergegas turun dari pangkuan suaminya seraya menahan senyum.Kemudian Sahara berdiri di belakang Saga untuk mematut diri di depan cermin. Rambut sebahunya kembali mengembang berantakan, setelah menggeleng samar, dia lekas meraih sisir. Namun Saga meraih lebih cepat benda itu dan menarik istrinya untuk kembali duduk sedangkan dia berdiri di belakangnya.“Biar aku yang
Saga berjalan dibelakang sang Ayah, terus mengikuti Ayahnya itu menuju ruang gym miliknya berada, dengan secangkir kopi hitam yang mengepulkan asap tipis di masing-masing tangan mereka. Setelah pembicaraan di ruang tamu selesai, Hanum memberikan tanda pada putranya itu bahwa ada yang harus di bicarakan secara empat mata.“Bagaimana pekerjaanmu?” Hanum akhirnya membuka suara setelah hening beberapa menit.Mereka sedang menikmati pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang memenuhi kota, dari balik dinding kaca. Ruangan olahraga itu selalu di sinari cahaya matahari yang hangat, seolah Saga sudah memesan khusus untuk mendapatkannya.Berdiri bersisian dengan pria tua itu membuat Saga menolehkan wajahnya ke samping, dengan alis mengernyit. Berpikir sejenak, untuk apa Ayahnya itu perlu berbicara diruang tertutup seperti ini kalau hanya menanyakan soal pekerjaan. Walau begitu, Saga tetap menjawabnya.“Kurasa Papa sudah tahu jawabannya. Bukankah, beberapa hari belakangan Papa selalu mengaw
Setelah membuatkan kopi dan memberikannya pada sang suami juga mertuanya, Sahara lekas kembali menuju dapur. Membantu Viona yang sedang memotong-motong bahan masakan untuk memasak menu makan siang.“Mama, boleh aku bertanya?” Gadis itu mengatakannya sedikit ragu di sela-sela memotong buncis, dan memandang Viona yang mengenakan celemek hitam milik Saga, terlihat sangat keibuan. Mengingatkannya pada Liana, rasanya dia merindukan sang Mami.“Ya, tentu. Apa yang ingin kau tanyakan?” jawab wanita itu menganggukkan kepalanya, lalu balas memandang menantunya dan tersenyum.“Soal penculikan itu, Mama sungguh mengetahuinya?” tanya Sahara dengan suara pelan. Viona menghentikan gerakan memotong-motong sayur lalu memutuskan untuk mencuci kedua tangannya di wastafel, sebelum mendekat pada menantunya itu.“Mama tahu.” jawabnya mengakui, kemudian mengusap lembut lengan gadis itu. “Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Apa kejadian itu membuatmu tidak nyaman?”“Oh, bukan begitu...” Sahara buru-b
Awan putih membentang indah di langit biru yang menandakan musim panas telah tiba. Suhu rata-rata Tokyo di musim ini adalah sekitar 31,5°C pada siang hari dan 24°C di pagi hari. Beruntungnya Saga dan Sahara berkunjung disaat musim panas, sebab musim panas selalu dinanti banyak orang, dimana akan ada banyak festival dan kembang api di nyalakan. Orang-orang akan turun ke jalanan mengenakan pakaian tradisional Yukata dan memegang kibasan dari uchiwa. Di setiap malam perayaan festival, orang-orang akan menggantungkan dekorasi potongan kertas yang bertuliskan permohonan di sebatang bambu.Sahara, gadis itu begitu sumringah menyaksikan festival musim panas sebagai salah satu budaya Jepang ini. Walaupun bukan warga lokal, dia ikut menggantungkan kertas yang berisi permohonannya, berharap suatu hari nanti akan terwujud.“Apa yang kau tulis?” Saga bertanya penasaran, sesekali mengusap keringat yang keluar dari pori-pori kulit.“Harapan!” sahutnya pendek.“Kau berharap apa?”“Berharap kita ak
“Pertama-tama, kau harus memakai ini.”Gadis yang sedang melihat-lihat hasil foto tadi siang dalam ponselnya lantas mendongakkan wajah. Menatap dengan dahi mengernyit pada sesuatu yang di sodorkan kepadanya. Lalu mengalihkan pandangan pada lelaki yang berdiri di tepi kasur dengan senyum memamerkan deretan giginya.“Ini apa?” Sahara meletakan ponselnya di atas bantal, dan menerima sesuatu seperti kain yang di berikan oleh lelaki itu.Kedua tangannya membeberkan kain tersebut agar menampakkan bentuknya lebih jelas. Sebuah dress tipis, berwarna hitam. Tidak, ini bukan dress. Diam-diam Sahara melirik sang suami lewat sudut matanya, dan mengumpat dalam hati, apa-apaan suaminya itu? memberikan baju mengerikan seperti ini. Dan, pertanyaan yang lebih penting, dari mana Saga mendapatkan benda ini?“Ini untuk... berenang?” tanya gadis itu dengan kikuk dan tersenyum canggung.“Untuk apa kau berenang malam-malam begini?” pria itu membalas pertanyaan istrinya dengan balik bertanya, lalu membungkuk
Lelaki yang masih mengenakan selembar handuk melingkari tubuh bagian bawahnya itu, menatap terpaku pada pemandangan yang tidak biasa di atas kasur. Wanna try? Apa istrinya itu sedang menggodanya? Di ranjang sana, Sahara menelungkupkan tubuhnya dan menumpu kedua tangan di atas guling, kakinya nampak menyilang ke atas dengan kulit paha yang putih mulus terpampang sempurna. Gadis itu menatap suaminya lekat-lekat, meletakan dagu di atas tangan yang tertumpu dan tersenyum lebar seraya mengedipkan matanya berkali-kali. Membuatnya terlihat imut sekaligus seksi secara bersamaan.“Apa yang...” Saga seolah tidak bisa berkata-kata lagi, sebenarnya dia ingin tertawa melihat tingkah istrinya itu. Namun, dia juga cukup terpancing ketika melihat tubuh Sahara yang nampak menerawang, lingerie hitam itu terlihat sangat kontras dengan kulit Sahara yang seputih susu. Dan, kini kepalanya mendadak pusing.Melihat Saga yang tampak terpana dengan aksinya, Sahara menahan diri untuk tidak mengeluarkan tawa k
Gadis itu menjadi yang pertama membuka mata saat pagi menyapa. Pelupuk matanya terasa berat, menandakan dirinya masih mengantuk karena Saga melakukannya hingga larut malam. Tetapi, rasa kantuk itu langsung menguap begitu melihat suaminya yang tertidur sangat lelap, wajahnya terlihat tenang dan damai.Senyum Sahara melengkung manis ketika membelai lembut wajah pria itu, dia merasa lega dan senang akhirnya bisa memberikan hak pria itu sendiri. “Pagi...” Sahara menyapa dengan riang ketika melihat suaminya ikut membuka mata, wajah gadis itu merona dengan semburat yang cantik saat Saga meremas pelan tangannya, lalu mengecup singkat di sana sebagai bentuk balasan sapaan gadis itu sendiri.“Jam berapa sekarang?” suara yang serak khas bangun tidur terdengar menggelitik di telinga Sahara.“Sembilan.” jawabnya singkat.Saga nampak menganggukkan kepalanya, mengerjap beberapa kali untuk menjernihkan penglihatannya. Ketika melihat tubuh keduanya hanya di balut selimut tebal yang sama, pria itu se