Share

6). Menerima tantangan

Sepanjang perjalanan menuju butik Sahara lebih banyak diam, hanya sesekali saja dia menjawab pertanyaan dari Viona. Obrolan di dominasi oleh dua wanita paruh baya itu. Entah apa yang mereka bicarakan, Sahara tidak tertarik untuk sekedar menyimaknya. Otak gadis itu sibuk mensimulasikan rencana untuk menggagalkan pernikahan ini.

Dia bahkan sempat ingin melakukan aksi mogok makan seperti biasa atau kabur dari rumah. Atau dia mengancam akan terjun dari atap rumahnya yang megah itu. Apapun itu dia ingin mencobanya nanti.

“Ah, sudah sampai. Ayo Ra, turun!”

Suara antusias sang Mami membunyarkan rencana yang mulai tersusun di kepalanya. Sahara mendengus sebal saat melihat wajah Liana yang begitu berbinar, seolah wanita itu yang hendak menikah. Setelah turun dari mobil, Sahara menarik tangan sang Mami untuk menepi sejenak.

“Mami serius dengan pernikahan, ini?” Sahara berbisik pelan, menatap lurus wanita yang telah melahirkannya.

Sedangkan Viona tidak menyadari Ibu dan anak yang tengah menepi dan berbisik-bisik. Dia sudah lebih dulu memasuki butik.

“Loh, iya dong!” jawab Liana, menatap heran pada anak gadisnya itu.

Gadis itu membuang napas kasar.

“Mami, ingat aku masih sekolah. Kalau sekolah tahu, aku bisa di keluarkan!” ucapnya dengan mata yang melotot.

Liana terkekeh gemas melihat raut wajah putrinya yang berusaha menahan gejolak emosi.

“Ya, makanya. Jangan sampai ketahuan” ucap wanita itu dengan santai, lalu melenggang masuk menyusul calon besannya ke dalam butik.

Melihat reaksi santai dari sang Mami, membuat Sahara bertambah jengkel. Bagaimana bisa wanita paruh baya itu tetap santai saat masa depan anaknya di pertaruhkan. Sahara menyentakkan kakinya dengan kesal, tangannya terkepal menahan umpatan. Dia melirik kaleng kosong bekas minuman disisinya. Tanpa aba-aba kaki yang dibungkus sneaker berwarna putih itu menendang kencang benda tersebut, hingga melambung jauh, dan mendarat di kepala seseorang.

“Aduh, siapa itu?!” pekik orang tersebut menatap liar sekitarnya.

Gadis itu menganga lebar, dia tidak menyangka tendangannya itu tepat sekali mengenai kepala orang yang lewat. Tidak ingin menjadi sasaran, Sahara langsung terbirit-birit masuk ke dalam butik.

****

Sagara menatap kesal jas-jas yang disodorkan oleh pegawai butik dan juga sang Mama yang begitu antusias memilihkan jas yang cocok untuk dirinya.

Kalau bukan karena ancaman dari Viona itu, Sagara tidak akan pernah mau menginjakkan kakinya di tempat yang mengerikan ini. Rasa sayang yang begitu besar pada sang Mama membuatnya tidak kuasa menolak keinginan wanita paruh baya itu.

Kekesalan pria tampan itu semakin membuncah, saat melihat wajah bocah ingusan yang akan menjadi pengantin perempuannya justru sedang cekikikan menertawakan kekesalan dirinya.

Gadis sialan, umpat pria itu.

“Mbak, ini pengantin wanitanya. Mana gaun yang cocok untuk dirinya?” Viona menggandeng bahu Sahara saat berbicara pada salah satu pegawai.

Pegawai itu menatap lekat pada Sahara dari atas sampai bawah, lalu mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Mohon maaf, stok gaun pengantin untuk bertubuh mungil seperti nona ini sedang kosong. Namun ada beberapa kebaya modern yang terlihat cocok untuknya.” ucap pegawai tersebut dengan senyum ramah.

“Emm.. bagaimana, Li?” tanya Viona pada sahabatnya meminta pendapat.

“Mau gaun atau kebaya, tidak masalah. Yang penting 'kan pernikahannya!” jawab Liana disertai senyum lebar.

“Ya, 'kan sayang?” wanita itu menyikut lengan putrinya. Membuat gadis itu sedikit tersentak.

“Emm, iya” Sahara menjawab kikuk dan memaksakan senyum. Sedangkan Sagara masih diam dengan wajah datar andalannya.

“Baik, kami akan mengambilnya dulu, ya, nyonya.” pamit pegawai butik itu.

Viona mengangguk dan mempersilahkan. Kini pandangan wanita itu tertuju pada kedua muda-mudi yang berbeda usia. Menatap mereka secara bergantian.

“Ra, bagaimana hubunganmu dengan Saga. Kalian sudah cukup dekat, 'kan?” tanya wanita itu antusias dan penuh harap.

Di samping sang Mama, Sagara langsung melemparkan tatapan tajam pada Sahara. Terlihat pria itu menggelengkan kepalanya dengan samar, sorot matanya seolah menyiratkan kata-kata 'Jangan katakan apapun apalagi berani macam-macam dengannya'. Sagara benar-benar mengancam gadis itu dengan kilatan mata yang menusuk.

Sahara, gadis pintar itu tentu tahu maksud dan arti dari tatapan tersebut. Namun dia tidak peduli, dengan keras kepala dia memutar otaknya mencari ide.

Dia tersenyum, sangat berterima kasih pada otaknya yang cukup efektif untuk di ajak berpikir dengan kurun waktu yang singkat. Sahara mendapatkannya, ide konyol.

“Dekat sekali tante— emm.. maksudku Mama” gadis itu meralat dengan cepat. “Cukup dekat untuk mendapat perlakuan manis dari orang yang baru kukenal dua hari ini. Om Saga, sangat baik. Dia memperlakukanku layaknya seorang putri.” lanjut Sahara membual. Dia benar-benar gila, mampu mengatakan omong kosong sesantai itu.

Gadis itu tersenyum jahat saat melihat raut wajah menggelap milik Sagara. Bahkan lelaki itu sedang menahan diri untuk tidak menempeleng kepala bocah ingusan yang sudah membuat darahnya mendidih.

Apa-apaan gadis ini, Sagara mengumpat dalam hati.

“Om?”

Viona mengerjap heran saat mengucapkannya, alis wanita itu nyaris menyambung kebingungan. Sedangkan kawan yang akan merangkap menjadi besannya sedang sibuk menyembunyikan tawa, Liana memalingkan wajahnya dengan geli.

“Oh, maksudku, Mas.” Sahara menyadari kekeliruannya. “Mas Sagara...”

Sahara tertawa dalam hati, dia senang melihat wajah masam itu, dia menyukainya. Gadis itu teringat dengan tantangan Yuri. Sahara memang tertarik untuk mencobanya. Gadis itu amat yakin dengan pesona yang di milikinya, dia cantik dengan mata bulatnya, bibir mungil semanis Cherry. Sahara begitu percaya diri dengan visualnya.

Dia memutuskan akan menerima tantangan itu. Dan saat ini Sahara mencoba untuk sedikit berlapang dada, mau mengelak bagaimana pun hidupnya tetap akan berujung pada pernikahan. Ini hanya soal waktu saja, tidak masalah bila waktu itu datang lebih cepat. Banyak yang dia pertaruhkan dalam pernikahan konyol ini, termasuk masa depannya.

Tidak apa-apa, Sahara menerimanya. Meski tidak dengan sukarela.

“Nah, ini beberapa kebaya modern yang kami rekomendasikan.” ujar pegawai butik yang memotong obrolan kami.

Ada tiga pegawai lain yang juga membawa kebaya modern di masing-masing tangannya. Tanpa sadar kedua mata bulat Sahara mengerjap berbinar menatap kebaya-kebaya tersebut. Dia jadi sangat tertarik ingin memakainya, keinginan itu mendorongnya kuat-kuat.

Mungkin nalurinya sebagai seorang perempuan yang menyukai hal-hal seperti ini.

“Kau mau yang mana, sayang?” tanya sang Mami, mengalihkan perhatian Sahara dari kebaya-kebaya yang cantik itu.

“Terserah Mami saja” Sahara berusaha untuk kembali santai.

“Yang ini saja, Ra” ucap Viona mengusulkan kebaya yang menarik perhatiannya sejak tadi. Dia merasa kembali muda, jika mengingat pernikahannya dulu.

“Ini sepertinya cocok untukmu, kau akan terlihat lebih cantik dan dewasa.” wanita itu kembali meneruskan.

“Ah, benar, ini cocok. Tidak terlalu terbuka untukmu, nak!” Liana menimpali dan ikut menyukai kebaya yang berada ditangan calon besannya.

Viona mengangguk antusias, dia melirik putranya yang hanya diam sejak tadi.

“Bagaimana menurutmu Saga, Sahara akan terlihat cocok 'kan dengan kebaya, ini?”

“Hmm...” jawab pria itu dengan datar, dia melirik sekilas pada gadis yang akan menjadi istrinya.

Sahara menghela napas ringan, sepertinya ini akan sulit.

Sulit baginya untuk membuat dinding es yang kokoh itu mencair, dia akan memupuk rasa sabarnya mulai sekarang.

“Mari, ruang ganti ada di sebelah sana.” pegawai itu menuntun Sahara menuju ruang kecil tempatnya bersalin.

Sebelum melangkah gadis itu sempat melirik sejenak pria yang masih memasang wajah datar, seolah hanya memiliki satu ekspresi di wajahnya. Sahara menghembuskan napas panjang, menatap kebaya cantik di tangannya. Bergegas dia mencobanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status