Melepas anak gadis untuk menikah tidaklah mudah, terlebih gadis itu putri satu-satunya yang dimiliki. Brata tidak merasa lega melihat putrinya menikah, meski pernikahan ini adalah kehendaknya sendiri. Pondasi pernikahan putrinya terlalu rapuh, untuk itu dia mewanti-wanti dan mengingatkan pria yang menjadi suami dari putrinya.“Sahara putriku satu-satunya” ucap pria tua itu memulai. “Aku menjaganya sepenuh hati, sejak dia hanyalah seorang bayi merah.” lanjutnya. Brata bahkan masih bisa merasakan kuap putrinya sewaktu masih bayi, tahu-tahu kini sudah menikah. Waktu terasa begitu cepat baginya.“Sekarang aku membagi tugas itu padamu.” Brata mencengkeram pelan bahu tegap Sagara. “Jagalah dia, lindungi putriku. Aku mempercayakan tanggung jawab besar ini untukmu. Jangan kecewakan aku.”Sahara berkaca-kaca mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut sang Papi, dadanya menghangat. Dia sangat menyayangi pria tua itu, sungguh. Di sampingnya Sagara hanya mengangguk patuh, dia mendenga
“Darimana kau mendapatkan benda, ini?” tanya Sagara menunjukkan benda yang berada di telapak tangannya.“Tentu saja dari situ!” jawab Sahara tersungut-sungut. Jari telunjuknya mengarah pada laci nakas yang masih setengah terbuka.Sagara mengumpat dalam hati, ini pasti perbuatan sang Papa, dia tahu itu. Sekarang bagaimana cara menjelaskan ini pada istrinya?Pria itu melirik Sahara yang wajahnya memerah, pasti gadis itu sedang berpikiran hal buruk tentang dirinya.“Hei, bocah. Ini bukan punyaku!” katanya menjelaskan. “Ini pasti ulah Papa. Papa yang—..”“Lalu aku percaya?” Sahara memotong ucapan itu. “Om mengkambing hitamkan Papa, untuk hal kecil itu. Kenapa tidak mengaku saja kalau kau memang mesum!”Rahang pria itu mengeras, dia berdacak pinggang. Sagara sungguh kesal mendengar Sahara yang terus memanggilnya dengan sebutan 'Om'.“Sudah kubilang itu bukan milikku!” ucapnya dengan lantang.“Kalau bukan milikmu, lalu milik siapa?” Sahara melipat kedua tangannya diatas perut, kebaya pengan
Sahara menatap kesal pada lelaki yang baru beberapa jam lalu menjadi suaminya. Padahal dia yang bersumpah akan membuat lelaki itu kesal dengan tingkahnya, justru dia yang dibuat terkesal-kesal. Bayangan dada bidang dan perut kotak-kotak masih berseliweran di otaknya, Bagaimana bisa Sagara masih bersikap santai setelah menodai mata sucinya, pikir gadis itu.“Apa-apaan?”Kedua alis Sahara terangkat sempurna saat pria itu menjejalkan sebuah bantal dan selembar selimut di tangannya.“Sana! Tidur di sofa!” titah Sagara seraya menunjuk sofa panjang yang tersedia di kamarnya.Perangainya kembali dingin, pria itu merutuki kebodohannya barusan. Dia tidak sadar telah melakukan hal konyol itu. Mungkin Sagara terbawa suasana. Apapun itu dia menyesal melakukannya.“Atau kalau kau tidak keberatan, tidur dilantai pun boleh.” lanjutnya lagi, melambai acuh pada Sahara yang sudah menganga lebar. Gadis itu tidak percaya mendengarnya.“Enak saja!” sembur Sahara. “Aku ini seorang istri, sesuka hati kau me
[Ra, kau tidak masuk sekolah lagi?]Pesan itu di kirim oleh Yuri. Sahara menikah di hari selasa kemarin, tidak ada satupun temannya yang di undang. Mereka hanya tahu dia cuti sekolah karena urusan keluarga. Sahara ingin merahasiakan pernikahannya rapat-rapat setidaknya sampai dia wisuda nanti.[Besok, Yur. Aku masuk!] Gadis itu membalas pesannya.Sebenarnya waktu cutinya habis itu lusa, bukan besok. Kalau boleh jujur Sahara lebih senang berada di sekolah saat ini. Dia bisa bertemu dengan teman-temannya, mengobrol dan memburu setiap makanan di kantin.Baru sehari gadis itu tinggal didekat Sagara, sudah hampir membuat kepalanya pecah. Belum lagi dia harus berjuang keras untuk mengenyahkan bayangan tubuh setengah telanjang suaminya itu.Sahara menggelengkan kepalanya berkali-kali, dia harus tetap waras. Gadis itu memilih untuk kembali menuju kamar seraya berbalas pesan dengan kawannya.Sedangkan Sagara, pria itu sejak tadi kesana dan kemari mencari keberadaan istrinya langsung merasa jen
Bukan tanpa alasan Sagara mengajak istrinya itu untuk pindah. Demi mengantisipasi keisengan sang Papa yang mungkin akan lebih ekstrem lagi guna membuat kedua untuk dekat. Sedangkan alasan lain, dia bisa lebih leluasa dalam bersikap tanpa harus bersandiwara menjadi suami yang baik.Tentu saja alasan yang kuat adalah agar dia tidak tidur sekamar lagi dengan Sahara, apartemen ini mempunyai dua kamar.“Bocah ingusan! Kamarmu disini” Ucap Sagara pada gadis cantik yang tengah sibuk menelisik mewahnya apartemen.“Oh oke” jawab gadis itu mengangguk.Sahara menarik pelan kopernya menuju kamar yang dimaksud oleh suaminya. Ini tidak terlalu buruk, dia senang-senang saja jika harus tinggal di tempat semewah ini. Namun saat hendak masuk, kening gadis itu mengernyit ketika dia melihat Sagara justru masuk ke kamar yang lain.“Om, kenapa masuk ke sana?” tanya Sahara akhirnya.Sagara berbalik menatap istrinya, alisnya terangkat sebelah.“Ini kamarku” jawabnya singkat.Wajah Sahara menunjukkan kebing
Sagara menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, melipat kedua tangan didada. Pandangan matanya menelisik ekspresi wajah Sahara yang ternganga lebar di sertai gelengan kecil saat membaca surat kontrak itu.“Om, apa-apaan ini?” tanya Sahara dengan alis terangkat, perasaannya campur aduk setelah membaca kontrak konyol itu.“Kau sudah membacanya, kan? Harusnya kau mengerti!” jawab Sagara dengan santai.“Mana bisa begitu! Apa ini? Menjalani pernikahan dengan kurun waktu selama tiga bulan, lalu setelah itu bercerai!” ujar gadis itu mengulang apa yang dia baca.Sahara sedikit shock dengan hal ini. Dia tidak pernah berpikir pernikahan kontrak semacam ini akan terjadi pada hidupnya.“Om pikir ini dunia novel!” bentaknya dengan kesal.Sungguh Sahara tidak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya itu, usianya saja yang dewasa namun pikirannya sangat kekanak-kanakan. Sahara masih muda tidak mungkin dia akan menyetujui perjanjian kontrak ini apalagi jika harus menyandang status janda.Apa kata
Sagara memarkirkan mobilnya di sebuah cafe tempat perjanjiannya untuk bertemu dengan Ardi, mereka memang sering berpindah-pindah tempat untuk sekedar berdiskusi tentang bisnis yang mereka rintis, lelaki mendudukkan bokongnya pada bangku cafe dengan Ardi yang sejak tadi tiba lebih dulu.“Yo! Lama sekali kau” kata Ardi menyambut kepalan tangan Sagara sebagai sapaan andalan mereka.“Ada problem sedikit” jawab Sagara menghela napas panjang.Ardi tidak tahu jika bos sekaligus teman kuliahnya dulu ini sudah menikah kemarin, yang lelaki itu tahu bahwa Sagara hanya memiliki seorang kekasih model terkenal, itu pun dia ketahui dengan tidak sengaja saat Ardi mengunjungi apartemen kawannya itu, ternyata Sagara sedang bersama dengan gadis cantik.“Masalah apa?”“Privasi.” Sagara menjawab singkat.“Ya, baiklah” Ardi menghela napas pelan, Sagara adalah orang yang tertutup. Jadi dia berusaha memaklumi. “Aku sudah menyiapkan rincian keuangan hasil dari apartemen-apartemen yang disewakan.” ucap kaki ta
Sahara panik bukan main saat mendengar niat kedua teman dekatnya yang akan berkunjung ke apartemen ini. Gadis itu melangkah mondar-mandir di sisi ranjangnya, otaknya dipaksa untuk berpikir mencari solusi alasan yang tepat.Ingatan Sahara tertuju pada keberadaan sosok suaminya yang saat ini sedang tidak ada di apartemen tersebut.“Kalau aku meminta pria mesum itu untuk tidak pulang lebih dulu, apa dia mau?” Sahara berbicara sendiri.“Kalau tidak dicoba mana bisa tahu!” ucapnya lagi dengan senyum cerah, dan meraih gawainya untuk melakukan panggilan.Detik berikutnya senyum Sahara langsung memudar, “Aku 'kan tidak memiliki nomor ponselnya!”Gadis itu mengesah pelan, dan membanting tubuhnya ke atas kasur.Menatap lampu bundar yang sedang padam, otaknya kembali bekerja mencari jalan keluar.Ketika Sahara tengah di liputi kebingungan, telinga gadis itu mendengar suara langkah kasar membuat tubuhnya refleks bangkit, dia bergegas keluar dari kamar dengan penuh harap, berharap yang pulang adal