Share

7). Pernikahan

Penulis: Bunga Kcl
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-22 16:59:38

Gadis itu memutar tubuhnya, mematut diri di pantulan cermin. Senyum manis merekah dibibir ranumnya. Sahara tidak pernah menyangka bahwa dia akan terlihat sangat anggun dengan kebaya yang melekat indah di tubuhnya. Dia tidak menduga akan secantik itu.

Dulu, gadis cantik itu selalu bermimpi akan menikah dengan lelaki tampan dan gagah bak pangeran berkuda putih dalam negeri dongeng. Lelaki yang romantis.

Namun itu hanya bunga dalam tidurnya, hanya mimpi. Mimpi seorang gadis remaja yang begitu mendambakan sosok lelaki yang akan menjadi pelindungnya kelak. Lelaki yang mencintainya. Sahara ingin lelaki seperti itu.

Tetapi kini, kenyataan menamparnya untuk bangun dari mimpi indah itu. Realita yang mengharuskan dirinya menikah dengan lelaki yang begitu jauh perbedaannya usia keduanya. Alih-alih romantis justru lelaki yang begitu dingin, tidak ada cinta diantara keduanya.

Dan Sahara akan menikah dengan lelaki seperti itu demi menjaga kehormatannya.

“Sungguh ironis...” desis gadis itu meringis, sudut matanya berkedut dan berair. Dia mengubur dalam-dalam mimpinya yang indah.

Saat Sahara sibuk dengan gejolak emosional di hatinya. Sagara justru sedang terkesal-kesal. Dia dibuat jengkel dengan percakapan dua wanita yang sebaya itu.

“Saga, ternyata kau sudah sangat dekat dengan Sahara. Apa kalian memang sudah saling mengenal cukup lama sebelumnya atau diam-diam saling menyukai, yang manapun itu Mama senang sekali mendengarnya.” rona kebahagiaan terpancar jelas di wajah Viona yang mulai di hiasi kerutan halus, tapi tidak mengurangi kecantikannya.

“Tidak, Ma. Aku—..”

“Kau juga senang 'kan, Li?” wanita yang melahirkannya itu tidak mengindahkan ucapan Sagara yang terpotong.

“Tentu saja, Vi. Ini angin segar yang harus kita bagikan pada Hanum dan Brata.” Liana menjawab sembari terkikik. Dia cukup senang akhirnya akan ada yang menjaga putrinya.

“Mama, tunggu. Ini tidak seperti yang—..”

“Lihat 'kan, Li. Mereka memang malu-malu tapi mau!”

Lagi-lagi Viona memotong ucapan putranya.

“Benar. Aku pun tidak menyangka loh mereka sudah sedekat itu. Semalam Sahara menolak keras perjodohan ini, tapi lihat, anak itu justru menceritakan kedekatan mereka dengan manis.” Liana terkekeh geli. “Pesonamu memang hebat, Saga!” pujinya pada sang calon menantu.

“Kalau begitu kita percepat saja pernikahan mereka. Bagaimana kalau tiga hari lagi?”

“Setuju. Aku akan bilang pada Papinya nanti”

“Mama, tenang. Jangan buru-buru seperti ini. Kami belum sedekat itu untuk menikah!” Sagara menyela dengan cepat, dia menatap Liana “Sahara juga masih sekolah, 'kan?”

Dia harus menghentikan rencana gila itu, ini sangat mengerikan. Sagara sungguh tidak ingin mengikat janji suci dengan bocah ingusan itu.

“Kau tenang saja, Saga. Masalah sekolah biar Papi yang mengurus. Lagipula Sahara hanya tinggal mengikuti ujian akhir, setelah itu dia akan lulus.” ucap Liana mendengus santai.

“Tapi tant—..”

“Sudah! Saga tidak perlu malu-malu seperti itu. Pokoknya semua beres!” tukas Viona, menghentikan protes yang hendak keluar dari mulut pria itu.

Malu-malu, siapa yang malu-malu, Sagara justru sedang kesal. Dia ingin sekali meneriakkan kata-kata itu, jika wanita yang berdiri di depannya bukanlah sang Mama.

Sagara ingat Maria, dia ingat wanita yang di cintainya. Tidak mungkin pria itu mengkhianati kekasihnya yang berprofesi sebagai model itu. Lalu bagaimana nasib hubungan mereka jika pernikahan ini tidak bisa dia elakan?

Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar, menjambak rambutnya dengan menggeram frustasi. Sagara tidak bisa menahannya lagi, dia ingin menempeleng kepala Sahara sampai menangis. Bocah itu sudah membuat situasi ini semakin sulit. Dia membencinya.

****

Sahara mengutuk siapa pun yang mengetuk pintu diruang gantinya dengan cara seperti itu, dia kesal ketenangannya diusik. Tidak bisakah Sahara menikmati sedikit angan-angannya dengan tenang walau sebentar?

“Hei-! Bocah ingusan, cepat keluar!”

Suara bariton dibalik pintu itu terdengar berat. Sahara mengenalnya, dia hafal dengan suara dingin pria itu. Terlebih hanya Sagara yang berani memanggilnya bocah ingusan.

“Buka pintunya, apa kau mati didalam sana, eh?” Sagara terus menggedor daun pintu itu dengan kasar.

Rahang pria itu mengeras, dia bersumpah dalam hati, akan membuat gadis itu menderita karena berani bermain-main dengannya. Dia berniat hendak kembali memaki orang didalam sana, namun pintu itu terayun membuka.

Sagara membeku, melihat Sahara melangkah keluar. Tidak. Gadis itu bukan Sahara.

Gadis itu cantik dan anggun, juga terlihat dewasa. Kalau Sagara tidak menelisik dengan cermat dia pasti akan percaya bahwa gadis itu bukan Sahara. Maka dia memilih tidak percaya.

“Terpesona 'kah?” Sahara tersenyum mengejek. Dia menarik kedua alisnya ke atas dan kebawah. Menggoda pria yang masih menatapnya begitu lekat.

Sagara mengerjapkan kedua matanya, demi mengembalikan kewarasan. Dia tercengang, kenapa bocah ingusan itu bisa berubah menjadi gadis anggun dan dewasa. Sahara memiliki kecantikan alami, tanpa riasan pun dia terlihat cantik. Sagara melirik senyum mengejek itu, dia mendengus sebal.

“Terpesona bokongmu!” Dia lebih memilih mengumpatinya daripada memuji.

Sagara kembali ingat akan kekesalannya. Dia datang ke ruangan itu hanya untuk menempeleng kepala bocah itu. Namun dia tidak sampai hati melakukannya ketika melihat Sahara, bocah itu, berubah menjadi cantik dimatanya.

“Kau tahu tidak? Akibat mulut kecilmu yang sembrono itu. Pernikahan ini justru dipercepat!” Geram pria itu, darahnya kembali mendidih bercampur kemarahan.

Tentu Sahara tersentak mendengar kabar itu, dia sendiri tidak tahu apa ini akan menjadi hal yang baik atau buruk baginya. Dia cepat-cepat memasang wajah menyebalkan.

“Oh, ya?” gadis itu melipat santai tangannya diatas perut. Masih mempertahankan senyum mengejek.

Alis Sagara terangkat sempurna, cukup terganggu dengan kesan santai gadis itu. Dia berpikir keras, apalagi yang direncanakan Sahara?

“Apalagi yang kau rencana?” Sagara bertanya dengan suara sekelam malam. Dia menatap nyalang bocah ingusan itu.

“Tidak ada” jawab Sahara dengan jujur. Dia memang tidak merencanakan apapun. Gadis itu hanya memutuskan untuk bagaimana dirinya akan bersikap.

“Kau jangan bermain-main denganku, bocah!” Sagara menggertak dari sela-sela giginya. “Atau kau akan menyesal...”

Sahara memutar bola matanya dengan malas, dia berdacak pinggang. Balas menatap tajam lelaki didepannya.

“Kenapa kau sekeras ini? Menikah itu 'kan enak!”

“Eh?”

Sagara terkejut mendengar ucapan bocah ingusan itu. Dia tidak menduga, benar-benar tidak menduga Sahara akan mengeluarkan kata-kata sevulgar itu. Gadis gila. Benar-benar gila. Pria itu mengumpat berkali-kali.

****

Pernikahan ini digelar tertutup, hanya mengundang keluarga dan kerabat dekat. Sagara bahkan tidak memberitahu Maria, kekasihnya itu pasti akan membunuhnya jika tahu dia menikah hari ini. Walau Maria sempat menolak untuk menikah, Sagara yakin mereka saling mencintai. Dia akan menjelaskan hal ini pada kekasihnya nanti.

“Om...” Sahara menekan jari telunjuknya pada lengan Sagara dengan pelan.

“Welcom to my life!” seru gadis itu tersenyum konyol.

Sagara melirik gadis disampingnya. Dia tersenyum sinis, memiringkan sedikit kepalanya lalu mendekatkan bibirnya ke daun telinga gadis itu untuk berbisik.

“Welcome to hell, gadis kecil...” desisnya tanpa perasaan.

Sahara bergidik, dia menjauhkan kepalanya dengan cepat. Padahal gadis itu hanya berniat menggodanya saja. Namun dia sudah menduga jika lelaki yang kini berstatus sebagai suaminya akan memasang wajah garang, tapi dia tidak menyangka akan semenyeramkan itu. Jadi Sahara lebih memilih untuk menjauh senejak, menyambut tamu-tamu yang memberikannya doa dan selamat.

“Ra...”

“Iya, Mi?” gadis itu menoleh pada suara yang menyebut namanya.

Kedua orang tuanya itu mendekat padanya. “Mana Saga?”

“Disana” jari telunjuk Sahara mengarah kepada pria jangkung yang menyapa para tamu.

“Ayo kesana” ajak Papi Brata, memimpin langkah. Anak istrinya mengikuti di belakang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Akibat Kencan Buta   86) tawa yang lepas

    “Baiklah, karena kalian sudah datang kemari, kita langsung saja.” Liana berkata seraya memandang wajah orang-orang yang duduk bersamanya bergantian, lalu berhenti tepat di wajah Saga. Dia menatap lekat wajah menantunya itu. “Saga, bagaimana masalahmu dengan wanita itu?”Saat itu, Saga sedang menatap istrinya yang terus menunduk, lantas terkesiap ketika Liana bertanya dengan tatapan tajam. Bukan hanya Liana, Saga merasakan semua mata sedang menatap padanya. Hal itu sedikit membuatnya gugup.Setelah menghela napas panjang, Saga balas menatap wanita yang menjadi mertuanya dengan tegas namun tetap berusaha sesopan mungkin.“Masalah kami sudah selesai, Mam. Aku sudah menepis gosip-gosip bohong yang dibuat oleh wanita itu. Dan, Maria sudah kubuat menyesal sekaligus menjadi bulanan masyarakat.” terang Saga dengan senyum puas. Dia kembali melirik Sahara yang tersenyum manis padanya, lalu dibalas dengan kedipan sebelah mata dan seketika membuat gadis itu tersipu merona.“Oh, kenapa dengannya?”

  • Akibat Kencan Buta   85) Sidang kecil-kecilan

    “Selamat sore nona Maria.” sapa Dokter seraya tersenyum dan menghampiri pasiennya.Maria tak membalas sapaan sang Dokter, kedua matanya masih tertuju pada dua orang polisi yang berdiri tegak tak jauh dari pintu setelah di tutupnya. Maria bertanya-tanya sendiri, untuk apa polisi itu berada di ruangannya? Mungkinkah karena skandal yang di sebarkan William? Atau Saga masih dendam padanya lalu melaporkan dirinya mengenai kasus penculikan istrinya? Tapi, itukan sudah lama!“Nona?” panggil Dokter itu lagi seraya menyentuh lengan Maria.“Eh, iya Dok?” sahut wanita itu akhirnya. Dia menatap sang Dokter dengan raut wajah yang pias bercampur cemas.“Kita cek kondisi nona terlebih dahulu, ya.” kata Dokter yang Maria ketahui bernama Sheina. Dr. Sheina memeriksa detak jantung Maria sejenak, lalu dilanjutkan dengan alat vital lainnya. “Dokter, apa yang terjadi padaku?” Maria bertanya setengah berbisik, berusaha mengabaikan dua polisi yang berdiri di sana. Dia sendiri sangat penasaran dengan kondi

  • Akibat Kencan Buta   84) sudah terbagi dua

    “Darren datang untuk meminta maaf pada Nana, Lucas. Biarkan saja mereka menyelesaikan masalahnya berdua dulu.” ucap Winona menatap sang suami yang pandangannya masih tertuju pada Darren dan Nana di tepi kolam.“Masalah apa? Bukankah semuanya sudah selesai ketika lelaki itu mencampakkan anakku?” balas Lucas dengan nada yang dingin. Masih segar dalam ingatannya tentang malam itu, Nana dipulangkan oleh Darren tanpa perasaan, tanpa memberikan kesempatan, tidak peduli Nana bersimpuh di kaki Darren agar di beri kesempatan untuk menjelaskan. Darren seolah tertutup mata dan hatinya hanya karena merasa ditipu soal keperawanan. Sebagai seorang ayah melihat bagaimana putrinya dicampakkan sebegitu jahatnya, tentu saja hal itu melukai harga dirinya dengan membiarkan Darren menginjakkan kaki di rumahnya.“Lucas, tenangkan dirimu.” ujar Winona mencegat Lucas yang ingin menghampiri Darren dan Nana. “Biarkan mereka bicara berdua dulu, sekarang kita kembali ke dalam. Ada yang akan aku bicarakan dengan

  • Akibat Kencan Buta   83) memberikan kesempatan?

    Liana menoleh ke arah pintu kamarnya yang diketuk dari luar. Bertanya-tanya sendiri, siapa yang mengetuk di luar sana kali ini. Mungkinkah putrinya lagi?Pintu itu kembali di ketuk, kini disertai suara pelayan yang berkata membawakan makanan untuknya. Liana melirik pada benda yang di sebut sebagai mesin waktu, jam makan siang sudah lewat cukup lama. Dia memang masih enggan keluar kamar. Melewatkan makan malam, sarapan pagi, dan sekarang Liana pun melewatkan makan siangnya.Meski tetap membukakan pintu untuk pelayan yang datang membawa makanan, tidak ada satu pun makanan yang di sentuhnya. Sampai membuat sang pelayan kebingungan dibuatnya.“Nyonya, anda tidak sarapan?” tanya pelayan perempuan yang umurnya lumayan muda. Dia melihat menu sarapan yang di antarnya pagi tadi masih tetap utuh di atas nampan.“Aku tidak lapar, Alma.” jawab Liana seraya memandang pelayan yang bernama Alma dengan senyum tipis.“Tapi, Nyonya ... anda harus makan.” ujar Alma dengan kepala tertunduk di depan sang

  • Akibat Kencan Buta   82) keinginan Darren

    “Mau apa dia ke sini?”Terkejut. Tentu saja, tetapi Nana sebisa mungkin membuat raut wajahnya terlihat tenang dan terkendali. Pandangannya sempat menunduk beberapa saat , namun buru-buru dia mendongak kembali ketika Winona menyentuh tangannya.“Dia bilang ingin bicara denganmu.” jawab Winona kemudian, wanita itu menggeser duduknya agar lebih merapat pada sang putri. “Kau baik-baik saja, Sayang? Kalau tidak mau menemuinya, ibu akan menyuruhnya pergi.”Kepala Nana menggeleng pelan seraya menggigit bibir bagian dalamnya. “Apa ayah tahu Darren kemari?” tanyanya setengah berbisik.“Belum,” Winona menggeleng dengan kedua alis yang tertaut, “Sengaja ibu tidak bilang, ayahmu pasti akan marah kalau tahu dia kemari.”“Lalu, kenapa ibu ... tidak marah?” tanyanya lagi, sudut mata Nana sesekali melirik ke arah pintu ruang baca, khawatir tiba-tiba Darren keluar seolah menyadari keberadaannya.“Ibu marah, Nana. Tentu saja, marah. Bahkan ibu sempat mengusirnya, tetapi dia memohon agar diijinkan berte

  • Akibat Kencan Buta   81) seperti strawberry

    Saga memutuskan kembali ke kantornya, namun saat sampai di sana dia menemukan kerumunan di depan lobi kantor. Puluhan orang wartawan serta Cameraman-nya tampak berkumpul menantikan kedatangan dirinya untuk diliput.“Papa, kenapa banyak wartawan di bawah sini?” Saga memilih menghubungi sang papa dan mengamati para wartawan itu dari dalam mobil.“Tidak apa-apa temui saja, mereka memang menunggumu untuk buka suara soal postingan klarifikasi serta bantahan yang dibuat William. Katakan saja yang sebenarnya.” balas Hanum dengan santai, membuat Saga menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.“Baiklah.” setelah itu Saga memutuskan sambungan telepon dan bergegas keluar dari mobil yang langsung diambil alih oleh petugas.Saga berjalan gagah di tengah-tengah barikade yang dibuat oleh sekuriti serta para petugas keamanan di kantornya. Mereka menggiring Saga hingga memasuki lobi dan membiarkan tuannya diwawancarai di sana, seraya terus menjaganya.“Tenang semuanya, bertanyalah satu-satu

  • Akibat Kencan Buta   80) Maria yang nakal

    “Tuan, saya sudah menemukan keberadaan Maria. Dia ada di pusat perbelanjaan, mungkin sedang berbelanja.” lapor William pada Saga melalu telepon, lelaki berwajah oval itu terus memantau Maria dari balik kaca mobil.“Terus pantau dan ikuti, kalau wanita itu menuju ke apartemennya pastikan kau yang lebih dulu tiba di sana. Aku akan menunggumu di dalamnya.” balas Saga, menatap lurus pada jalanan dan berusaha mengemudi dengan perhatian penuh. Dia tidak sabar ingin bertemu dengan Maria dan membuat wanita itu menyesal sudah berani bermain-main dengan dirinya.Kini, Saga tengah berdiri tegak dengan raut wajah yang dingin, melayangkan tatapan setajam belati pada wajah Maria yang berubah pias. Wanita itu sesekali melirik William yang mulai bangkit dari sofa dan berjalan di belakangnya. Seolah memastikan William tidak berbuat sesuatu yang mengancam nyawanya seperti dulu.“Takut, eh?” tanya pria itu dengan seringai mengejek, Saga sendiri merasa puas dengan reaksi dari wanita yang tengah hamil mud

  • Akibat Kencan Buta   79) Kedatangan Selly dan Yuri

    “Sayang, kau belum menunjukkan rekaman itu pada orang tuamu?” Saga melakukan panggilan telepon dengan istrinya setelah kepergian ayah mertuanya, dia berada di ruang kerjanya sendiri saat ini dan berdiri menghadap dinding kaca yang menampilkan pemandangan kota yang dihiasi gedung pencakar langit.“Emm, belum ... kenapa?” balas Sahara tersenyum salah tingkah di seberang telepon. Jari telunjuknya menggaruk ujung alis dengan canggung.Terdengar helaan napas berat dari mulut Saga, dia mengusap wajahnya menggunakan telapak tangan. “Tadi, papi kemari.” desisnya.“Oh, ya? Mau apa?” tanyanya terkejut dan sedikit cemas. “Apa papi menghajarmu?”“Tidak, papi menghargai permintaanmu agar tidak menyentuhku.” jawabnya disertai gelengan, kemudian tersenyum mengingat permintaan itu adalah bukti cinta istrinya pada dirinya. “Terima kasih sudah mencintaiku begitu besar, saking besarnya sampai mampu menutupi kemarahan seorang Brata yang konon dikenal memiliki watak keras dan tegas.” godanya terkekeh.Sa

  • Akibat Kencan Buta   78) Kemarahan seorang ayah

    Hanum menyambut dengan ramah dan mempersilahkan Brata duduk di sofa yang ada di ruang kerjanya. Dia tidak hanya berdua, Saga pun ada di antara mereka. Putranya itu mengulurkan tangan hendak bersalaman dengan mertuanya, tetapi Brata mengabaikannya dengan dingin. Membuat Saga menghela napas pelan, dan memakluminya sama sekali tidak merasa tersinggung.Brata datang ke kantor Hanum bukan untuk beramah tamah, dia ingin membuat perhitungan pada menantu dan besannya. Yang sedari awal sudah membohongi dirinya.“Aku merasa terhormat kau mau bertandang kemari.” ujar Hanum tersenyum pada Brata yang sudah mendudukan dirinya tepat berseberangan dengannya. “Aku benar-benar meminta maaf atas apa yang sudah dilakukan putraku.”Dia menoleh, memandang Saga yang berusaha mempertahankan senyumnya ketika Brata juga ikut menatapnya. Lalu, Hanum menepuk pundak putranya dengan tegas dan kembali menatap pada besannya yang menyandarkan tubuhnya pada bahu sofa dengan sorot mata yang tajam.“Kalau kedatanganmu

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status