"Rania! Aish, kau berlari cepat sekali, sih! Mau ke mana?"
Sesaat sebelumnya ketika Rania baru saja keluar dari ruang pertemuan, Amar menariknya dan mendekapnya erat-erat."Amar lepaskan dulu! Aku mau menjemput Marsha!""Hey, Marsha lagi tidur. Kondisimu sedang tidak stabil seperti ini dan apa yang bisa kau perbuat nanti padanya? Ayolah Rania, jangan begini! Ayo ikut aku dulu, tenangkan dirimu." seru Amar sambil menghapus air mata Rania.Benar juga yang dikatakan oleh Amar. Rania hampir tidak bisa mengendalikan dirinya. Apa yang akan terjadi kalau dia membawa Marsha keluar dan ayah biologisnya melihat?Bukankah pria yang dihindari oleh Rania masih ada di dalam acara pesta tadi?"Amar, maaf. Aku tidak bisa mengendalikan diriku dan aku sudah merusak pesta orang tuamu. Mereka pasti sangat membenciku.""Kau terlalu overthinking." Amar yang sedang berjalan ke arah taman belakang kini merangkul wanita di sisinya semakin erat."Amar, orang tuamu sangat baik sekali padaku. Karena kupikir mereka pasti akan marah masalah kejadian di ruangan pesta tadi. Tapi ternyata mereka sangat mensupportku. aku sampai gak enak sendiri.""Hmm!""Hey, kenapa menanggapi malas-malasan begitu?""Pertanyaanku saja dari tadi tidak dijawab! Memang aku harus gimana lagi?" Amar mencebik."Padahal pertanyaanku sangat mudah! Apa yang kau rasakan dari kecupanku?"Rania, dari tadi memang tidak menjawab apa yang dia rasa di dalam hatinya saat Amar mengecupnya. Mereka tadi cukup lama di taman itu, tapi setiap kali Amar kembali pada pertanyaannya, Rania selalu mengalihkan pada pembicaraan lain sampai waktu sudah semakin larut dan dia yakin orang-orang di pesta anniversary orang tua Amar sudah bubar.Saat itulah Rania meminta Amar untuk mengantarkannya ke Marsha. Rania mau membawanya pulang. Amar tidak bisa memaksa Rania menjawabnya karena di sana juga ada adiknya dan ada kedua orang tua Amar. Jadi memang tidak ada kesempatan untuk Amar ber
"Aku tidak mau!" Rania ketakutan! Dia tidak yakin orang tuanya berniat baik padanya. "Rania, kau tidak bisa menentang permintaan orang tuamu!" Tapi sayangnya, ayah Rania, memang sudah berkeras hati dan kini dia menatap para bodyguard yang datang bersamanya."Bawa putriku dan anaknya!""Aku bilang aku tidak mau! Aku bukan putrimu!" Rania yang ketakutan mundur. Dia segera mendekat pada Marsha dan menggendongnya, Untungnya, Marsha sudah habis susu dan kuenya. Dia tak berpikir macam-macam.Kacau sudah pikiran Rania ketika orang-orang itu mendekat dan mengeluarkan sesuatu yang membuat dirinya bergidik."Apa mau kalian?" Pekik Rania mulai semakin cemas."Kalian yang membuangku dan sekarang kalian memintaku untuk kembali? aku tidak sudi! Aku tahu niat kalian tidak baik padaku!"Rania sampai tidak punya pilihan dan terpaksa harus mengutarakan kata-kata kasar itu."Rania, selama k
"Ma-maaf Tuan Clarke."Hilang sudah kantuk Rania dan hanya menyisakan penat di kepalanya saja tapi dia tetap harus terlihat baik staminanya saat menyapa pria di hadapannya sambil berdiri dan menundukkan kepalanya, mengaku bersalah."Apa kau pikir dengan kau minta maaf maka aku akan untung dan memenangkan tender ratusan miliar?"'Ish, orang itu lebih mirip dengan iblis daripada manusia! Apa tidak bisa sih sedikit saja menegur karyawannya dengan cara yang lebih lembut?'Rania kesal tapi kali ini dia memang yang salah karena ketiduran.Rania juga kesal sendiri karena dia juga lupa untuk memasang alarm.Kalau bukan karena ketakutan Rania orang tuanya akan datang dan membuat ulah di apartemennya, dia juga tidak akan sampai begadang semalaman.Dan andaikan Rania bisa sedikit lebih jujur pada Amar, Mungkin dia juga tidak harus begadang semalaman. Sita bisa saja disuruh Amar untuk menemani Rania.'Tapi sudahlah! Sita ju
"Baik Tuan Clarke, saya akan lakukan apa yang Anda perintahkan!"Takut, karena Rania sudah bisa membayangkan apa yang akan dilakukan oleh Reza pada keluarga Amar, dia tak berani lagi menolak."Sayangnya aku sudah tidak minat! Aku sudah memberi perintah pada David!""Tuan Clarke, apa masalahnya sampai Anda harus berbuat tidak profesional seperti ini? Urusan saya dengan Anda dan ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan keluarga Gunawan!"Rania jelas tidak akan mengizinkan Reza untuk mengacak-ngacak perekonomian keluarga calon suaminya.Rania mencoba membujuk dan menjernihkan masalahnya."Tidak profesional, jadi kau menuduhku begitu?""Maaf saya tidak berani! Saya yang tidak profesional."Rania menunduk karena dia tak tahu apa yang harus dilakukan. Rania tak mau mengundang kemarahan Reza."Saya mohon maaf untuk semua yang saya katakan tadi. Tolong jangan libatkan keluarga Gunawan karena kesalahan saya. Mulai sekarang, saya akan lakukan pekerjaan sesuai dengan perintah Anda dan tidak a
"Aku tidak--"Ish. Dia tidak mau mendengar pembelaanku bahkan langsung pergi begitu saja?Rania mau menyangkal ucapan Reza. Tapi pria itu tak peduli dia malah membalikkan badan sudah berjalan menuju ke arah mobilnya tadi diparkir.Begitupun David yang mengikutinya meninggalkan Rania sendiri yang sedikit bingung apakah dia harus mengikuti Reza?Tapi kalau aku tidak mengikutinya gimana kalau dia melakukan yang tadi dia rencanakan pada keluarga Gunawan?Rania seakan tak ada pilihan.Dia menghempaskan napas kasar sebelum berlari kecil mencoba mengejar ketinggalan langkahnya dari Reza dan David."Berapa?""Eh, a-apa maksud Anda Tuan Clarke?"Rania tak mengerti apa maksud kata berapa yang baru saja terucap dari bibir Reza.Duh, tumben sekatnya ditutup?Dan ada lagi yang tak Rania mengerti yang membuat pikirannya mix out antara harus mendengarkan Reza atau memperhatikan tindakannya yang baru saja menutup sekat mobilnya antara kursi driver dengan kursi belakang tempat Rania dan Reza sekarang
"Maaf Tuan Clarke, saya tidak bisa menemani Anda. Tapi saya akan bayar gantinya nanti. Anda bisa mengatakan apa yang harus saya lakukan untuk membayarnya."Rania bukan bermaksud ingin menantang.Tapi memang dia tak ada pilihan lain kecuali bernegosiasi dan segera keluar setelah mobil berhenti di depan SSG.Rania berlari sangat cepat sambil menangis sudah tak memedulikan lagi apa yang akan dikatakan Reza. Tujuannya adalah gerbang SSG dan mencari kendaraan.“Marsha!”Selama ini hidup Rania sudah tidak lagi didedikasikan untuk dirinya sendiri.Semua untuk Marsha. Semua untuk putrinya sejak dia mengandung anak itu dan terpaksa harus keluar dari rumahnya. Harapan Rania adalah Marsha.Apa jadin
"Tu-Tuan Clarke?""Hah!"Reza yang kini sedang berdiri dengan kedua tangannya melipat di depan dadanya, dia membuang wajahnya saat mendengar namanya disebut oleh Rania. Tampak tak suka."Ehm, maafkan saya. Tapi saya akan ganti kerja di hari lain, Tuan Clarke. Tidak bisa hari ini."Rania tidak tahu kenapa pria itu bisa ada di hadapannya dan pikirannya jadi ngejelimet sendiri.Belum lagi Rania menghapus air mata di wajahnya, dia juga masih memikirkan apa yang diinginkan Reza? Bukankah seharusnya dia masih ada jadwal?Apa mau bosnya itu?"Kau pikir aku ke sini untuk menagihmu mengganti jam kerja?"Kan Rania juga tidak tahu dan dia tadi menjawab seperti itu asal saja keluar dari bibirnya. Tapi memang lirikan mata Reza sudah membuatnya takut.Reza sangat mengintimidasinya."David apa semua sudah selesai?" apalagi Reza sudah bertanya pada asisten pribadinya yang kini juga sudah mendekat dan menjawab."Sudah, Tuan Clarke. Tinggal pemindahan Marsha dari ruangan ini dan untuk mempersingkat wak
Suara napasnya sendiri terdengar, suara detakan jantung juga mulai dirasakan tubuhnya di saat wanita itu kembali pada kesadarannya.Mata itu memang masih belum terbuka tapi sedikit demi sedikit otaknya me-refresh kembali semua ingatannya.Meski memang tidak cepat tapi dia pun sadar kalau ada sesuatu yang tak beres dengan tubuhnya.Jarum infusan? terheran dia di hatinya.Rania memang langsung memindai tangan kirinya karena sesuatu di punggung tangan kirinya itu seakan-akan terlalu berat dan mengganggunya.Matanya pun mengarah ke tiang infusan.Agak bingung juga Rania kenapa dirinya harus diinfus?"Selamat malam Nyonya. Anda sudah sadar?"Sapaan itu membuatnya bingung. Tapi dia belum bisa mengatakan apapun saat menatap ke arah perawat.Perasaan dirinya tidak sakit. Rania baik-baik saja dan bahkan saat merefresh pikirannya, dia tahu kalau memang terakhir kali di rumah sakit itu dia tidak kenapa-napa."Putriku!"Justru ada seseorang yang dikawatirkannya, karena Rania ingat yang menimpa pu