"Tumben banget sih papa mertuaku menghubungi aku?" tanya Tamara berbicara pada pria yang memanggilnya sayang ketika ayah mertuanya menelpon tadi. . "Mungkin ada hal penting yang ingin dia bicarakan dengan kamu sayang" ucap Gery melingkarkan tangannya di pinggang Tamara. Sembari menciumi leher jenjang milik Tamara. "Nanti malam kamu tidur disini lagi kan sayang?". "Aku nggak bisa lama-lama berjauhan dengan kamu. I'm addicted to you" Gery mencium tengkuk Tamara penuh nafsu. Meski mereka baru saja melakukan aktivitas panas mereka. Tamara kini tengah berada di apartemen Gery yang sengaja dia belikan untuk kekasih hatinya itu. Mereka sudah menjalin hubungan sudah hampir dua tahun. Selama menjalin hubungan dengan Gery, Tamara lah yang mengeluarkan biaya kencan mereka. Gery hanyalah seorang bartender di sebuah cafe ternama. Dengan wajah tampannya dan tubuh atletis yang paripurna, serta rayuan kata-kata manis yang mampu membuai wanita. Gery suka merayu para wanita-wanita kesepian untuk men
"Aku akan menceraikanmu" ucap Andi dengan lantang. Tamara syok mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Andi. Dia tidak menyangka jika Andi akan menceraikan dirinya secepat ini. Tamara masih belum siap jika harus ditinggalkan oleh Andi. "Tidak. Ini tidak boleh terjadi, Andi tidak boleh menceraikan aku. Aku tidak mau hidup miskin lagi" gumam Tamara yang protes tidak terima akan diceraikan oleh Andi. "Jangan ceraikan aku mas, aku akan berubah jadi istri yang lebih baik lagi mas. Aku janji aku tidak akan jadi istri yang boros lagi. Aku juga akan bilang ke mama supaya tidak memakai kartu kreditnya berlebihan mas" Tamara terlihat begitu memelas dan menunjukkan raut wajah sedih di depan Andi dan juga kedua orang tuanya. "Huh, sadar juga kalau dia sama mamanya boros. Makanya kalau mau terlihat seperti orang kaya ya, kerja. Jangan bisanya hura-hura nggak jelas pakai duit orang" sindiran Listy tadi langsung mematahkan hati Tamara. Padahal dia berharap penuh akan dibela oleh Listy. "Kenapa ma
"Halo suster" Andi berdiri dari duduknya dan melangkah maju mendekat ke arah suster Wulan. Dia melewati Tamara yang masih berdiri mematung terkejut melihat kemunculan Wulan. "Ma'af sebelumnya. Perkenalkan nama saya Andi" ucap Andi sembari mengulurkan tangannya. "Iya, saya masih ingat dengan anda pak Andi. Dan Saya masih juga ingat dengan semua wajah yang ada disini". "Ada satu wajah yang tidak akan pernah saya lupakan dan sangat spesial bagi saya. Yakni, wajah orang yang telah merusak masa depan saya" dengan wajah datar dan dingin Wulan menatap penuh dendam ke arah Tamara. Sejak pertama kali melihat kemunculan Wulan, Tamara merasa jika dirinya sekarang berada dalam masalah besar. Seharusnya, dia bunuh saja Wulan saat itu. Alih-alih mengancamnya dan memberikan pelajaran yang bisa membuat dirinya takut. Selama ini, hal inilah yang paling ditakutkan oleh Tamara. Tamara takut jika suatu saat Andi dan keluarganya tahu. Kebohongan yang telah dia lakukan agar bisa mendapatkan Andi. Dia de
"Hentikan semuanya" teriak Rudi lantang. "Apa-apaan kalian ini? Kelakuan kalian seperti anak kecil saja. Jangan bertindak main hakim sendiri,bak preman saja kelakukan kalian berdua". "Saya minta kalian jangan main hakim sendiri kepadanya. Biar semua ini akan kita diselesaikan di kantor polisi" ucap Rudi menengahi perkelahian Gris dan Wulan yang tengah mengeroyok Tamara. Penampilan Tamara kini begitu buruk. Wajahnya dipenuhi dengan lebam akibat pukulan dan tamparan yang dia dapatkan sedari tadi. Wajah Tamara sangat begitu tegang ketika mendengar kata polisi dari mulut mantan ayah mertuanya tersebut. Bagaimana tidak? Dia tidak ingin berurusan dengan polisi. Sudah pasti dia akan mendapatkan hukuman yang lama karena semua perbuatan yang telah dia lakukan. Terutama kepada Wulan. Wajahnya Tamara langsung memucat dan ketakutan. Dirinya sekarang sendirian, jadi tidak bisa berbuat apapun untuk bisa pergi dari semua masalah yang tengah dia hadapi. Memikirkan betapa dinginnya berada dalam jeru
"Astaga, darahnya banyak sekali" ucap Wulan menutup kedua tangannya pada mulutnya. Dia juga terlihat syok melihat Tamara yang kini sedang pendarahan. "Jangan-jangan" kalimat yang diucapkan oleh Wulan menggantung. Sehingga membuat semua yang ada kebingungan. "Untuk spekulasinya nanti saja dulu. Sebaiknya kita bawa dia ke rumah sakit dulu" kata Rudi membuyarkan pikiran semua orang yang ada disana. "Ayo pak, cepat kita bawa Tamara ke rumah sakit. Takutnya dia kenapa-kenapa" Listy terlihat begitu sangat mencemaskan keadaan Tamara. Meski ada rasa jengkel dihati Listy sebelum ini. Tapi dia masih memiliki rasa empati sebagai sesama manusia. Apalagi sesama wanita, melihat dia dihajar oleh Wulan dan Gris tadi ada rasa ngeri juga dan sedikit menyesalkan dia tidak melerainya tadi. Semuanya pun segera pergi ke rumah sakit. Listy dan Wulan menemani Rudi didalam mobil yang membawa Tamara ke rumah sakit. Sedangkan Andin dan Rony yang membawa Bella berada di mobil yang dikendarai oleh Andi sendiri
Tessa tak mampu berkata-kata apalagi, saat Andi sudah mengetahui perselingkuhan yang Tamara lakukan. Dia terlihat begitu syok, dan menyalahkan kecerobohan Tamara hingga Andi tahu tentang kecurangan yang sudah dia lakukan dibelakang Andi. "Kamu jangan menuduh anak saya seperti itu Andi. Kamu memang pria brengsek, tidak mengakui darah daging sendiri. Apa kamu punya wanita simpanan hah?" Tessa kini memutar balikkan fakta dengan menuduh Andi yang telah melakukan perselingkuhan. Kalau soal memanipulasi memang Tesaa jagonya. Akting playing victim pun memang Tessa ahlinya. Makanya jangan heran dengan kemampuan jahat yang Tamara miliki. Sebab, itu semua turunan dari Tessa sang mama. "Tega sekali kamu memperlakukan anakku seperti ini Andi. Tamara seperti habis manis sepah dibuang olehmu". "Kamu menuduh anakku berselingkuh, tapi nyatanya kamu kan yang berselingkuh". "Kesalahan apa yang Tamara lakukan hingga kamu tega menyakitinya seperti ini Andi" Tessa berakting dengan menitikkan air mata s
Akhirnya Tessa ditempatkan satu kamar dengan Tamara. Meskipun Listy yakin jika Tessa hanya pura-pura pingsan saja untuk menghindari masalah anaknya. Tapi jika dilihat dari kondisi Tessa saat diangkat oleh suaminya tadi. Terlihat kalau tangannya Tessa terkulai lemas seperti orang yang benar-benar pingsan. Jadi, feeling dan kenyataan yang terlihat di depan mata Listy seolah tengah berperang saat ini. "Mama yakin deh, jika mamanya Tamara itu cuma pura-pura pingsan saja pa" ucapnya pada sang suami setelah meletakkan Tessa di ranjang sebelah ranjang Tamara. "Hush, jangan berpikiran negatif seperti itu sama orang lain ma". "Tapi kayaknya, dia memang beneran pingsan deh" Rudi memberikan pendapatnya tentang keadaan Tessa. Dia tidak melihat adanya kebohongan pada tubuh Tessa saat diangkat olehnya tadi. Bukan membelanya, hanya memberikan pendapat sesuai yang dia lihat dan rasakan saja. "Jangan-jangan papa naksir ya sama si manusia arogan itu" Listy terlihat begitu kesal karena mendengar pemb
"Bagaimana keadaan Bella sekarang?" tanya Rudi bernada khawatir. "Dia baik-baik saja pa. Hanya kelelahan dan terlalu banyak pikiran saja kata dokter tadi. Jadi, Bella sengaja dibiarkan oleh dokter untuk tidur lebih lama. Agar dia bisa beristirahat dengan baik. Sehingga dia bisa cepat pulih dari sakitnya" jawab Andi singkat. Sengaja Andi tidak memberitahukan bahwa Bella tengah menderita penyakit tipes kepada Rudi serta asam lambungnya juga naik. Bisa-bisa dia akan kena jurus seribu bahasa dari papanya. Ketika papanya mulai membuka mulut, maka bawelnya akan melebihi Listy sang mama. Andi lebih takut mendengar ceramah dari papanya, sebab akan membutuhkan waktu lebih lama ketimbang sang mama. Andi hanya perlu mengecup pipi sang mama untuk menyudahi ceramahnya. Tapi kalau ke papanya, dia tidak memiliki cara yang ampuh untuk meminta sang papa untuk berhenti menceramahinya. Jadi, Andi hanya bisa mendengar ocehan sang papa hingga selesai. "Syukurlah". "Siapa yang tengah terbaring di sofa s