"Akhinya terbebas juga dari pria itu. Waktunya membuat pesta kebebasan," ujar Rina yang baru saja keluar dari ruang sidang perceraiannya dengan Saka.
Dia menoleh pada sosok pria berkacamata yang selalu mendampinginya selama proses perceraian, siapa lagi kalau bukan pengacaranya? Keduanya berjabat tangan. "Terima kasih untuk bantuannya selama ini, Pak.""Sama-sama Nona Rina. Kalau begitu, saya duluan." Pria itu memilih untuk pamit undur diri lebih dulu.Tiba-tiba saja ketenangan Rina terganggu kembali. "Sekarang kita sudah resmi berpisah. Jangan sampai kamu menyesal karena telah melakukan ini," ujar Saka dengan kepercayaan dirinya yang begitu tinggi.Satu sudut bibir Risa tertarik menukik naik. "Sampai kapan kamu mau percaya diri seperti itu? Untuk apa juga aku menyesali keputusan berpisah denganmu." Risa menatap remeh mantan suaminya itu.Detik selanjutnya dia mengibaskan tangan di depan wajah. "Sudahlah. Tak perlu lagi kau urusi aku. Ba"Nggak usah tarik-tarik. Kalau mau ngomong ya ngomong aja," ujar Rina setelah dia menarik tangannya dari genggaman Reno. Perempuan itu menatap Reno kesal setelah berani menarik dirinya memasuki area taman kota yang kebetulan hari ini sedikit sepi. Yaiyalah, bukan hari libur.Rina mengibaskan rambutnya ke belakang. "Kalau mau ngomong ya ngomong aja. Nggak usah pakai acara tarik-tarik. Masih untung saya mau ngomong sama Anda yang seorang pembunuh ini," ujar Rina dengan pandangan sinis yang dia berikan pada Reno.Reno memejamkan matanya. "Aku bukan pembunuh, Rin," ujar Reno dengan suara dalam dan lemah. Pandangan pria itu sangat sendu.Rina yang mendengar itu hanya tertawa mengejek. "Bukan pembunuh katanya?" tanya Rina jelas itu sebuah cemoohan.Reno meraup wajahnya dengan kasar. "Oke aku akui kematian kakak kamu karena aku. Tapi aku bersumpah aku tidak berniat untuk membunuhnya. Aku hanya membela diri," ujar Reno Pria itu kembali mencoba menjelaskan
Seorang perempuan dengan pakaian rapi kini berdiri di depan sebuah kontrakan yang cukup sederhana. Ekspresinya tak menggambarkan apa pun, hanya datar. Bahkan perempuan itu menggunakan kacamata untuk menutupi bengkak di mata akibat tangisnya semalam.Tangan kanan terangkat untuk mengetuk pintu yang tertutup di hadapannya. Dia mengetuk beberapa kali sampai akhinya si pemilik membukakan pintu. Kini, dia mendapati sosok pria yang hanya mengenakan celana pendek tanpa pakaian bagian atas. Dia sempat terkejut dengan melotot, untung saja dia memakai kacamata.Reno. Pria yang baru saja terbangun dari tidurnya di hari yang sudah siang karena sedang izin tidak bekerja itu langsung melotot kala mendapati sosok perempuan di hadapannya. Sejak insiden kemarin, dia tak pernah membayangkan kalau Rina akan menemuinya secepat ini. "Ri---Rina?" panggil Reno dengan suara terbata."Di mana anak kakakku?" tanya Rina. Ekspresinya masih datar, dari balik kacamata dia menatap Reno
"Tambah lagi." Sejak percerainnya dengan Rina, dia yang dipecat dari perusahaan oleh kakaknya, juga Nada yang menolak untuk kembali padanya, Saka tak tahu lagi harus melakukan apa. Walhasil, inilah yang dia lakukan. Hanya mabuk-mabukan saja.Sebagai penjaga bar, sosok pria yang sejak tadi melayani pembeli pun langsung menuangkan minuman dengan kadar alkohol tinggi ke dalam gelas Saka karena itulah yang Saka minta. Bagaimana tidak langsung menuangkannya kalau mereka di sana, kan memang untuk berjualan.Saka mengangkat gelas yang ada di tangannya, berisi minuman dengan warna sedikit kekuningan. Pandangannya mengabur dan tiba-tiba saja banyangan dua tangan yang saling menggenggam melewati benaknya. Sontak saja ekspresi kemarahan terlihat jelas di wajah pria itu.Tanpa ragu, Saka langsung meneguk minuman itu hingga tandas dalam sekali tegukan saja. Dia meletakkan gelas dengan sedikit membantingnya ke atas meja. "Tambah lagi!" serunya dengan keras. Tak akan ter
Pintu yang sejak tadi tertutup kini sudah terbuka menampilkan seorang dokter yang keluar dengan melepas maskernya. Semua yang sebelumnya dilanda kesedihan langsung mendekati dokter itu secara bersama-sama. Kekhawatiran semakin terasa kala pakaian dokter itu dipenuhi darah juga ekspresinya yang seperti mengisyaratkan sesuatu."Bagaiman keadaan anak saya, Dokter?""Bagaimana keadaan Nada, Dokter?" tanya Bu Mila dan Aska secara bersamaan. Mereka benar-benar tidak sabar untuk mengetahui bagaimana keadaan Nada juga harapan untuk tak terjadi hal yang tidak diinginkan.Dokter berkacamata itu menatap Bu Mila dan Aska secara bergantian. Ada embusan napas kasar yang terdengar dari bibirnya. "Keadaan pasien masih belum stabil. Dan untuk kandungannya ...." Dokter itu menjeda kalimatnya karena ada rasa tidak tega untuk mengungkapkan. Namun, itu sudah tugasnya."Untuk kandungannya kami harus mengeluarkan bayinya karena janin dalam kandungan sudah tidak bernyawa," jelas sang dokter.Pastilah semua l
"Nada!" teriak Saka tiada henti. Kalian tahu di mana dia saat ini? Seperti biasanya, dia ada di diskotik melampiaskan apa yang dia rasakan pada minuman."Maafkan aku Nada!" teriaknya lagi. Kepala pria itu sudah bertumpu pada meja bar di mana penjaga bar itu hanya geleng kepala melihat kelakuan abnormal Saka. Sejak tadi berteriak tidak jelas."Tambah," ujar Saka sekali lagi."Bung. Anda sudah mabuk, Bung," ujar sang penjaga bar. Meski kesusahan, Saka mencoba mengangkat kepalanya untuk duduk dengan tegak. Dia berusaha menatap tajam pria yang ada di hadapannya. "Memangnya kenapa?" tanya Saka kemudian."Kebanyakan minum tidak akan membuat aku mati, kan?" tanya Saka dengan suara serak. Beberapa kali pria itu mengalami cegukan.Saka menggelengkan kepala. "Tidak. aku tidak akan mati dengan minuman," ujar Saka sekali lagi.Detik kemudian Saka tiba-tiba saja menangis. Tentu itu membuat penjaga bar itu menjadi bingung. Apalagi Saka mulai meracau tak jelas. Namun, dia mencoba mendengarkan.Saka
Aska berjalan dengan pandangan tajam dan lurus. Ekspresinya memperlihatkan benar kalau pria itu sedang diliputi kemarahan. Emosinya seakan di ujung tanduk dan siap meledak kapan saja. Aska baru saja sampai di tempat di mana orang-orang kepercayaannya membawa Saka.Satu pintu yang ada di depannya dia buka dengan satu tendangan yang sangat keras. Memasuki ruangan itu, dia melihat sosok pria yang tergeletak di lantai dengan penampilan acak-acakan."Sejak kapan dia ada di sini?" tanya Aska tanpa menoleh.Salah satu orang kepercayaannya yang berdiri di belakang tubuhnya segera menjawab, "Sejak semalam, Tuan. Kami menemukan dia di sebuah klub malam dan sedang mabuk.""Air?" tanya Aska."Sudah siap, Tuan.""Siram dia," ujarnya dengan pandangan tajam. Kebencian tak lagi tersirat karena Aska memperlihatkannya secara terang-terangan. Tak lama, anak buahnya pun langsung melakukan apa yang dia perintahkan.Satu ember disiramkan pada Saka yang masih memejamkan mata di lantai. Mabuk sejak semalam,
Menurut pasal 459 UU 1/2023 mengenai pasal pembunuhan terencana yang didakwakan pada Saka dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu, dengan kurun waktu paling lama dua puluh tahun."Om. Tolong saya, Om. Tolong bebaskan saya dari sini. Atau setidaknya mengurangi masa hukuman saya." Aska memohon pada sosok pria tambun berkacamata yang hari ini mengunjungi dirinya di penjara. Dia tak lain adalah pengacara keluarga Bagaska.Terdengar helaan napas dari pria yang berprofesi sebagai pengacara itu. Dia melepaskan kacamata yang dia kenakan dan menatap Saka dengan sendu. "Maaf, Saka. Untuk kali ini saya tidak bisa menolong kamu. Saya ada di pihak kakak kamu di mana dia melaporkan kamu dengan pasal pembunuhan berencana," ujarnya menjelaskan."Tapi aku tidak merencanakan pembunuhan itu, Om." Saka menyangkal dengan apa yang telah dia lakukan. "Aku tidak sengaja membunuh anakku. Nada datang untuk menyelamatkan Kakak sehin---""Itula
Saka hanya bisa duduk dengan menyandar pada dinding di belakangnya. Tatapannya tampak kosong, tetapi di balik benak sana dia memikirkan banyak hal. Saka bertanya-tanya, selama dia berada di dalam sini, dia tak lagi bisa mengetahui kabar Nada dan kondisi perempuan itu."Mungkin sekarang dia sudah sangat membenciku karena hal ini." Dia berbicara sendiri. Lagi.Suara bebenturan besi terdengar. Saka menoleh dan melihat seorang petugas yang datang. "Ada yang datang ingin menemui kamu," ujar pria berseragam itu.Satu kalimat itu hanya membuat Saka mengembuskan napasnya kasar. Pria itu terasa malas untuk bangkit dari tempat duduknya. Namun, dia tetap melakukannya. Dia berjalan pelan sembari menunduk ke arah ruang besuk.Tepat saat dia sampai di ruang besuk, Saka mendongak dan membuat matanya melotot lebar. "Kamu?" Suara teriakan itu membuat hatinya terasa nyeri. Dan dia adalah Nada. Dari suaranya yang terdengar jelas rasa terkejut itu, membuat Saka berta