Share

Anak dan Ibu Sama Saja

Anak dan Ibu Sama Saja

Sore ini aku pulang sedikit telat, karena tanggal muda jadi banyak yang belanja sembako di tokoku. Sengaja aku mampir untuk membeli roti bakar, meski aku jahat, namun aku masih ingat makanan kesukaan keponakan kembarku itu. Apalagi hari ini, aku mendapatkan penghasilan yang cukup banyak, jadi tak ada salahnya 'kan kalau sedikit berbagi dengan orang-orang sekitar kita.

Ku pesan dua buah roti bakar dengan isian coklat keju, nantinya satu untukku dan satu untuk keluarga Mbak Sarah. Tak lupa kubelikan dua minuman alpukat kocok kesukaan Dewi dan Devi. Juga buskuit dan susu bayi untuk Desta. Pasti mereka semua sangat senang melihatku pulang membawa makanan. Untuk Mas Rusli memang sengaja tak kubelikan apapun, karena aku masih sangat kesal dengan kelakuan mereka.

Tepat saat adzan magrib berkumandang, aku sampai rumah, dan ternyata mobil suamiku sudah terparkir rapi di teras. Tebakanku tadi memang benar, ketika aku baru sampai di ruang tamu, kedua gadis kecil itu langsung menghampiriku.

"Wah Tante Rini bawaan makanan buat kita nih Dev," kata Dewi senang.

Aku pun mengangguk dan memberikan semua plastik yang kubawa, tanpa berterima kasih mereka langsung pergi meninggalkanku. Kebiasaan. Sementara itu kulihat suamiku, Mas Rusli dan Mbak Sarah sedang duduk menonton  tv di ruang keluarga.

"Tumben Mas sudah pulang dan nggak ngabarin aku?" ucapku.

"Iya Dek, maaf ya tadi Mas lupa hubungin kamu. Oh, iya Dek tadi Mas juga bungkusin kamu nasi padang loh. Itu diatas meja makan," jawab suamiku.

Aku hanya membalas dengan anggukan, sambil mataku melirik ke meja makan. Oh jadi kakak beradik ini habis makan besar ya? Pantas meja makan kayak kapal pecah gitu.

"Dek, mulai besok Mas Rusli sudah bekerja di tempatku, alhamdulillah," ucap Mas Johan senang.

"Wah alhamdulillah banget dong. Dapat kerjaan bagian apa tu?"

"Staff administrasi keuangan. Kebetulan yang menempati resign tadi pagi."

"Oke, semoga beneran betah ya Mas, biar bisa segera bangkit dan tak menjadi benalu di rumah tangga orang lagi!" pungkasku.

"Maksudmu apa Rin?! Siapa yang benalu?!" ucap Mbak Sarah tiba-tiba.

"Loh kok Mbak Sarah nyolot dan kenapa matanya pake melotot gitu kepadaku? Emangnya ada yang salah dengan omonganku?" tanyaku.

"Ya jelas salah lah! Enak banget ngatain kami benalu!  Tuh istrimu Jo, nggak pernah ngerti sopan santun sama yang lebih tua!" Mbak Sarah kembali marah.

"Haduh ampun deh! Kalau nggak mau di bilang benalu itu ya jaga sikap, sudah numpang, apa-apa minta, sombong lagi, terus minta di hormatin. Sono tinggal di negeri dongeng!" omelku.

"Hiiih istri kamu ini memang kurang ajar Jo, masak dia juga mulai berani menyuruh-nyuruhku! Nggak ngerti balas budi banget!" 

"Mbak Sarah cantik, jangan terus-terusan manggil 'BUDI' capek dia, butuh istirahat juga! Udah ah malas aku ngladenin kamu Mbak. Sudah numpang kok minta enak terus. Kalau minta balas budi terus, noh minta saja pada adikmu itu, buka  padaku! Malas banget!"

"Sudah dong Dek, malu di dengar tetangga berantem terus," ucap suamiku.

"Jadi kamu malu kalau tetangga tahu kelakuan busuk keluarga kakakmu ini? Benar-benar ya kamu Mas! Sudah ah aku mau ke kamar saja! Nggak guna ngurusin kalian semua. Dan ingat Mas, ucapanku kemaarin tetap berlaku loh!" ancamku.

Kemudian aku meninggalkan mereka menuju ke meja makan, tujuanku adalah untuk mengambil nasi padang bagianku. Namun saat melewati kamar si kembar, aku mendapati roti bakar milikku telah berserakan di lantai, dengan bungkusnya yang sudah tak berbentuk.

"Astaghfirullahaladzim, apa-apaan sih ini!" teriakku.

Mendengar teriakanku Mas Johan sontak berlari ke  sini, diikuti oleh duo benalu itu.

"Apalagi sih Dek?" tanya suamiku.

"Tuh lihat, kenapa roti bakar milikku jadi begitu?!" ucapku sambil menunjuk ke lantai.

"Loh kok bisa begini sih? Devi, Dewi! Kenapa bisa begini Nak?" kata suamiku.

Duo kembar yang di panggil segera keluar dari kamar, diikuti oleh si bayi yang masih merangkak.

"Oh itu Om..salah Tante Rini sih, dari tadi nggak ngambil roti bagiannya, jadi ya buat mainan sama si Desta." Dewi yang wajahnya bepotan karena coklat berkata dengan entengnya.

"Jadi tadi kamu tahu, kalau Desta yang melakukan ini? Terus kenapa nggak kamu cegah?" tanyaku.

"Ih malas banget lah! Lagian kami 'kan lagi makan, mumpung masih anget lah. Seperti kata Mama, biarin aja apa yang Desta lakukan, yang penting dia diam dan tidak rewel" jawab Devi.

Emosiku langsung saja memuncak. Apalagi saat melihat bungkusan nasi padangku yang sedikit sobek, ternyata saat ku buka, daging rendangnya telah tiada.

"Ini juga, siapa sih yang mengambil daging bagianku?" tanyaku.

"Kami Tante, habis enak sih! Dan kata Mama juga, kami boleh mengambil dan melakukan apa yang kami mau," ucap Dewi tanpa rasa bersalah.

Langsung saja mataku tertuju kepada Mama mereka, yang telah mengajarkan hal-hal itu pada anak-anak.

"Maksud kamu apa Mbak?! Mengajari hal-hal yang tidak benar kepada mereka. Sedangkan kalian itu cuma numpang di sini! Anak.itu seperti kertas, apa yang di ajarkan orang tuanya itulah yang di lakukannya," ucapku emosi.

"Biasa aja kali Rin, ini kan rumah adikku, kamu juga numpang. Sama-sama numpang tak usah saling iri!" jawabnya sambil bersedekap.

Segera aku mendekat ke arahnya, rasanya ingin ku pukul mulutnya itu, sayang ada anak-anak di sini.

"Kamu bilang aku numpang? Ingat ya rumah ini memang dibangun dengan menggunakan uang hasil pembagian warisan itu, tapi masih tetap ada tambahan dari uang tabunganku. Dan satu  lagi, rumah ini di bangun di atasa tanah milik pribadiku! Jangan sembarangan mulutmu kalau ngomong Mbak!" ucapku.

"Sudah dong Dek. Ku belikan lagi ya, nasi padang dan roti bakarnya sekarang," rayu Mas Johan.

"Tak perlu, sudah hilang selera makanku gara-gara mereka. Mulai sekarang jika mereka masih tetap ingin tetap tinggal di sini, kalian harus membayar uang sewa tiap bulan, dan juga melakukan semua pekerjaan rumah tangga di sini. Jika merasa keberatan silahkan keluar sekarang juga dari sini! Permalam ini hitungan sewa mulai berlaku! Dan untuk kamu Mas, karena kamu sangat sayang sama mereka, malam ini kamu tidur di luar. Dan jika mereka tetap tak berubah, maka selamanya kamu akan tidur di sana!" kataku sambil menunjuk ruang tamu.

Gegas ku tinggalkan mereka semua dan kubanting keras pintu kamarku, tak lupa ku kunci dari dalam. Maaf Mas, kesabaranku sudah habis sekarang!

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Tanjung For'az Sya
aku suka nih sm perempuan kyk gni walau pun msh ada lolo nya usir aja udah beres
goodnovel comment avatar
Diana Cin
klu saya udh saya usir la repot klu kita gabung sama yg gk punya pikiran kayak mbak sarah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status