Sebelum baca klik berlangganan dulu ya
****** ******Mas Johan Terlalu Baik Pada Mereka"Rin, kok malah bengong sih kamu? Kamu nggak dengar dari tadi Bobby, Dewi dan Devi sudah kelaparan? Kayaknya kamu itu sengaja banget deh buat kami kayak gini!" Mbak Sarah lagi ke dapur, kali ini sambil menggendong si kecil Bobby."Sabar sedikit dong, Mbak. Mbak lihat kan dari tadi juga aku nggak diam saja, malah sehabis subuh aku sudah bangun, hanya demi bisa menyiapkan sarapan untuk kalian sebelum aku berangkat ke pasar," ucapku mencoba bersabar."Masak dari subuh hingga jam segini kok belum kelar juga. Memang lelet ya kamu itu!" ucapnya lagi."Mbak bisa nggak sih, sedikit saja menghargai semua usaha dan kebaikanku? Sebisa mungkin aku menuruti apa yang Mbak Sarah dan keluarga minta selama ini, hanya karena aku menghargai Mbak Sarah sebagai saudara satu-satunya suamiku."Untuk pertama kalinya sejak kedatangan Mbak Sarah dan keluarganya di sini, aku berucap dengan nada sedikit tinggi seperti saat ini. Karena rasa kesal di dalam hati ini sudah menumpuk, memberi banyak pengorbanan dan kebaikan namun tak pernah di hargai."Kamu sudah mulai berani ya ngomong dengan nada tinggi kayak gitu kepadaku? Ingat lo kalian itu memiliki hutang budi yang besar kepada kami. Jika dulu kami tak membiayai kuliah Johan, mungkin kalian masih hidup kere sampai sekarang!. Jadi manusia itu jangan seperti kacang yang lupa pada kulitnya dong! Kamu harus ngerti bagaimana caranya membalas budi!""Sampai kapan Mbak Sarah akan selalu mengungkit-ungkit hal itu? Bukankah sebenarnya itu memang sudah menjadi kewajiban saudara yang lebih tua untuk mengayomi adiknya, ketika orang tuanya telah meninggal dunia? Bukankah Mas Johan juga sering memberi kalian uang ketika gajian, dan masalah pembagian tanah warisan juga Mbak Sarah meminta bagian yang lebih banyak 'kan? Padahal seharusnya dalam agama kita, anak laki-laki itu mendapatkan bagian lebih banyak dari pada anak perempuan, ati setidaknya mendapat bagian yang rata. Tapi kami pun selama ini tak pernah mempermasalahkan hal itu, apa yang Mbak Sarah minta pun kami turuti. Apa masih kurang semua pengorbanan kami itu Mbak?""Kamu itu memang tidak tahu sopan santun ya! Johan itu memang benar-benar b***h, karena telah memilih wanita seperti kamu untuk du jadikan istri!"Sungguh benar-benar emosi aku pagi ini, seharusnya sebagai tamu yang hanya menjadi benalu, dia itu tahu diri membantuku mengerjakan pekerjaan rumah, bukan malah menjadikanku pembantu, dan juga terus menghinaku seperti ini. Kalau alasanya capek karena mengurus bayi, bagaimana dengan aku? Meski belum memiliki anak aku juga bekerja.Padahal sebelum mereka datang ke rumah kami, tak pernah aku masak di pagi hari. Karena Mas Johan pun tak biasa sarapan pagi, hanya segelas susu hangat dan roti selai sudah cukup buat kami. Dan biasanya saat sore ketika kami sama-sama pulang kerja, salah satu dari kami akan membeli makanan untuk makan malam. Atau kalau tidak, maka kami akan memasak bersama. Oh indahnya hidup tanpa mereka seperti dahulu.Dulu ku kira mereka tak akan lama tinggal di rumahku, atau paling tidak Mas Rusli akan kembali bangkit dan bekerja untuk memulai kehidupan baru. Namun nyatanya aku salah, semua kebaikanku dan Mas Johan di sini justru membuat mereka makin betah jadi benalu, dan sepertinya tak ingin pergi dari kenyamanan ini."Ada apa sih Dek, pagi-pagi gini sudah ramai di dapur? Malu 'kan di dengar tetangga." Mas Johan keluar dari kamar dan ikut nimbrung di dapur.Belum sempat aku menjawab pertanyaan dari suamiku tadi, Mbak Sarah sudah berkata-kata duluan."Ajarin tuh Jo, istrimu sopan santun pada yang lebih tua! Penampilan saja alim tapi kelakuannya sudah kayak berandalan!" Astaghfirullah aladzim, Mbak Sarah sungguh tega berbicara seperti itu di hadapanku."Memangnya ada apa sih, Mbak?" ujar Mas Johan lembut seperti biasa, sambil mengambil Bobby dari gendongan Mbak Sarah."Rini itu, kebangetan banget Jo. Katanya sudah masak dari habis subuh kok sampai jam segini belum juga matang? Sepertinya dia itu sengaja agar kami kelaparan, sepertinya juga dia itu tak rela kami tinggal di sini Jo. Padahal dia sendiri juga tahu kalau anak-anak juga dari tadi sudah merengek kelaparan," bela Mbak Sarah."Bukan seperti itu, Mas. Memang belum matang, ini tinggal mendidihkan saja soto nya. Sedikit sabar kan bisa, toh tadi pagi anak-anak dan juga Mbak Sarah sudah menghabiskan segelas susu seperti biasanya," jawabku sambil mengaduk soto daging yang sebentar lagi akan segera mendidih ini."Mana kenyang kami hanya minum segelas susu saja, apalagi aku yang masih menyusui Bobby? Banyak sekali alasan mu itu Rin. Kalau nggak suka kami di sini bilang saja, kami bisa kok menyewa kontrakan yang lebih bagus dari pada di sini!" ujar Mbak Sarah lagi dengan sombongnya."Ya baguslah kalau begitu, silahkan Mbak Sarah pindah ke kontrakan dan pergi dari sini secepatnya!" Kubanting kain lap yang dari tadi kupegang, lalu berlalu menuju kamar."Tuh 'kan, apa kubilang. Dia itu kurang ajar, berani-berani nya mengusir aku dari sini Jo! udah yatim piatu, dekil, miskin tak punya sopan-santun lagi!" Teriakan keras Mbak Sarah itu sontak membuat Bobby menangis."Sudah-sudah Mbak, maafin Rini ya. Mungkin dia lagi capek mangkanya sedikit emosi. Tuh masakannya sudah matang semua, sekarang Mbak Sarah dan anak-anak makan saja ya, aku akan ke kamar dulu menemani Rini." Sayup.ku dengar suara Mas Johan menenagkan kakak iparnya itu."Iya ajari istrimu itu agar mengerti arti balas budi!" omel Mbak Sarah lagi.Memang Mas Johan selalu begitu, tak pernah membelaku, seakan aku memang yang selalu salah. Dia hanya akan selalu memintaku untuk bersabar menghadapi keluarga kakaknya itu.Dua Hari LagiMemang Mas Johan selalu begitu, tak pernah membelaku, seakan aku memang selalu yang salah. Dia hanya akan selalu memintaku bersabar menghadapi keluarga kakaknya itu."Dek, maafin Mbak Sarah ya. Dia seperti ini juga karena memang baru saja mengalami kebangkrutan, pasti dia sangat shock apalagi 'kan masih punya bayi Dek, takutnya kalau kita nggak mengalah dia malah mengalami Baby blues, kasihan Bobby juga 'kan?" Mas Johan ikut duduk di pinggir ranjang bersamaku, dan mengusap punggungku."Tapi ini sudah tujuh bulan lebih Mas, harusnya Mbak Sarah dan juga Mas Rusli sudah bisa mulai bangkit lagi Mas. Apalagi mereka kan mempunyai tiga orang anak, sampai kapan mereka akan begini terus? Dan sampai kapan mereka akan menjadi benalu di rumah kita seperti ini!?" kataku yang memang masih sedikit emosi."Sabar ya Dek, sebentar lagi pasti mereka akan kembali bangkit. Kita juga harus me dukung mereka agar segera memulai lembaran baru. Jangan terlalu merasa mereka menjadi beban di sini,
Sebelum baca klik berlangganan dulu ya****** ******Benar-Benar Tak Tahu Diri"Baiklah Mas, aku akan mencoba bersabar lagi untuk dua hari ke depan. Semoga kamu segera mendapat pekerjaan untuk Mas Rusli dan mereka pindah dari sini. Ini semua aku lakukan demi menghormatimu Mas. Namun jika dua hari berlalu dan semua tak berubah, maka jangan salahkan aku jika aku akan menggunakan caraku sendiri agar mereka tak betah berada di sini!""Terima kasih banyak Dek, kamu masih mau bersabar lagi, ternyata tak salah aku memilihmu menjadi istriku. Insyaallah dua hari lagi semua akan berbeda Dek. Sefkali lagi terima kasih ya Dek." Mas Johan kemudian mencium keningku dan memelukku.Meski pun aku sangat membenci kelakuan saudara iparku, namun aku tak ingin membuat rumah tanggaku dan Mas Johan berantakan. Aku harus tetap bisa menempatkan diriku, agar semua berjalan seimbang.Aku adalah Rini Juwita, saat ini aku masih berusia dua puluh tiga tahun. Aku sudah tiga tahun ini menikah dengan Mas Johan, lelak
Sebelum baca klik berlangganan dulu ya****** ******Ini Baru Pemanasan SajaSetelah merapikan dapur, aku langsung bergegas membersihkan diri dan akan segera berangkat ke toko. Tak sampai setengah jam aku sudah siap."Eh Rin, kamu sudah mau berangkat kerja?" Mbak Sarah menghampiriku yang sedang memakai helm di teras."Iyaaaa...memangnya kenapa Mbak?" jawabku malas karena pasti akan minta sesuatu."Kamu ke tokonya naik angkutan saja ya. Motornya biar di pakai Mas Rusli hari ini." Dengan entengnya kakak iparku itu berkata."Nggak ah, males. Memangnya Mas Rusli itu mau kemana? Bukanya semua kebutuhan sudah di cukupi Mas Johan?""Mas Rusli pengen mancing, Rin. Kasihan sepertinya dia suntuk banget di rumah terus," jawabnya enteng."Mancing? Enak banget ya kerjaan Mas Rusli, di rumah tinggal makan dan tidur, perlu apa-apa tinggal minta suamiku. Giliran suntuk, pingin refresing, pingin mancing. Sudah gitu uang saku minta, sekarang mau pake motorku pula. Ogah banget deh. Suruh saja Mas Rusli
Sebelum baca klik berlangganan dulu ya****** ******Salah Kok DibelaTok tok tok"Dek, kamu sudah tidur toh?"Suara Mas Johan tersebut sontak membuat mataku terbuka, ku lirik jam di dinding masih menunjukkan pukul sepuluh malam. Ternyata tadi aku ketiduran habis shalat Isya. Sejak sore tadi aku memang tak keluar kamar sama sekali, kebetulan juga di kamarku ini ada kamar mandinya, jadi tak perlu repot-repot keluar kamar kalau hanya untuk mandi dan mengambil air wudhu."Sudah bangun kok, Mas, sebentar ya!" teriakku.Mas Johan memang selalu membawa kunci rumah, namun kalau kamar memang tadi dia kukunci selot dari dalam."Mau di buatin susu hangat atau kopi, Mas?""Susu hangat saja Dek. Eh ini aku tadi beli lima bungkus nasi goreng. Kita makan bareng yuk, buat Mbak Sarah dan keluarganya juga," ucap Mas Johan sambil mengangsurkan bungkusan plastik besar kepadaku."Oke, ku tunggu di dapur ya Mas, sekalian mau buatin susu hangat buat kamu."Hemmm ternyata suamiku meski pulang selarut ini ma
Nasi Goreng Dari Kulkas"Aww sakit!"Terdengar teriakan Mbak Sarah pagi ini, saat aku tengah menyapu di teras. Berarti kejutan pertamaku sudah sukses."Apaan sih Ma? Pagi-pagi udah teriak, ini si Desta jadi kebangun lho! Gangguin tidur papa saja sih!" ucap Mas Rusli kesal.Haduh jam tujuh kok katanya masih pagi sih? Dasar pemalas kerjaannya cuma makan dan tidur saja!"Kamu tuh Pa, bukannya nolongin malah marah-marah! Siapa sih yang naruh popok penuh ini di depan pintu? Kan aku jadi kepleset, sakit tau!!""Paling juga kamu sendiri, Ma. Udah ah nih si Desta aku mau tidur lagi!" ucap Mas Rusli.Mendengar ucapan pria benalu itu aku langsung masuk ke dalam."Mas Rusli ini sudah siang loh, masak mau tidur lagi? Nggak capek seharian tiduran mulu? Jangan tidur lagi dong, tuh dari tadi di cari Mas Johan, ada kerjaan katanya. Temui sekarang sana, keburu suamiku itu berangkat ke kantor!" Mataku kali ini membulat sempurna ke arahnya.Dan ternyata dia langsung menuruti permintaanku, walau dari ra
Anak dan Ibu Sama SajaSore ini aku pulang sedikit telat, karena tanggal muda jadi banyak yang belanja sembako di tokoku. Sengaja aku mampir untuk membeli roti bakar, meski aku jahat, namun aku masih ingat makanan kesukaan keponakan kembarku itu. Apalagi hari ini, aku mendapatkan penghasilan yang cukup banyak, jadi tak ada salahnya 'kan kalau sedikit berbagi dengan orang-orang sekitar kita.Ku pesan dua buah roti bakar dengan isian coklat keju, nantinya satu untukku dan satu untuk keluarga Mbak Sarah. Tak lupa kubelikan dua minuman alpukat kocok kesukaan Dewi dan Devi. Juga buskuit dan susu bayi untuk Desta. Pasti mereka semua sangat senang melihatku pulang membawa makanan. Untuk Mas Rusli memang sengaja tak kubelikan apapun, karena aku masih sangat kesal dengan kelakuan mereka.Tepat saat adzan magrib berkumandang, aku sampai rumah, dan ternyata mobil suamiku sudah terparkir rapi di teras. Tebakanku tadi memang benar, ketika aku baru sampai di ruang tamu, kedua gadis kecil itu langsu
Aku Hamil?Kumandang adzan subuh membangunkanku, segera kuambil wudhu dan menunaikan shalat subuh. Kali ini aku shalat sendiri, karena jujur hati ini masihlah kesal dengan Mas Johan.Maafkan aku ya Allah jika mungkin bersalah karena berkata tidak sopan kepada kakak ipar dan suamiku. Namun aku tahu Engkau maha tau, apa yang benar dan apa yang salah.Sebenarnya aku melakukan semua ini bukan hanya karena kesal dengan sifat mereka, tapi juga karena aku menyayangi mereka. Jika tetap kubiarkan mereka begini, bagaimana jika hingga nanti anak-anaknya juga memiliki sifat yang sama dengan mereka.Tok tok tokk"Dek, tolong bukain pintu. Aku mau shalat subuh nih." Suara panggilan dari Mas Johan membuatku sedikit kaget.Segera kubuka pintu itu, kemudian kucium punggung tangannya, hal yang biasa ku lakukan setelah kami melaksanakan shalat berjamaah."Loh Dek, jadi kamu sudah shalat duluan? Duh maaf banget ya aku agak kesiangan dikit ini, kamu sih nyuruh aku tidur di luar, jadinya semalam nggak bis
Pov Johan"Jo, semua yang ku miliki kini telah habis. Bolehkan kami sekeluarga menumpang sementara di rumahmu? Sampai Mas Rusli dapat kerjaan baru lagi. Paling juga nggak sampai tiga bulan kami sudah pergi dari san." Kata-kata itulah yang tujuh bulan lalu Mbak Sarah ucapkan kepadaku, saat Mas Rusli mengalami kebangkrutan dan harus kehilangan semua yang mereka miliki. Awalnya aku dan juga istriku amatlah senang mendengar hal itu, biar keadaan rumah juga sedikit ramaai, karena hingga tiga tahun pernikahan kita, Allah belum memberikan kepercayaan pada kami untuk memiliki momongan.Sejak pertama kali menapakkan kaki di rumahku, mereka sudah mulai berulah. Mbak Sarah tak mau sama sekali membantu Rini-istriku-melakukan pekerjaan rumah, kerjaaannya hanyalah bermalas-malasan saja bersama suaminya, Mas Rusli. Seharian bisa mereka habiskan hanya dengan bermain ponsel atau menonton tivi saja. Sedangkan kedua putri kembarnya yang kini berusia empat tahun itu selalu mengotori dan membuat berantak