Wanita cantik yang rela melepas karirnya demi mengabdi untuk suami, tapi ternyata bukannya kasih sayang yang setimpal yang didapat tapi justru pengkhianatan yang dia terima. Di saat kacau-kacaunya, seseorang datang tanpa diduga, kedatangannya memberikan sisi lain yang tidak Anjani dapatkan selama ini, sampai Anjani menemukan titik balik dari semuanya, dan mampu bangkit untuk memulai kembali semuanya.
Lihat lebih banyakBab 1.
"Ini udah pagi! Kenapa sarapannya belum ada?!" teriak seorang wanita, mengetuk pintu kamar dengan cukup keras. "Anjaniiii....!" teriaknya. TOK! TOK! TOK! Anjani membuka pintu, mukanya kuyu. "Kenapa, Bu?" tanyanya kepada si ibu mertua. “Kenapa, kenapa! Ini udah mau pagi ya, mana sarapannya? Kenapa belum ada sarapan di dapur?" seru Bu Lili dengan berkacak pinggang. “Aku udah masakin kok, Bu, cuma aku simpen di lemari. Ibu tinggal keluarin aja, semuanya udah siap di sana," jawab Anjani. "Kamu itu gimana sih? Kalau emang udah masak ya simpen dong di meja! Ngapain kamu simpen di lemari?" sentak Bu Lili, matanya sudah melotot menatap Anjani. "Maaf Bu, tadi Anjani langsung tidur lagi tadi, soalnya Anjani kurang enak badan jadi gak keburu buat simpen di meja.” "Alah, alasan! Udah sana kamu ke dapur. Siapin semuanya, jangan malah nyuruh ibu keluarin makannya. Kamu kan yang masak, ya sekalianlah kamu yang nata. Jadi orang tuh jangan males! Kalau kerja itu sekalian jangan setengah-setengah!" cerocos Bu Lili. Meski pusing mendengarnya, Anjani menurut saja. Dia menuju dapur dan mengambil masakan yang sudah dia buat tadi. Nasi goreng dan telur dadar yang sudah dia buat ditata di meja makan, tidak lupa alat makan pun dia tata. “Kenapa cuma masak ini aja? Yang bener aja dong! Masa cuma nasi goreng sama telur dadar. Aduh bener-bener kamu itu pemalas sekali, Anjani!” ucap Bu Lili setelah melihat makan yang disiapkan “Maaf, Bu, Anjani gak ke warung sayur Bu Yem. Buat hari ini Anjani masak ini dulu. Badan Anjani bener-bener gak enak makanya Anjani masak seadanya dulu," jawab Anjani, lemas dengan wajah pucatnya. "Sakit apa sih emangnya kamu? Selama tangan kamu masih bisa dipake ya kerjalah yang bener! Lagian kamu juga masih bisa jalan, berarti kamu cuma sakit biasa! Gak usah di manja kaya gitu! Gini nih kalau si Baskara gak nurut sama ibu, dapetnya istri yang pemalas banyak alasan!” Anjani diam, hanya bisa menguatkan hatinya. Sudah hampir tiga tahun pernikahannya, tapi sikap Bu Lili tidak pernah berubah. Sikapnya yang begitu tidak menyukai Anjani tidak pernah luntur sedikit pun. Bu Lili tidak menyukai Anjani karena sejak awal Bu Lili tidak merestui hubungan keduanya. Bu Lili merasa Baskara masih bisa mendapatkan istri yang jauh lebih baik daripada Anjani. Kebenciannya semakin membesar saat tahu bahwa Anjani tidak bekerja dan hanya menjadi IRT. Padahal, menjadi IRT sendiri adalah perintah Baskara untuk Anjani. "Besok aku masak kaya biasanya ya, Bu. Maaf untuk hari ini sarapannya nasi goreng sama telur dadar dulu.” “Kamu makan sendiri! Ibu gak napsu," semprot Bu Lili sambil kembali ke kamar. Anjani hanya menghela nafasnya melihat kepergian ibu mertuanya. Baskara melihat ke arah dapur dan memergoki Anjani yang sedang mengusap air matanya. Dia tadi sempat mendengar teriakan Bu Lili. Karena penasaran, akhirnya Baskara menghampiri ke arah dapur. "Kenapa, Sayang?" tanya Baskara. "Gapapa kok Mas," jawab Anjani sambil memaksa tersenyum. "Ibu mana?" tanya Baskara lagi. “Ibu ke kamar lagi, mas." "Ke kamar? Bukannya tadi ibu ke dapur sama kamu?" “Iya, cuma tadi ke kamar lagi. Ibu gak mau sarapan sama nasi goreng mas. Makanya langsung balik lagi ke kamar,” ucap Anjani. Baskara melihat meja, benar saja di sana hanya ada nasi goreng, telur dadar, dan nugget. "Kenapa gak mau sarapan ini? Emang ibu mau apa?" tanya Baskara "Aku gak tahu mas, mungkin ibu pengennya yang lain. Cuma hari ini aku gak bisa belanja ke Bu Yem. Badan aku masih lemes makanya aku olah yang ada aja.” Baskara memeriksa kening istrinya dengan punggung tangan, memang dari semalam Anjani mengeluh meriang. "Yaudah kamu ke makan dulu aja, biar Mas yang bujuk Ibu." Anjani menurut, dia mengambil sepiring nasi untuk sarapan dan segelas air hangat. Baskara mengetuk Pintu Bu Lili. "Bu..." panggilnya. "Bu, ayo sarapan dulu. Mubazir loh Bu, makanannya kalau gak dimakan." Bu Lili membuka pintu dia melihat anaknya. “Ibu gak napsu, masa istri kamu cuma masak yang gitu aja," adunya. "Iya Bu, Anjani dari semalem demam, dia lemes dari semalem sampai gak bisa tidur, makanya Anjani cuma bisa masak itu aja. Gapapalah Bu dari pada gak ada makanan sama sekali." "Ibu sih mending gak ada makanan sama sekali daripada harus makan nasi goreng aja. Kalau gak ada makanan kan Ibu bisa beli sendiri ke depan." "Yaudah gini deh, ibu mau sarapan apa? Biar Baskara yang beliin,” tawar Baskara Bu Lili diam, dia hanya melihat Baskara. Sebenarnya dia tidak terlalu ingin apa-apa, makan nasi goreng pun sebenarnya tidak masalah, tapi karena saat tidak melihat Anjani yang sibuk seperti biasanya, Bu Lili jadi ingin mencari kesalahan menantunya. "Gak usah deh, Ibu makan itu aja. Kasih tahu istri kamu, besok masak kaya biasanya! Demam itu jangan dimanja, kalau dimanja malah jadi keenakan nantinya." "Iya, iya, nanti aku bilangin ke Anjani. Udah, duduk, Bu, kita makan bareng-bareng." Akhirnya Bu Lili duduk di meja makan dan mulai menyendok sarapannya, melirik Anjani yang sedang makan dengan sinis. Tak lama, adik Baskara bergabung sambil menenteng laptop. “Selamat pagi," sapanya, lalu melihat makanan di meja. "Nasi goreng doang, Bu?" tanya Putri. "Iya, kakak ipar kamu itu males masak. Jadinya dia cuma masak ini doang." Anjani hanya diam, melanjutkan makannya meski hatinya terhenyak mendengar ucapan mertuanya. "Yah, tahu cuma masak nasi goreng doang aku tadi ke depan pas ada si Mang Jamal lewat," jawab Putri, tidak peduli didengar Anjani yang makan di depannya. "Udahlah, lagian udah lewat juga, udah gak usah banyak protes. Makan yang ada aja dulu. Lagian kamu bukannya bangun lebih pagi. Sesekali kalau Mba kamu gak bisa masak, gantian sama kamu!" ucap Baskara. "Ih enak aja, masak kan kerjaannya Mba Anjani kenapa harus aku yang gantiin," jawab Putri sewot "Iya, biar kamu juga belajar. Kamu itu perempuan, suatu saat bakalan jadi seorang istri, harus bisa masak sama kerjain kerjaan rumah." "Ih bawel deh ah. Mas Baskara semenjak nikah sama Mba Anjani udah kaya ibu-ibu di sana tuh, kerjaannya nyerocos aja,” protes Putri. “Udah makan jangan ngoceh aja, sarapan yang ada dulu.” “Ih, gak mau! Apaan cuma makan nasi goreng! Mending kalau nasi gorengnya enak. Liat aja bikin mual, mending aku jajan di kantin nanti,” kata Putri sambil mendorong nasi gorengnya dengan kasar, sampai beberapa butir nasi tumpah dari piring. Anjani yang melihat itu terkejut, tapi berusaha sabar dan menyimpan rasa tersinggung di hatinya. “Astagfirullah, dek, itu makanan, gak baik loh dek kamu gituin…” katanya menegur dengan suara bergetar. “Kenapa? Gak terima? Suruh siapa cuma masak yang kaya gini doang, bikin gak napsu makan tahu. Pantes ibu ngomel lah, orang Mba masaknya aja kaya gitu, makanan apaan coba!” "Kamu itu! Kebiasaan kalau dikasih tau ngejawab aja kerjaannya. Kalau kamu gak mau makan, jangan harap kamu dapet uang jajan dari Mas," ancam Baskara. Putri yang awalnya mau pergi, terdiam dan duduk lagi di kursinya, lalu melirik ke arah Anjani dengan tajam. “Kalau bukan karena Mas Baskara, aku gak mau ya makan makanan Mba ini,” bisiknya. Anjani hanya diam, terlalu pusing untuk menanggapi ucapan itu.Persidangan ke-2 dilanjutkan. Anjani dan Baskara kembali hadir dalam persidangan. Namun kali ini ada yang berbeda. Baskara tidak hadir sendirian. Ia ditemani Melati, Bu Lili dan Putri. Mungkin kehadiran mereka untuk menjadi saksi di pihak Baskara, tapi Anjani terlanjur sudah tidak peduli apapun itu. Suasana ruangan kali ini sedikit formal, terasa dingin namun bukan semata-mata karena AC. "Baik bapak dan ibu, untuk sidang kali ini saya ingin mengetahui lebih lanjut alasan ibu memilih untuk bercerai... Serta melihat bukti-bukti yang dimiliki untuk memperkuat alasannya," ucap Hakim dengan tegas, meski wajahnya tidak menunjukan sikap dingin. "Apa alasan ibu mengajukan perceraian ini?" tanya hakim kepada Anjani. Anjani tersenyum ia duduk dengan tegak di kursinya. "Terima kasih pak hakim... Alasan saya menggugat cerai suami saya karena suami saya yang sudah berselingkuh. Alasan yang sudah tidak bisa saya toleransi lagi," jawab Anjani tanpa ragu. "Adakah alasan lainnya?" tanya hakim la
Cuaca masih terasa panas meski di ruangan ber AC. Melati menunggu gilirannya kembali untuk pemotretan. Ia duduk di sebelah Clarissa, jarinya sibuk membuka aplikasi dan juga berbalas pesan dengan Baskara."Permisi," seseorang masuk dengan membawa satu bingkisan di tangannya.Melati langsung tersenyum melihat kedatangan OB yang tadi sudah ia suruh untuk membeli rujak."Mba Melati ini rujaknya, maaf lama saya tadi cari di tempat lain," ucap OB itu dengan memberikan kresek kepada Melati.Melati melihat isi rujak yang cukup banyak dengan bumbu yang terpisah. "Makasih ya, kembaliannya buat kamu aja," sahutnya tanpa menoleh ke OB itu.Clarissa menatap Melati yang sudah terlihat tidak sabar untuk memakan rujak itu. Ia memperhatikan bagaimana Melati langsung menggigit buah mangga muda yang sudah bisa ditebak bagaimana rasanya."Mel, apa lu gak bisa tahan dulu apa kepengen lu yang kali ini? Apa gak bikin curiga orang-orang ya dengan lu kaya gitu," ucap Clarissa dengan nada sinis.Melati merasa
Hari persidangan tiba, Anjani ditemani Gerald melangkah dengan tekad yang kuat. Sebelum mereka ke persidangan, keduanya melakukan diskusi. Gerald melakukan konfirmasi terlebih dahulu soal keputusan apa yang akan Anjani ambil, meski sudah dilakukannya mediasi. Baskara memilih pergi diam-diam. Ponselnya sudah penuh dengan panggilan dari Melati yang memaksa Baskara untuk tidak datang, begitupun dengan ibunya yang baru tahu kalau Baskara sudah di pengadilan. "Mari mba kita masuk," ajak Gerald dengan sopan. Anjani mengangguk ia masuk mengikuti Gerald keruangan. Anjani dan tim pengacara duduk di sisi kiri. Tidak lama Baskara hadir seorang diri dan langsung duduk di sisi kanan. Matanya mencuri pandang kepada Anjani, ia melihat penampilan Anjani yang berbeda. Wajahnya lebih cerah, pakaiannya begitu cocok dengan Anjani, kerudung pashmina yang ia kenakan dengan model berbeda namun tetap syar'i membuat Anjani semakin terlihat anggun. Berbeda dengan Anjani, meski tahu Baskara ada di sebelahn
Anjani membantu ibunya membersihkan kebun belakang di rumahnya. Ia menyambut beberapa rumput liar dan memindahkan beberapa tanaman agar posisinya terlihat lebih rapi.Suara ponsel Anjani menghentikan aktivitasnya, ia izin untuk mengangkat telepon terlebih dahulu kepada Bu Aulia."Ma, aku angkat telpon dulu ya... Kayanya penting dari Mas Gerald," ucap Anjani. Bu Aulia mengangguk dan kembali membereskan tanaman.Anjani duduk terlebih dahulu di kursi yang terbuat dari kayu dengan segala jenis makanan dan minuman yang sudah ditata rapi oleh ART-nya jika majikannya beristirahat."Assalamualaikum, mas Gerald," sapa Anjani langsung."Waalaikumsalam, Mba Anjani... Maaf saya mengganggu mba, saya hanya mau menginformasikan kalau jadwal sidang pertama dan pemanggilan untuk mba Anjani sudah ada, sidang akan dilakukan dua hari lagi," tutur Gerald langsung ke inti.Anjani mengangguk pelan, "Apa saya harus hadir mas Gerald? Atau bisa diwakilkan saja oleh mas Gerald?" tanya Anjani."Ya bisa saja Bu A
Clarissa tidak ikut ke dalam. Ia memilih untuk menunggu di depan saja. Clarissa menggunakan earphone, agar tidak mengganggu orang lain saat ia memainkan ponsel, Melati dan Baskara sudah masuk beberapa menit untuk melakukan pemeriksaan kehamilannya. "Clarissa," ucap seseorang yang sadar Clarissa sedang duduk. Clarissa langsung menoleh ia melepas earphone terlebih dahulu, dadanya langsung berdegup cukup kencang saat melihat siapa yang ada di depannya. "Eh… ha-hai..." Ia menyapa balik dengan sedikit gugup. Perempuan itu duduk di samping Clarissa tanpa diminta, "Lu lagi ngapain di sini? Siapa yang sakit?" tanyanya. "Oh i-itu... Ya gue lagi gak enak badan," sahut Clarissa mencoba menutupi keberadaan Melati. Mata orang itu melihat ruangan yang ada didepannya, dahinya langsung berkerut dan ia tertawa kecil. "Lu sakit apa? Lu mau periksa ke Obgyn? Seriously?" Bagaimana tidak? Orang itu tahu Clarissa bukan wanita sesungguhnya, jadi sangat tidak mungkin Clarissa memeriksakan diri ke dokt
Yudistira sudah tertawa terbahak saat Andreas mendumel tanpa henti. "Sesekali lu baik sama cewek, jangan jutek terus kaya gitu... Untung tuh cewek gak baper parah, tapi gue yakin sih dia bakalan ngadu ke mamihnya dan itu pasti sampe ke telinga mamih Sekar," ucap Yudistira yang sedang berhenti tertawa."Gue juga tadi kepaksa aja sanggupin permintaannya buat ketemu... Kalau bukan karena mamih gue juga gak mau," sahut Andreas dengan wajah masamnya."Tapi lumayan cantik juga tuh cewek, masa sih elu gak tertarik sama sekali? Dres, gue agak khawatir sebenarnya sama elu," ucap Yudistira dibuat serius.Andreas menautkan alis, "khawatir kenapa? Tumben lu khawatir sama gue!" sindirnya."Ya gue khawatir aja... sebenernya elu itu emang gak tertarik sama cewek karena elu males buat berurusan sama yang namanya perempuan, atau.... atau elu begitu karena elu tuh sebenernya tertariknya sama cowok juga," jawab Yudistira dengan sedikit bergidik.Cekiit….!Mobil direm mendadak oleh Andreas. Dia membuka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen