Share

B2. Kebohongan

Suram dan gelap. Mungkin itu adalah gambaran wajah Adel saat itu. Tanpa ekspresi di wajahnya, Adel melangkah di belakang tubuh Kayana.

Bukan hanya Adel, tetapi Kayana pun memasang muka jenuh. Ya, jenuh karena bertemu dengan hari senin.

Adel melangkah menundukkan kepalanya, dia sama sekali tidak mau melihat ke depan.

"Del, empat puluh hari lagi kita akan menghadapi ujian kelulusan. Bagaimana persiapanmu?"

Celotehan Kayana tidak ditanggapi oleh Adel. Jangankan menanggapi, Adel mendengarkannya juga tidak. Gadis itu seperti berjalan dengan tatapan kosong.

Kayana terus berceloteh ria, menyambung kata demi kata. Layaknya seorang sedang bercerita. Sepanjang jalan pulang yang terdengar hanyalah suara Kayana.

Adel hanya menatap punggung sahabatnya yang berjalan di depannya. Pikirannya entah melayang ke mana.

Aku sudah capek dengan ini semua ... batin Adel berkecamuk begitu hebat. Bingung dan takut ... Ah, aku harus bagaimana? Menghindar pun aku tak bisa. Adel kembali menatap punggung Kayana.

"Hei, kau kenapa?" Kayana menggoyangkan bahu Adel. "Melamun?" lanjutnya.

"Ti-tidak. Ayo, kita pulang," ajak Adelia mengelak jika nanti dia akan dicerca banyak pertanyaan oleh Kayana.

***

Pagi yang cerah, tetapi tidak secerah hati Adelia. Hari itu Kayana membantu Adel membawa sebuah kotak berisi buku-buku ke kantor guru. Setelah mereka meletakkan kotak berisi buku itu di meja Bu Ratna. Adel meminta Kayana untuk pergi dulu masuk ke dalam kelasnya, karena dia ingin pergi ke toilet.

Sebelumnya Kayana menawarkan diri akan menemani Adel ke toilet, tapi Adel menolaknya. Alhasil, Kayana memilih pergi dulu kembali ke kelas.

Adel terlihat melangkahkan kakinya dengan gemetaran. Dia melangkah pelan menuju toilet sekolah yang pagi itu dalam keadaan sepi. Adel menoleh kanan dan kiri seperti sedang mencari seseorang. Wajah Adel terlihat was-was dan ada sedikit ketakutan.

Namun, tiba-tiba tubuh Adel serasa ada yang mendorong dengan kuat hingga membuat tubuh itu jatuh ke lantai. Terdengar suara cekikikan menertawakan Adel yang menahan sakit.

"Wah, sepertinya dia tidak merasakan sakit. Apa mungkin aku mendorongnya kurang kuat?" celetuk seorang di antaranya.

"Berani sekali dia datang sendirian." Seseorang berjongkok di samping kiri Adel yang menundukkan kepalanya.

"Kau menangis?" ejek seorang lagi, lalu dia jongkok dan mencengkram rahang Adel.

Bulir bening lolos dari pelupuk mata Adel. Melihat hal itu spontan Adel menjadi bahan ejekan orang-orang yang ada di dalam toilet tersebut.

Salah seorang menarik Adel secara paksa, dia menyuruh Adel untuk berdiri di dekat tembok.

"Cepat berdiri!" bentaknya menarik paksa.

"Jambak saja rambutnya jika dia tidak mau berdiri!"

Adel ketakutan, dia pun memilih langsung berdiri dan mengikuti semua perintahnya.

"Berdiri di sana!" perintahnya dengan lantang.

"Uluh ... uluh ... anak baik dan penurut," ejek seorang berjalan dengan kedua tangannya sibuk mengkucir rambutnya.

Dia berjalan mendekati Adel yang menundukkan kepalanya dan pipi yang basah karena air mata. Lantas dia memegang pipi Adel dan menepuknya dengan keras.

"Kau pikir kau bisa lolos dari kami?"

Adel diam, dia tidak menjawab sama sekali.

"Menghindar pun kau tidak akan bisa, karena kau adalah target kami selanjutnya." Menepuk pipi Adel dengan keras dan itu lebih keras dari yang pertama Adel terima hingga Adel meringis kesakitan.

"Mana?" Meminta paksa pada Adel dengan menengadahkan tangan kanannya.

Adelia menggelengkan kepalanya pelan.

"Apa maksudmu dengan menggelengkan kepala, hah!"

"Sudah kuduga pasti dia belum membuatnya," sambung lainnya.

"Ada bagusnya kita beri dia pelajaran."

Salah satu dari mereka menarik kasar baju Adel dan mendorong tubuh itu hingga membentur dinding.

"Awas saja sampai kau berteriak. Jika itu sampai terjadi, maka kau akan mendapatkan yang lebih sakit dari pada ini." Menjambak rambut panjang Adel dengan kasar dan menariknya. Adel hanya bisa menahan rasa sakit itu.

Saat Adel kesakitan, salah satu dari mereka mengabadikan dalam bentuk video dan foto. Terlihat mereka begitu sangat senang dengan kesengsaraan dan kesakitan Adel.

"Ingat baik-baik. Lakukan apa yang aku perintahkan dan segeralah berikan itu padaku. Paham!"

Lantas mereka pergi meninggalkan Adel yang sedang merintih kesakitan dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya.

Setelah kepergian mereka, Adelia berdiri dan melangkah mendekati cermin. Adel berdiri di depan cermin dan menatap pantulan wajah kusutnya.

Wajah yang terlihat begitu nelangsa dengan rambut panjang yang berantakan. Adel menyalakan keran air dan membasuh wajahnya.

Adel mengeringkan wajahnya dengan menggunakan tisu dan merapikan rambut panjangnya. Adel menatap wajahnya dengan seksama. Ada sedikit memar saat dia terbentur ke dinding.

Rasa sakit dia rasakan di lengan kanan bagian atas. Adel pun menaikan lengan seragam sekolahnya dan ternyata di sana ada luka memar kebiru-biru akibat benturan keras tadi.

Adelia menarik napas panjang, dia begitu meratapi nasib yang dia alami.

"Mereka benar-benar keterlaluan," rintih Adel.

Sementara itu Kayana masih menunggu Adel di depan pintu kelasnya. Berkali-kali dia melihat jam yang melingkar tangan kirinya.

Kayana terus menerus menatap tangga. Berharap Adelia muncul dan berteriak memanggil namanya.

"Sudah tiga puluh menit lebih Adel belum juga kembali ke kelas. Sebenarnya sedang apa dia di toilet? Apa dia ketiduran?" Kayana menebak-nebak.

Seperti orang yang sedang bingung dan gelisah. Kayana mondar-mandir di depan tangga sampai pada akhirnya Bu Ratna yang muncul dan membuat kaget Kayana.

"Eh-Bu Ratna," ujar Kayana.

"Sedang apa kau di sini?" tanya Bu Ratna.

"Hm-anu-sedang menunggu Adel," jawab Kayana.

"Memangnya Adel di mana?"

"Tadi dia bilang ke toilet, tapi sampai sekarang dia belum kembali."

"Kalau begitu cepat kau susul dia dan ajak dia segera kembali ke kelas. Hari ini ada tugas yang harus kalian kerjakan."

"Baik, Bu." Kayana segera berlari untuk menyusul Adelia.

Setelah menuruni anak tangga dan melewati lapangan. Sampailah Kayana di toilet. Kayana masuk ke dalam toilet yang sangat sepi.

"Sepi ... lalu di mana Adel?" ujarnya lirih. Kayana melangkah masuk dan melihat suasana sekitar. "Del ... Adel ... apa kau masih di sini?" teriak Kayana dengan suara lirih.

Suara lirih itu menggema di seluruh ruangan tersebut. Kayana menoleh pada salah satu bilik toilet saat mendengar suara gemercik air.

"Del ... kau kah itu?" Kayana melangkahkan kakinya semakin mendekat pada bilik tersebut. "Del ...," panggil Kay sekali lagi.

Ceklek ....

Pintu bilik terbuka dan keluar seorang gadis yang tanpa sadar akan keberadaan Kayana di sana. Gadis itu keluar dari dalam bilik dengan menyeka air matanya. Kayana yang berdiri tak jauh dari sana bisa menangkap jika gadis itu baru saja menangis di dalam bilik tersebut. Gadis itu juga memegang tisu untuk mengelap hidungnya merah.

"Adel ...."

Adel terperanjat seketika saat mengetahui Kayana sudah berdiri tidak jauh darinya.

"K-Kay ...."

"Apa kau baru saja menangis di dalam bilik itu?" tunjuk Kayana.

"Ti-tidak," elak Adelia.

"Kau tidak bisa berbohong padaku, Del dan kau itu bukan pembohong ulung."

"A-aku tidak menangis," kekeh Adel menjauh dari Kayana.

"Mata merah dan basah, serta hidungmu merah. Kau masih mengelak akan hal itu," cerca Kayana.

Isak tangis akhirnya mulai terdengar. Adel tidak bisa menahan rasa sakitnya, akan tetapi dia tidak bisa jujur pada Kayana tentang kejadian yang baru dia alami. Adel tidak ingin jika Kayana ikut terseret dan mengalami hal serupa.

"Kenapa kau tidak bercerita padaku? Apa kau sedang ada masalah?" Kayana mendekati Adel dan menatap sahabatnya itu.

Saat Kayana memegang lengan Adel, seketika Adel merintih kesakitan. Lantas Kay memaksa Adel untuk menaikkan lengan seragam yang dia kenakan. Kay pun terkejut melihatnya.

"Apa kau sedang bertengkar dengan ibumu?" terka Kayana. Adelia diam dan menatap Kayana.

Cheezyweeze

Lantas Adelia akan menjawab apa pada Kayana? Jangan lupa cek bab selanjutnya!

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status