Share

B6. Bunuh Diri

Kayana melangkah tergesa-gesa. Dia hanya ingin cepat sampai di rumah. Kayana terus melangkah sambil sesekali dia menoleh ke belakang. Dia takut jika pemuda tadi ternyata mengikutinya. Ada rasa lega saat di belakang tidak ada siapa-siapa. Namun, rasa tegang seketika muncul saat melihat pintu rumah terbuka.

"Ke-kenapa pintu ini terbuka?" Kayana perlahan masuk ke dalam rumah.

"Kau sudah pulang, Kay." Sebuah suara mengejutkan Kayana.

"I-ibu ...," sahut Kayana kaget sambil memegang dadanya.

"Kenapa kau terkejut seperti itu? Apa kau tidak suka ibu pulang ke rumah," balas wanita berambut panjang sebahu dengan rol rambut terpasang di poni depan.

"Se-sejak kapan ibu pulang?" tanya Kayana.

"Baru beberapa menit yang lalu. Ayo, makan," ajak Laras.

Wanita itu menaruh sepiring tumis sayur di atas meja dan di sana sudah tersedia dua piring dengan nasi di atasnya.

"Aku mau membersihkan diri terlebih dahulu, bu," balas Kayana.

"Baiklah. Pergilah mandi, ibu akan menunggumu."

Kayana berlalu dari sana dan dia masuk ke dalam ruang kamarnya. Lalu dia keluar sambil membawa handuk. Selang 10 menit Kayana kembali duduk di depan sang ibu.

"Ayo makan, ibu sudah masak tumis sayur kesukaanmu." Laras menaruh tumis sayur di sisi piring Kayana.

"Apa ibu akan pergi lagi?" Tiba-tiba kalimat itu terlontar dari bibir Kayana.

Laras menaruh gelas berisi air putih yang baru dia teguk. Lalu wanita itu menatap putri satu-satunya.

"Ibu tidak tahu. Ibu---"

"Tidak perlu dilanjut lagi, bu. Lebih baik kita makan dulu," sela Kayana dengan tangannya sibuk menggerakkan sendok dan memakan sesuap demi sesuap.

Laras pun ikut menikmati makanan yang ada di depannya. Sesekali dia melirik Kayana yang tidak bersuara sedikit pun.

Kayana memang tinggal sendirian. Sang ibu sering sekali kabur dari rumah. Hal itu membuat Kayana kesal. Kayana memang tidak membenci ibunya, hanya saja dia tidak suka dengan sikap dan sepak terjang Sang ibu.

Setelah Kayana selesai menikmati makan malamnya, dia langsung mencuci piring dan segera masuk ke dalam kamarnya. Laras hanya menghela napas pelan. Dia memaklumi jika Kayana bersikap seperti itu padanya. Memang semuanya adalah murni salah Laras, tapi jika tidak begitu Laras pun akan bingung menghadapi hidupnya.

Laras membiarkan Kayana masuk ke dalam kamar, karena dia tahu Kayana akan menghadapi ujian kelulusan dan dialah yang bisa menentukan masa depannya kelak.

"Aku tidak ingin Kayana bernasib sama sepertiku. Aku ingin Kayana bisa menjadi orang sukses." Laras berdiri di depan pintu kamar Kayana. Tangannya terulur dan meraba pintu tersebut. Laras menundukkan kepalanya dan berlalu dari sana.

Laras duduk di sofa dan terlihat merenung. Dia memikirkan semua yang telah terjadi. Dia pun tidak mungkin terus menerus menghindar.

"Aku juga tidak ingin hidup seperti ini, tapi semua sudah terlanjur." Laras mendongak ke atas dan menyandarkan kepalanya pada head board sofa. Merenung dan menyadari akan kesalahannya. Mungkin itu yang sedang dipikirkan oleh Laras.

Sementara itu di dalam kamar Kayana sedang memikirkan kejadian di gang tersebut. Kayana teringat akan sosok pemuda yang menolongnya.

"Orang jahatkah dia--taukah dia orang baik? Tapi sepertinya dia orang baik. Ah ... kenapa aku jadi memikirkan orang itu, tapi terima kasih telah menolongku," beonya pelan dan membuka bukunya.

Namun, sesaat setelah itu pikirkan melayang kembali. Yang terlintas di dalam otaknya adalah sosok Adel. Kayana merasa aneh dengan sikap Adel.

"Dia tidak pernah seperti itu sebelumnya atau jangan-jangan dia akan--ah--mikir apa aku ini." Kayana menggetok kepalanya sendiri. "Besok pagi aku akan menanyakan pada Adelia dan sekarang aku harus fokus belajar. Aku tidak ingin masa depanku berantakan. Aku ingin lulus dengan nilai yang baik dan masuk perguruan tinggi favorit. Aku harus bisa menggapai cita-citaku." Senyum manis Kayana menghiasi bibir tipisnya.

***

Tidak seperti biasanya pagi itu Adelia datang ke sekolah begitu awal. Gadis itu duduk di sebuah kursi halte bus di depan gerbang sekolahannya. Kayana yang melihatnya dari jauh memasang muka sumringah. Kay berteriak dan memanggil nama Adel. Kay melambaikan tangannya saat Adelia mengangkat kepalanya dan tersenyum padanya.

Kayana berlari dan menghampiri Adelia. "Adel, bagaimana kabarmu? Kenapa kau tidak masuk ke dalam?"

Adelia tersenyum, "Aku menunggumu, Kay. Hmm ... Kay, maaf--kemarin--"

"Ah, sudahlah. Kau tidak perlu meminta maaf," ucap Kayana. Gadis itu menangkap senyuman yang terpaksa di bibir Adelia. Hal itu membuat Kayana mengurungkan niatnya untuk bertanya pada Adelia. "Del, ayo masuk." Kayana mengulurkan tangan kanannya pada Adelia dan Adelia pun menyambutnya.

Saat keduanya berjalan, Bu Ratna menghampiri keduanya. Wali kelas Kayana dan Adelia ini meminta mereka berdua untuk ke kantor mengambil sekotak susu untuk dibagikan pada teman-teman sekelas.

"Ibu minta tolong pada kalian untuk membagikan susu pada teman-teman kalian," kata Bu Ratna.

"Baik, Bu," sahut Kay dan Adel bersamaan.

Kayana dan Adelia mengambil susu-susu itu di ruang guru. Keduanya menggotong kotak berisi susu beriringan. Saat membawa kotak itu Adelia sempat mengucapkan sesuatu.

"Aku merasa aneh hari ini," kata Adelia lirih.

"Aneh bagaimana, Del?" Kay menatap Adelia.

"Aku merasa akan ada peristiwa besar yang akan terjadi pagi ini," balas Adelia tanpa berekspresi sedikit pun.

"Kau ini jangan berpikir yang aneh-aneh. Itu mungkin hanya perasaanmu saja, Del," bantah Kayana.

"Kay ...."

Kayana menoleh saat Adelia memanggil namanya. "Ada apa?"

"Ah, tidak apa-apa. Ayo, kita bagikan susu-susu ini pada teman-teman kita agar mereka bersemangat dalam belajar." Mendadak mimik muka Adelia yang murung berubah menjadi ceria. Kayana sempat bingung, akan tetapi dia kemudian mengangkat kedua bahunya.

Kayana dan Adelia masuk ke dalam kelas dan membagikan susu-susu itu satu persatu.

"Biar aku saja yang mengembalikan kotak ini," usul Adelia.

"Apa kau yakin, Del? Perlu aku temani?" tawar Kayana.

"Tidak perlu, Kay. Kau nikmati saja susumu itu sambil belajar. Kau kan ingin lulus dengan nilai bagus agar bisa masuk perguruan tinggi favoritmu,"

"Ah, benar juga katamu. Del, nanti kita belajar bersama, ya," celetuk Kayana.

"Aku tinggal dulu, ya," pamit Adelia pada Kayana. Gadis itu berpamitan tanpa ekspresi apapun. Kayana memang menangkap ada hal aneh dalam diri Adelia.

"Aku melihat Adel sering tidak fokus menanggapi apa yang aku ucapkan. Aku berharap tidak akan terjadi sesuatu pada Adel, tapi kenapa hatiku mulai tidak tenang?" Kayana mulai was-was.

Kayana mencoba berpikir positif. Dia duduk dan meraih kotak susunya, lalu dia menusukan sedotannya. Kayana menyedot susu itu sambil membaca buku yang ada di depannya. Dia menyebarkan pandangannya ke seluruh ruang kelas. Semua teman-teman sekelasnya fokus pada buku yang ada di depan mereka masing-masing dan ada banyak tumpukan buku-buku di sisi pinggir meja.

Kayana mulai fokus membaca buku dan dia pun berkali-kali melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. Kay menoleh ke arah pintu kelas.

"Kenapa Adel begitu lama sekali, ini sudah lebih dari 20 menit dan dia belum juga kembali ke kelas." Kayana memangku dagunya. "Mikir apa aku ini. Lebih baik aku belajar lagi. Mungkin Adel sedang di kamar mandi atau mungkin sedang konsultasi dengan Bu Ratna."

Baru beberapa menit Kayana fokus pada bukunya. Tiba-tiba terdengar suara riuh dan ramai dari luar kelas. Semua yang ada di dalam kelas berbondong-bondong keluar dari dalam kelas. Kayana yang menyadarinya pun ikut keluar dari kelas.

Kayana menerobos murid-murid yang berdiri di depannya hingga Kayana bisa melihat sosok gadis tergeletak berlumuran darah di bawah sana.

Saat Kayana sadar jika itu adalah Adelia sahabatnya, Kay buru-buru berlari menuruni anak tangga. Setelah sampai di lantai bawah Kayana menghentikan langkahnya. Dia betul-betul tidak menyangka jika Adelia nekat melakukan hal itu.

Kayana melangkah pelan menuju tubuh yang sudah tidak bergerak itu. Darah berceceran di mana-mana. Semua yang di sana tidak ada satu pun yang berani mendekati tubuh Adelia, justru mereka mengeluarkan ponsel mereka dan mengambil gambar Adelia yang berlumuran darah.

Hanya Kayana yang berani mendekati tubuh Adelia. Kayana melepaskan jaket yang dia kenakan dan menutupi tubuh Adelia. Setelah itu Kayana mengangkat kepalanya dan melihat semua murid dengan ponsel berada digenggaman tangan mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status