Share

Apa aku kandidat simpanannya?

-Bagi perempuan sepertiku, dari sentuhan bisa tumbuh menjadi CINTA.- Audrey

Ketahuan memandangi wajah dan penampilan Pak Affar adalah sebuah kebodohan yang menggelikan. Apa lagi yang menangkap basah kelakuanku itu adalah Pak Affar sendiri. Setelah ini mau ditaruh dimana mukaku Tuhan?

Pak Affar tersenyum manis karena aku tidak bisa menjawab tuduhan benarnya. Sedang aku hanya bisa menunduk malu sambil memainkan jemari. 

"Ini di Taman Nasional Kakadu. Lalu ini di Blue Mountain." Syukurlah ia tidak lagi membahasnya dan menunjukkan destinasi wisata yang pernah dikunjungi selama menempuh pendidikan disana. 

"Saya jadi ingin kuliah di luar negeri pak."

Foto-foto indah itu memperlihatkan Pak Affar saat masih muda. Demi Tuhan! Tampan sekali. Bedanya dengan sekarang hanyalah bentuk rambutnya saja. Jika saat muda ia bebas mengatur model rambutnya, maka setelah bekerja dan menjadi orang dewasa ia merubah bentuk rambutnya lebih formal. 

Tubuhnya sedikit kurusan dari pada sekarang. 

Pak Affar terkekeh. "Bisa aja yang penting bahasa Inggris kamu harus oke."

"Audrey tangan kamu!" Pak Affar tiba-tiba meraih tanganku yang terpasang selang infus. 

Aku tidak menyadari selangnya tertekuk dan darahku menggenang di selang infus. Pak Affar dengan sigap membetulkan selang infusku agar kembali lurus lalu mengusap-usap punggung tanganku ke atas dengan lembut. 

Ya Tuhan... Ini mendebarkan sekali. Apakah ia melakukan ini semata-mata hanya ingin bermain ke kamarku atau bagaimana? 

Bukannya memperhatikan darah yang ada di selang infus, aku malah tertegun dengan sikapnya yang hampir mengambil seluruh atensiku.

"Darahnya udah mulai hilang."

Aku mengangguk menatap tangan hangat nan lembut milik Pak Affar yang masih mengusap punggung tanganku. Bagaimana aku tidak jatuh cinta lebih dalam jika perlakuan Pak Affar sebegini romantisnya.

"Nggak ada yang marah kan kalau tanganmu aku pegang?"

"Tidak ada pak." 

"Syukurlah."

Apa dia bersyukur karena status jomblowatiku?

Entah dia sudah beristri atau belum, yang pasti aku ingin Pak Affar bersamaku, kalau perlu jadi pacarku.

'Am I evil? I don't care. Toh aku sendiri juga korban dari pihak ketiga.'

Nafsu menyuruhku memperjuangkan perasaan ini padanya. Walau ada secuil kewarasan menyuruhku berhenti. 

"Kamu ada I*******m?"

"Ada pak."

"Mau aku follow?" 

Kedekatan kami jauh diluar ekspektasi. Kalaupun aku besar rasa dengan menganggapnya jatuh cinta padaku, sepertinya itu tidaklah salah. Perempuan mana yang sanggup bertahan menahan cintanya sendiri demi lelaki yang rajin memberi perhatian?

"Audrey?" 

"A...i...iya pak."

Pak Affar malah terkekeh dengan tanganku masih dalam genggamannya. Astaga aku terlihat bodoh sekali di hadapannya. 

"Aku bikin kamu nggak konsen ya?"

Aku hanya nyengir dan menggigit bibir bawahku.

"Jangan digigit, nanti berdarah." Tangan Pak Affar terulur mengusap bibir bawahku.

"I*******m kamu sudah aku follow. Jangan lupa folback ya Drey?"

"Iya pak." Jawabku tersipu malu.

"Boleh minta nomer kamu?".

"No....nomer saya pak?" Terkejutnya aku.

"Nomer telfon, w*, akun line atau apapun itu. The important things, I can contact you quickly."

Aku tidak menduga dengan pendekatan super cepat ala Pak Affar yang membuat degup jantungku berlarian.

"Aku pulang ya? Udah malam." Pak Affar melihat jam tangannya sekilas. "Kamu harus istirahat."

Sebenarnya aku enggan jika ia berpamitan.

"Makanan dihabiskan. Jangan banyak mikir kerjaan dulu. Jangan stres. If you need everything, you can call me. Kalau teman kamu pas lagi repot."

"Aku balik ya?" Pak Affar mengelus lengan kananku. Kemudian memasukkan ponselnya.

Setiap gerakannya tak luput dari rekam pandangku, he really catch my eye.  Bahkan jika sekarang aku ketahuan flirting pun I really don't care.

"Ya pak saya juga ingin segera sehat dan bisa bekerja lagi...... dengan bapak."

Setelah pintu tertutup aku memekik histeris, efek dari sebuah touching and saying goodbye seorang Affar Khaleed Dirgantara. Manajer SHE kantorku yang matangnya melebihi mangga tetangga.

Mencintai seseorang yang usianya mungkin hampir dua kali usiaku. I do something differently than I did before. Bukannya aku jijik, malah aku makin menjadi.

"Kenapa lo cengar cengir sendirian?" Amelia baru datang.

"Dia minta nomer dan folback i*******m gue Mel."

"Lo harus pinter ngatur perasaan biar nggak sakit hati kalau nggak sesuai ekspektasi. Lo sendiri juga kagak tau motif dia sesungguhnya apa."

Aku mengangguk.

"Tapi dia kemari cuma pengen njenguk lo kan?"

"Katanya sih cek kolesterol, nunggu hasil lab nya lama jadi dia ke kamar gue."

"Tapi kok tadi dia nggak bawa apa apa ya? Dia jalan terus naik mobilnya yang udah standby."

"Masak sih Mel?"

"Makanya gue tanya lo. Kalau emang dia personally mau njenguk lo sih oke lah lo rada geer geer dikit nggak masalah. Tapi beda ceritanya kalau nunggu hasil lab."

"Gue nggak paham sama perasaan gue."

"Wajar sih kalau lo jatuh cinta sama Pak Affar. Dewasa banget, tajir, masih gagah pula. Mobil mewah plus sopir. Kalau lo jadi gebetannya berasa naik awan tau nggak."

"Lo tadi ingetin gue biar jaga hati, kenapa sekarang jadi nyuruh gue suka?"

Amelia terkekeh. "Kalau tau Pak Affar modelannya kayak gitu ya goyah lah. Mana ada cewek yang nolak pesona dan dompetnya?"

Aku menonyor kepalanya. 

"Tapi gimana kalau seandainya Pak Affar emang udah nikah Mel?"

"Dia pasti ada alasan kenapa deketin lo. Kalau alasannya bisa diterima ya why not."

"Lo ada firasat nggak Mel kalau gue bakal dijadiin mainan atau simpanannya gitu?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Windi Sumarni
semoga citanya terbalas
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status