Share

Boss and his power

Penulis: Juniarth
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-19 16:12:37

-Akan kutunjukkan, jika aku berharga. Aku layak dipertahankan, bukan layak dipermainkan.- Audrey

"Audrey!"

Reflek aku menoleh, "Iya, Bu?"

"Besok menghadap Pak Darmawan. Kamu saya nyatakan lolos."

"Terima kasih banyak, Bu." ucapku dengan senyum bahagia. 

Badanku gemetar bahagia begitu Tuhan merubah takdirku hanya dengan sekejap mata. Saat aku hampir diujung keputusasaan mencari sumber kehidupan dan tidak tahu harus mengadu kemana.  

"Hai, Drey. Gimana hasil interview sama Bu Fatma?" Anjar baru saja tiba lalu duduk di kubikelnya.

Aku mengangguk sumringah kemudian berucap, "Saya diterima. Makasih ya, Njar."

"Sama-sama. Mau pulang nih?" 

Aku mengangguk dengan senyum seindah bunga krisantemum.

"Barengan yuk. Gue kemas-kemas dulu ya?"

Sambil menunggu Anjar menata meja kerja dan memasukkan barangnya ke dalam tas, aku mengirim pesan bahagia ini pada Mama.

“Yuk, Drey.”

Karena ini sudah jam pulang kantor, kami berdua menuju lift khusus karyawan bersamaan dengan karyawan yang lain. Begitu pintu lift terbuka, staf yang berdiri di ujung justru mundur selangkah. Kemudian saling bertukar tanya melalui tatapan mata.

Ternyata, ada seorang laki-laki tengah menyandarkan tubuhnya di dinding besi itu dengan tangan kanan memainkan ponsel sedang tangan kiri dimasukkan saku celana. Apakah dia tidak sadar dengan keadaan yang ada di depannya?

Ia seolah-olah tidak merasa hingga bisik-bisik tanpa suara para staf membuatnya mendongakkan kepala. 

Who is he

"Kok nggak masuk?!" tanyanya.

Sejurus kemudian ia menekan tombol tahan ketika pintu lift akan tertutup kembali.

"Duluan saja, Pak." 

Kebetulan di kantor ini, ada dua lift yang beroperasi. Satu lift khusus karyawan dan satu khusus direksi.

Bila kehadiran lelaki itu di dalam lift khusus karyawan sangat dihormati, bisa kutebak jika dia salah satu big fish di kantor ini. Lalu dengan seenak hati bisa keluar  masuk lift manapun tanpa ada yang bisa menginterupsi.

Boss and his power.

Labor and their weakness.

"Silahkan masuk. Tadi saya salah pencet lift. Maaf." ucapnya datar dan santai.

Namun ada beberapa poin yang tidak biasa. Suara nyaringnya terdengar seksi tanpa cela. Ketampanan Dewa Ares seakan terpahat sempurna di wajahnya. Meski sudah jam pulang kantor, penampilannya masih saja tertata. Dan sikap dingin namun tetap berwibawanya bisa membuat staf manapun menaruh hormat padanya.

Jika aku boleh menilai, ia adalah wujud nyata makhluk Tuhan paling seksi sejagad raya. 

"Ayo, masuk." perintahnya lagi karena seperti tidak ada yang berani mengayunkan kaki.

Begitu aku masuk di barisan paling akhir, mau tidak mau hanya aku yang berdiri memunggunginya. Staff keuangan yang lain memilih berdiri berdesakan di pinggir lift dan lelaki ini kembali bersandar santainya sambil memainkan ponsel.

Sikap dingin dan kurang ramahnya sangat elegan. Menandakan bahwa ia bukan atasan sembarangan yang suka berbasa-basi dengan staf jika tidak ada keperluan. Serta posisinya yang kuat bisa dipakai untuk membuang staf rendahan seperti kami hanya dengan sekali sentilan jika berlaku tidak sopan.

Begitu pintu lift terbuka lebar, aku segera memberi jalan lalu ia melenggang keluar. Dengan memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana hitam kainnya, dia berjalan begitu gagah menampilkan tubuhnya yang bugar diikuti kharismanya yang bersinar.

How cool and sexy he is!

"Ngelamunin apa, hayo!!" Anjar mengagetkanku yang masih berdiri terpaku.

Kepalaku menggeleng pelan. 

"Yang itu tadi namanya Pak Asmen. Bos kecil di sini."

"Namanya Asmen?" tanyaku memastikan.

"Asmen alias asisten manajer. Dia satu ruangan sama manajer operasional dua. Keren kan?!" 

I'm amazed by his acchievement. Pantas saja jika staf keuangan yang lain begitu tunduk, patuh, dan hormat padanya. Ternyata, dia bukan orang sembarangan rupanya. 

"Tapi sayang, dia tertutup banget orangnya."

"Killer ya, Njar?"

"Kalau lo nanti kerja bareng dia, siap-siap aja olahraga syaraf dan mental."

Aku meneguk ludah kasar membayangkan betapa tidak bersahabatnya Pak Asmen pada bawahan. Apalagi bawahan baru sepertiku pasti sering melakukan kesalahan.

Bayangan lelaki liberalis, super perfeksionis, bersifat antagonis, dan egois, sudah lebih dulu kulabelkan pada dirinya di awal pertemuan. 

"Oh ya, lain kali kalua lo bareng Pak Asmen satu lift, jangan berdiri di depannya ya , Drey. Nggak sopan." imbuhnya.

Aku mengangguk paham, "Tadi gue nggak ngerti. Orangnya dingin ya, Njar?"

Anjar terkekeh pelan, "Pak Asmen is cool as pole and goodly. Banyak yang suka lirik-lirik tapi nggak ada yang ditanggepin."

Aku mengangguk paham seraya membayangkan betapa bahagianya siapapun wanita yang menjadi pendamping hidup lelaki setampan dia. Karena biasanya, lelaki sedingin kutub utara memiliki sifat yang setia.

"Lo naksir pandangan pertama ya, Drey?"

"Ngaco! Gue cuma nanya."

"Kalau lo suka juga nggak apa-apa. Siapa tahu jodoh."

Begitu driver ojol pesananku datang, bersamaan dengan itu pula aku melihat Pak Asmen dijemput sebuah mobil yang out of place terparkir mentereng di depan kantor ini.

Hummer.

Ia berpelukan sesaat dengan si pengendara yang sama-sama parlentenya, saling merangkul pundak keduanya, lalu masuk ke mobil bersama-sama. 

"What the hell! Tampan-tampan tapi gay?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Phyan Gulo
baga baga nale sibaga
goodnovel comment avatar
yohanes suyanto
tdk bisa dibuka, apa server error?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Aku Bukan Perempuan Mainanmu   Terlanjur mencintai kakak ipar

    POV RADO Tak terasa, sudah tiga bulan lamanya, Mbak Sasha tinggal di rumah ini bersama aku dan Mama. Berkat kegigihan dan terapi yang setiap hari dilakukan bersama tenaga medis yang selalu datang ke rumah, akhirnya Mbak Sasha bisa berjalan dengan lancar. Selama tiga bulan itu juga, ketika Mas Kian tidak memiliki waktu pulang ke rumah karena dituntut pekerjaan yang padat, akulah yang menggantikan perannya sebagai ayah untuk Shakira dan .... suami untuk Mbak Sasha. Mau bagaimana lagi, Mama sudah berusia lima puluh tahun lebih, wajar jika tidak bisa ikut membantu Mbak Sasha begadang bila Shakira rewel. Entah karena demam setelah imunisasi, tidak mau tidur malam, mengganti popok, dan lain sebagainya. Aku tidak keberatan karena dengan begitu akhirnya Mbak Sasha bisa lebih dekat denganku. Bukankah jika aku menemani Mbak Sasha, itu artinya aku bisa satu kamar dengannya? Bahkan dia mulai bergantung padaku jika membutuhkan sedikit banyak hal. Aku tidak keberatan jika dia repotkan karena m

  • Aku Bukan Perempuan Mainanmu   Bahagia setelah pernikahan

    POV PARALIOKetika Sasha mengucap kata cintanya padaku setelah pertikaian dan perpisahan kami selama ini, betapa bahagianya aku. Hatiku seperti disiram air surga. Hanya sekedar kata cinta dan pelukan tulus darinya saja, aku begitu bahagia. Ya, hanya untuk sekedar kembali mendapatkan ketulusan cinta Sasha, banyak yang harus kuperjuangkan dan kukorbankan. "Aku mencintaimu, Mas."Aku mengurai pelukan kami lalu menangkup wajahnya yang menggemaskan. Maklum, usia Sasha terpaut sebelas tahun denganku. Betapa beruntungnya aku memiliki istri daun muda seperti dirinya. Mau menerima duda sepertiku dengan segenap cinta tulusnya. Dan kali ini aku tidak akan melepaskannya lagi.Aku menarik pelan wajahnya lalu kusatukan kening kami berdua. Saat hatinya dipenuhi oleh cinta untukku, aku tidak akan melepaskan kesempatan ini untuk makin merayunya. "Jangan ragu sama cintaku, Sha. Kali ini aku sungguh-sungguh.""Sebenarnya, aku kadang masih ragu sama kamu, Mas. Tapi, aku sadar kalau perasaanku ke kamu

  • Aku Bukan Perempuan Mainanmu   Cinta di hati keduanya

    POV RADO Satu botol berisi obat penenang yang kusimpan baik-baik akhirnya kukeluarkan setelah beberapa minggu ini kutinggalkan. Aku tidak kuat menahan ledakan di dalam dada akibat melihat Mas Kian yang mulai bersikap sangat manis pada Mbak Sasha. Aku tidak terima!!!Aku segera mengeluarkan satu pil itu dari wadah lalu menelannya dengan sisa air yang ada di tas sekolah. Setelah tertelan dengan benar, aku terduduk di tepi ranjang dengan menundukkan wajah. Tidak lama berselang seulas senyum disertai kekehan pelan keluar dari bibirku. Ini artinya reaksi obat telah bekerja dengan baik menenangkan syarafku akibat ledakan emosi yang tidak bisa kukendalikan. "Mas Kian sialan! Ngapain dia sok manis ke Mbak Sasha. Kemarin bilang nggak mau ujung-ujungnya doyan!" "Kenapa harus kamu sih, Mas? Kenapa harus kamu yang ketemu Mbak Sasha? Kenapa bukan aku?!" "Tapi nggak masalah, aku bakal cari cara buat deketin Mbak Sasha. Waktuku sama dia lebih banyak ketimbang sama kamu. Lihat aja nanti, Mas!"

  • Aku Bukan Perempuan Mainanmu   Aku, kau, dan suamimu

    POV RADO "Apa maksudmu tanya kayak gitu, Do? Memangnya siapa yang benar-benar suka sama aku?" Tanya Mbak Sasha yang masih setia duduk di kursi rodanya. Aku mengambil kursi lalu memposisikan di dekat kursi roda Mbak Sasha. Lalu duduk di sebelahnya dengan tatapan begitu lekat lengkap dengan seragam sekolah putih abu-abu yang sudah kukenakan di pagi hari ini. "Seseorang, mungkin." Kepala Mbak Sasha menggeleng. "Nggak ada, Do. Kamu ini bercanda aja sukanya." "Dari pada Mbak Sasha nggak bahagia sama Mas Kian." "Sebelum Masmu nikahin aku, statusku ini cuma perempuan hamil tanpa suami. Bayangin, betapa jeleknya aku di mata orang. Lalu seseorang dari masa laluku nawarin pernikahan karena anaknya butuh kasih sayang seorang ibu dan anakku butuh sosok ayah. Intinya kami saling melengkapi tapi nggak ada rasa cinta." "Kalau kamu sekarang tanya kenapa aku kayak nggak bahagia sama Masmu, gimana aku bisa bahagia kalau dia adalah orang bikin aku nggak bisa percaya sama apa itu cinta dan kesetia

  • Aku Bukan Perempuan Mainanmu   Nekat melakukan pendekatan

    POV RADO Masih menggenggam tangan Mbak Sasha dengan tidak tahu malunya sembari menatap wajahnya yang masih setengah lesu itu, aku kembali berucap. "Ya karena aku sayang sama kamu, Mbak." "Sayang?" Beonya dengan nada tidak mengerti. "Sayang yang gimana maksud kamu Rado? Aku nggak ngerti." "Kamu berubah baik, berubah hangat, dan ... membingungkan." Wajar jika Mbak Sasha bingung menghadapi perubahan sikapku yang terlalu mendadak ini. Sedang perasaanku sendiri juga berubah begitu cepat setelah berulang kali aku menciumnya tanpa tahu siapapun. "Sayang ... sebagai ..." "Rado, maaf." Mbak Sasha kemudian menarik tangannya dari genggamanku. "Kita ini ipar dan nggak seharusnya kamu pegang tanganku kayak gini." Imbuhnya. Binar cinta dimataku untuk Mbak Sasha meredup karena ucapannya kemudian kepalaku tertunduk lesu karena seperti menelanjangi diriku sendiri dihadapan Mbak Sasha. Aku melupakan pelajaran mengendalikan diri dan emosi yang biasa dokter Rafael ajarkan padaku. Bahwa ledak

  • Aku Bukan Perempuan Mainanmu   Pulangnya si cinta pertama

    POV RADO Sejak Mbak Sasha dinyatakan sadar dari tidur panjangnya, aku dan segenap penghuni rumah sangat berbahagia. Akhirnya, penantian dan doa yang terus kami panjatkan membuahkan hasil. Apalagi jika itu bukan karena bayi mungil yang belum memiliki nama ini sangat membutuhkan Mbak Sasha. Mas Kian melarang kami memberi dia nama karena itu akan menjadi hak Mbak Sasha sepenuhnya. Apapun itu aku tidak masalah asal Mbak Sasha siuman dan bisa segera pulang. "Mama mau ke rumah sakit sekarang?" Ini sudah dua hari sejak Mbak Sasha siuman, dan kemarin Mas Kian sudah kembali ke kota untuk bekerja. "Iya, besan mau pulang ganti baju. Giliran Mama yang jaga sekarang." "Titip salam buat Mbak Sasha ya, Ma." "Iya, Rado ganteng. Kamu sanggup kan sama si mungil di rumah?" "Sanggup, kan ada pengasuhnya juga." "Ya udah, Mama berangkat dulu. Taksinya udah nungguin." Tanpa Mama, Mas Kian, bahkan orang tua Mbak Sasha sekalipun, mereka tidak tahu jika aku sudah berulang kali mencium bibir Mbak Sa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status