Bagai petir di musim kemarau padahal mentari begitu terang menyinari, pengakuanku sukses membuat mama dan ayah menatapku tidak percaya. Tergambar jelas keterkejutan di raut wajah keduanya dan aku hanya bisa kembali menunduk sedalam-dalamnya.Aku tidak bisa melihat murka mereka berdua yang selama ini sangat menyayangiku. Bukannya memberi kabar keberhasilan atas prestasi kerja malah membuat mereka seperti dilempari kotoran tepat di depan muka.Masih menunduk sambil menyembunyikan air mata kesedihan, aku berdoa agar Tuhan membantuku mendapat maaf dan ampun dari mama, sang pecinta sejati keluarga. Kurasakan mama mendekat dan duduk di sampingku."Hamil?" Beonya.Aku mengangguk dengan perasaan takut.Mama menempelkan kedua tangannya di dada sembari menghembuskan nafas panjang nan kasar. "Ya Tuhan ayah, katakan ini mimpi yah."Ucapan mama cukup menunjukkan padaku bahwa beliau terguncang akan pengakuanku. Memangnya, ibu mana yang bisa menerima kenyataan putrinya hamil di luar nikah?"Audrey.
"Demi Tuhan, ayah akan cari Kian meski ke ujung dunia sekalipun! Dan jangan halangi ayah untuk membuatnya berhenti bernafas kalau perlu!" Desis ayah tajam. "Aarghh!!! Audrey kamu ini benar-benar bodoh!" Teriak mama. "Maaf maa. Maafin aku. Tapi mamanya Kian bilang beliau bakal tanggung jawab. Beliau bakal ngasih nafkah kami berdua. Kemarin beliau datang ke rumah sewaku yang baru ma." "Aku juga udah pindah tempat kerja maa. Aku benar-benar pengen membuka lembaran baru. Walau aku tahu ini sulit, tolong mama dan ayah tetap menerima dan maafin aku." Mohonku sambil bersimpuh di kaki mama. Mama membuang muka dengan wajah penuh derai air mata kekecewaan. Itu wajar dan aku pantas mendapatkannya. Sedang ayah kembali berkali-kali memainkan ponselnya, menghubungi nomer Kian hingga umpatan terdengar dari mulutnya karena Kian telah memblokir nomer ayah. Kemudian kami larut dalam pikiran masing-masing karena kabar yang kubawa cukup memukul hati kedua orang tuaku. Hingga kami tidak bisa berpikir
Hancur karena cinta itu menyesakkan. Falling out of love is hard. Jatuh karena pengkhianatan malah lebih menyakitkan. Falling for betrayal is worse. Kepercayaan yang telah hilang dan hati yang telah hancur. Broken trust and broken hearts. Aku tahu. Dan berfikir bahwa semua yang kubutuhkan ada disini. I know. And thinking all I need is here. Membangun keyakinan akan cinta dan kata-katanya. Building faith on love and words. Walau janji yang kosong akan selalu menghampiri. Empty promises will wear. "Udahan ngelamunnya?" Aku menoleh lalu tersenyum tipis. Alunan lagu yang kudengar sangat cocok dengan apa yang terjadi padaku saat ini. "Siapa yang ngelamun?" "Lo lah. Dari tadi bengong aja. Nih air mineral lo." Aku menerima botol itu dan meneguknya sebagian. Maklum, ibu hamil sangat mudah haus. "Thanks Mel." Aku meminum air itu bersamaan dengan pil multivitamin yang kudapat dari dokter kandungan tempo hari. "Dia sehat?" Amelia sedang bertandang ke kontrakan baruku. Aku sangat
"Dia ngerti lo hamil nggak?"Aku duduk di tangga depan pintu sambil menatap taman yang baru kami sulap. "Enggak. Gue nggak mau dia jauhin gue karena kebodohan ini. Gue nggak mau dia mikir gue cewek kotor.""Mending lo hamil anaknya Alfonso daripada anak duda sialan itu Drey!" Ucap Amelia kesal sambil ikut duduk di sebelahku.Aku menatapnya terkejut. "Lo sinting!""Ya emang. Gitu lebih baik. Habis itu lo bakal jadi calon putri mahkota. Hidup berasa di awan. Lo ngak bakal pusing mikirin duit atau besok makan apa. Anak lo bakal jadi calon penerus kerajaan bisnis keluarga Alfonso. Nah sama duda itu? Lo dapat apa? Sialnya doang?!"Aku terkekeh mendengar ocehannya yang terkesan masuk akal. "Lo kesel banget sih Mel? Lo PMS?!""Andai bajingan itu ada disini pengen gue ceburin ke septic tank tau nggak!""Udah ah ngayalnya, udah sore, buruan mandi lalu kita keluar cari makan." ***Aku mengikuti saran-saran yang dianjurkan bagi bumil karir sepertiku untuk memakai pakaian yang longgar saat berak
"P...pak RT? A...da yang bisa saya bantu pak?" "Maaf mbak, mau tanya. Apa di kantor mbak ada lowongan? Kebetulan anak saya sedang mencari pekerjaan." Aku bersyukur kedatangan Pak RT kemari hanya bertanya hal sepele seperti ini. Aku bisa menjawab apa jika beliau bertanya mengenai KK dan KTP baruku yang belum tahu kapan jadinya. Ayah belum memberi kabar hingga sekarang. Dan setelah memberi penjelasan masalah lowongan kerja di kantor, Pak RT kembali pulang dengan raut kecewa. Karena kantor tidak menerima lowongan kerja. Setelah kembali memoles wajah dengan make up tipis, aku beranjak memakan roti yang kutaburi meses sebagai sarapan pagi. Juga segelas susu ibu hamil rasa vanila pembelian tante saat berkunjung kemarin. Namun rasa mual kembali melanda dan aku tidak bisa menghabiskannya. "Dek, jangan bikin bunda mual dong." Lalu denting pesan dari tante menarik perhatianku. Aku ingin tahu apa isinya. [Sha, udah berangkat kerja? Hati-hati nak.] [Maaf Tante belum bisa njenguk kamu.
Kata siapa menjadi single parent itu mudah? Setelah Pak Teguh memarahiku karena insiden faktur-faktur yang basah akibat terkena bocoran air hujan, tubuhku bereaksi lebih. Karena malam harinya nafasku tersengal-sengal akibat kelelahan meminta kopiannya. Dari satu vendor ke vendor yang lain menggunakan motor yang jaraknya lumayan jauh. Tentu ini hal yang beresiko apa lagi usia kehamilanku masih empat bulan. Kondisi yang rentan terjadi keguguran. Beruntung, janinku tumbuh kuat. Tidak hanya itu, aku pernah mendapat kekerasan seksual karena ada dua lelaki hidung belang mencolek pantatku. Mereka suka menggoda ibu hamil yang notabene dianggap kaum lemah. Aku menangis semalam dilecehkan seperti itu, dan hanya pada Amelia dan Anjar aku berani menceritakan segalanya. Siang ini ada rapat untuk proyek baru. Seyum bahagia tercetak di wajah Mbak Susan dan rekan-rekan yang terlibat. Mereka pasti mendapat proyek bagus untuk promosi kenaikan jabatan. Jika mereka bisa menghandel proyek dengan suk
Affar menatapku dengan dahi berkerut. "Aku hamil Far." Affar langsung melepas genggaman tangan dengan raut wajah terkejut. Mungkin ia berpikir bila aku ini wanita nakal dan tidak seharusnya didekati. Namun belum sempat aku memperhatikan baik-baik bagaimana keterkejutan di wajah Affar, tiba-tiba saja Devan membuat ulah dengan menaiki kursi. Aku khawatir dia terjatuh lalu segera berlari ke arahnya. "Awas Dev. Nanti jatuh sayang." Devan malah berontak dari peganganku dan tetap menaiki kursi. "Ma....ma....ma...." Ocehnya. Aku melengkungkan senyuman termanis untuknya. "Apa?" Aku melirik wajah Affar yang masih syok menatapku dan Devan bergantian. Pasti ia menyesal mengajari anaknya memanggilku dengan sebutan 'mama'. Jika ia mundur dengan kenyataan ini, maka itu lebih baik. Lagi pula aku tidak mungkin menerima tawaran menikah dengannya yang tidak seharusnya terkena aibku. Kecuali Affar setuju setelah mengetahui kehamilanku. Aku tetap menjaga Devan agar tetap aman disampingku. "Cari
"Maksudmu?" Tanyaku dengan raut ingin tahu. Bahkan kedua mataku menatapnya lekat yang kini tengah duduk disisiku. "Kalau Devan aja bisa ngerasain kasih sayangmu, lalu apa lagi yang bisa kulakukan selain belajar mencintaimu? Bukankah hati seorang anak itu sangat tulus dan putih?" Kali ini aku sangat terkejut dengan ungkapan hatinya yang terang-terangan. Berbeda saat kami terlibat dalam hubungan gelap, Affar menolak keras segala bentuk cinta yang muncul di hatiku. Alasannya dia tidak ingin aku terluka karena statusnya yang masih beristri. Kedua alisku berkerut dalam dengan garis muka yang begitu ingin tahu kelanjutan ungkapan hatinya yang selama ini tidak pernah kuketahui. Bahkan terkesan disembunyikan dan aku tidak diperkenankan tahu barang secuil pun. "Kalau Devan aja nyaman sama kamu, lalu apa lagi yang kucari? Terlepas dari masa lalumu, setiap orang pasti pernah salah Drey. Aku pun begitu." "Aku nggak ngerti Far." Aku berusaha membuatnya mengatakan semua isi hatinya tanpa ditut