Tere pun segera bangun ketika hari sudah pagi, dia sudah menyiapkan pakaian kerja untuk Zidan, handuk dan keperluan mandi lainnya. Kemudian dia pun segera menuju dapur untuk membuatkan secangkir kopi dan juga memanggang roti tawar untuk sarapan pagi Zidan. "Tere, kamu ngapain?" tanya Wina. Tere pun mengibas-ngibaskan tangannya untuk menghilangkan aroma yang terasa tidak nyaman untuk dia hirup. "Ini kopi Mas Zidan, Ma." "Siapa yang nyuruh kamu bikin kopi? Zidan?" "Inikan udah kerjaan Tere, Ma," balas Tere. Kemudian dia pun segera pergi menuju kamar mandi yang ada di dapur untuk muntah dan wajahnya benar-benar pucat. "Siapa bilang, jangan kerjakan lagi.... biarkan bibik yang mengerjakannya." "Tere ke kamar dulu ya, Ma," katanya sambil tersenyum. Sedangkan tangannya membawa nampan berisi kopi dan juga sepotong roti. Clek Pintu kamar dia buka dan ternyata Zidan sudah duduk di ranjang. "Kamu udah bangun tidur sejak tadi?" tanya Zidan yang baru saja bangun. Tere
Zidan pun sudah tiba di rumah, dia segera menuju kamar dengan langkah kakinya yang cepat untuk melihat istrinya sekarang. Jujur saja dia sangat terkejut mengetahui kehamilan Tere. Bukan berarti dia menolak, hanya saja dia mengetahui semua itu saat berada di luar kota dan Mamanya yang memberitahu. Andai Wina tidak menghubunginya pasti sampai saat inipun belum mengetahuinya. Clek! Dia memutar gagang pintu dan segera masuk. Wina pun bangkit dari duduknya dengan perasaan lega melihat wajah sang anak yang telah sampai di rumah. "Syukurlah kamu udah pulang, Mama keluar ya," kata Wina yang dibalas anggukan kepala oleh Zidan. Zidan menatap Tere yang kini berada di bawah selimut tebal. Dia pun perlahan mulai naik ke ranjang dan memeluk istrinya tersebut. Ketika ranjang bergerak Tere pun terusik dengan perlahan dia pun membuka matanya dan melihat kehadiran Zidan. Dia merasa ini seperti mimpi, sebab Zidan baru pergi pagi tadi rasanya sangat aneh jika malam hari ini sudah ke
Wina yang telah kembali ke kamarnya pun segera meraih ponselnya. Dia menghubungi Zidan dan berharap sang anak bisa pulang dengan segera. Dia tidak tega melihat keadaan Tere sekarang, dia tahu Zidan pergi untuk pekerjaan tapi bagaimana pun juga anak yang ada dirahim Tere adalah anaknya. Mengingat Tere pernah keguguran ketika terlambat mengetahui kehamilannya. "Halo, Ma," jawab Zidan. Wina pun menarik nafas panjang untuk sejenak setelah mendengar suara sang anak dari balik telpon. "Kamu sedang apa?" tanya Wina. "Baru pulang dari proyek hotel kita yang baru, Ma," jawab Zidan. "Begitu...Zidan, keadaan Tere sangat memprihatikan. Apa tidak bisa kamu pulang lebih cepat," ucap Wina dengan perasaan was-was. "Tere kenapa, Ma? Apa masih demam?" tanya Zidan karena tadi Mala istri itu sempat dia kompres karena suhu tubuhnya yang hangat. Tapi juga kadang-kadang berubah dingin, dia tidak lupa itu. "Iya, tapi dokter juga bilang kalau keadaan kandungannya lemah. Dia pernah kegugura
Tok tok tok... "Tere, Mama ijin masuk ya, Nak." Wina pun segera memutar gagang pintu dan berjalan masuk ke kamar Tere. Dia tahu Zidan sudah berangkat ke luar kota sejak tadi pagi, karena sebelum pergi Zidan sudah berpamitan juga padanya. Hanya saja dia bingung kenapa Tere tidak juga keluar dari kamar. Wina pun sudah bertanya pada pembantu rumah, tapi mereka juga mengatakan bahwa Tere tidak terlihat sejak tadi malam. Artinya menantunya itu belum makan apa-apa sampai hari sudah sore. "Tere," panggil Wina melihat Tere yang berada di bawah selimut. Tere yang mulai membuka matanya pun melihat wajah Wina. "Mama?" "Kamu sakit?" tanya Wina melihat wajah Tere yang begitu pucat. "Nggak tahu, Ma. Agak pusing aja," jawabnya. Wina pun duduk di sisi ranjang dan dia pun mencoba untuk memegang dahi Tere, kemudian pada tengkuk lehernya. "Badan kamu dingin sekali," Wina mulai merasa khawatir akan keadaan Tere. "Nggak papa, Ma. Tere bisa minum obat dan besok udah sembuh." "
Tap tap tap... Terdengar suara langkah kaki. Zidan yang terlebih dahulu berjalan masuk, sedangkan dibelakangnya ada Tere yang terlihat sangat malas untuk berjalan. "Tere," panggil Wina. Tere pun menghentikan langkahnya dan menoleh, semetara Zidan terus berjalan. Mungkin saja sudah sampai di kamar. "Kamu sakit?" tanya Wina. "Masuk angin, Ma," katanya. "Masuk angin?" Wina tampak bingung dengan jawaban Tere. "Tere ke kamar ya, pengen tidur aja," katanya kemudian segera menyusul Zidan menuju kamar. Wina hanya mengangguk lemah sambil melihat punggung Tere, sepertinya dia berpikir jika Tere sedang hamil. *** Zidan meletakkan jasnya pada meja, kemudian duduk di sofa. Ya, sofa sudah kembali lagi ke kamarnya karena kini hubungan antara Zidan dan Tere tidak lagi ada kecanggungan. Sesaat kemudian Tere pun masuk dan dia langsung saja mendekati Zidan, dia duduk di samping Zidan sambil bersandar pada dada suaminya itu. Lihatlah betapa manjanya gadis itu padanya entah ken
Beberapa Minggu kemudian. "Mas..." rengek Tere sambil berjalan mendekati Zidan yang tengah duduk di kursi kerjanya. "Apa?" jawab Zidan yang tampak begitu fokus pada laptopnya. "Tidur yuk," pinta Tere. Zidan pun menoleh pada Tere karena ajakan Tere yang terdengar aneh. "Mas sedang kerja, kamu tidur saja ya," Zidan pun kembali melihat layar laptopnya dan melanjutkan pekerjaannya. Pekerjaannya berantakan karena selama lebih dari satu bulan ini sibuk bersama dengan Tere. Ada banyak hal yang harus diperbaiki dan juga ada masalah yang harus diselesaikan secepatnya. Ini semua karena dirinya yang selama ini menelantarkan pekerjaannya. Bagaimana lagi dia yang baru merasakan manisnya bercinta merasa begitu kecanduan pada istrinya sendiri. Tapi bagaimana dengan Tere? Seperti anak kecil yang ingin dibelikan mainan, sejak tadi Tere terus merengek padanya. Bahkan tadi pagi saja Tere tidak ingin dirinya pergi bekerja, Tere meminta agar mereka tidur saja seharian di rumah. P