Bab 9 Menjalankan Perintah dari Ibu Mertua
"Halah! Kamu tuh tau apa soal usaha. Ibu itu minta kamu pulang buat ngerjain sesuatu. Bukan nasehatin Ibu!" balas Bu Ria ketus. "Ngelakuin sesuatu? Apa, Bu?" jawab ku yang sedikit terkejut sekaligus penasaran.Jangan-jangan, ibu mertuaku itu meminta ku untuk .... "Jangan bilang Ibu mau Nana pergi ke warung baru itu terus taruh kecoa mati lagi," tebak ku. "Hus! Ngawur kamu!" tegur Bu Ria tak terima. Aku terheran, ternyata tebakan ku salah. Lantas, apa yang dimaksud ibu mertuaku itu? "Ibu itu cuma minta Mbak Nana buat pergi ke warung baru itu!" timpal Jamilah dengan muka sinis nya. Hah? Aku tercengang mendengar perkataan adik iparku barusan. Apa aku tak salah dengar? Ya kali wanita tua itu memintaku pulang hanya untuk mendatangi warung baru yang katanya adalah saingan bisnisnya itu. LagipuBab 10 Nana Mau Jujur?"Lagian, tumben kamu di sini, Mas? bukannya ini masih jam kerja, ya?" tanyaku. Mencoba mengalihkan pembicaraan sekaligus mencari jawaban atas rasa penasaranku.Mendengar pertanyaan yang aku ajukan barusan, membuat perubahan raut wajah Mas Indra terlihat jelas. Suamiku itu tampak gugup seolah bingung memberikan jawaban yang tepat. Tentu karena hal tersebutlah yang membuatku merasa curiga kalau pasti ada yang sedang disembunyikan dari pria yang menikahi ku beberapa tahun silam itu."Kenapa, Mas? sakit? apa dipecat?" tanyaku lagi.
Bab 11 Usulan Tidak Masuk AkalBu Ria terdiam. Sorot matanya tampak jelas berbeda dari sebelumnya, yang mana kini terlihat nyalinya sedikit menciut setelah mendengar perkataan ku barusan.Tak lama setelah itu, Mas Indra juga keluar dari dapur. Ia berdiri tepat di belakangku."Udah, ya, Bu ... Nana mau jujur," ucapku sambil sedikit melirik ke arah Mas Indra.Saat itu, dengan sengaja aku tak langsung melanjutkan ucapanku, sehingga membuat situasi terasa amat menegangkan. Dan betul saja, sekilas aku melihat raut wajah dari suamiku yang tampak gelisah.Entah, entah apa yang ada dipikiran Mas Indra kala it
Bab 12 Lebih Dari Yang DikiraSengaja. Benar, aku sengaja mengeluarkan kata-kata barusan. Toh, pada kenyataannya memang benar kan kalau Tiyem tidak hanya seperti keluarga sendiri, melainkan sudah menjadi bagian dari keluarga Mas Indra.Bu Ria dan Mas Indra pun terdiam satu sama lain. Tampak jelas raut wajah mereka berdua mendadak berubah grogi. Yang mana aku yakin, dua orang di dekat ku itu pasti merasa tersentil dengan ucapanku barusan."Udah ah, usulan kamu tuh gak masuk akal," ucap Bu Ria seraya kembali masuk ke dalam warung. Diikuti oleh anak lelakinya yang nampaknya juga mulai jengkel dengan sikapku.Aku pun hanya tertawa kecil melihat tingkah dua manusia itu. Hampir saja mereka terbod*hi olehku.***Malamnya di saat aku tengah tertidur, tiba-tiba aku terbangun karena mer
Bab 13 Menjual Sawah?"Mas, kalau aku mimpi buruk lagi kayak gitu, terus aku gila, usaha ibu bisa jadi bangkrut karena gak ada yang masak seenak masakan ku. Mau kayak gitu?" ancam ku.Akhirnya, dengan sangat terpaksa Mas Indra pun mengiyakan pengusiran yang aku lakukan itu. Apalagi, tindakan ini didukung langsung oleh Bu Ria yang khawatir kalau usahanya akan bangkrut beneran.***Pagi harinya, ketika matahari belum memunculkan sinarnya, aku yang sudah rapi hendak pamit pada Mas Indra yang masih tertidur di sofa ruang tengah. Karena kejadi
Bab 14 Ada Pengkhianat? Meski merasa terheran-heran, karena tak ingin mempedulikan hal tersebut aku pun segera pamit untuk pergi. "Loh, uangnya kan belom ada. Ngapain pergi sekarang?" tanya Bu Ria. "Nana kan mau nyerahin dokumennya dulu ke Emak. Nanti biar segera diurus," jawabku berbohong. "Oo, yaudah. Cepet balik, ya! warung Ibu masih harus buka hari ini," ujar Bu Ria. "Iya, Buuu," balas ku. ***Tepat ketika aku bersiap untuk meninggalkan rumah Bu Ria, aku melihat kembali ke sekeliling. Memastikan kalau tak ada anggota rumah yang melihat ku menyebrang ke ruko tempat usahaku. "Aman." Aku pun melajukan sepeda motorku menuju ruko. Sesampainya di ruko aku bergegas memasukkan sepeda motorku ke dalam supaya tak terlihat oleh orang terutama keluarga Mas Indra. Lalu aku pun berkutat di dapur guna menyiapkan segala sesuatu untuk penjualan mie ayam dan bakso ku beberapa hari kedepan. Singkat cerita persiapan jualan hari ini kelar. Ternyata tanpa sadar waktu sudah menunjukkan pukul se
Bab 15 Nana KetahuanBelum sempat aku membalas perkataan Bu Ria, tiba-tiba adik iparku si Jamilah datang dengan hebohnya."Ibuuuu!!!" teriak Jamilah."Kenapa sih kamu?" tanya Bu Ria."Ibu harus liat ini. Ternyata ada pengkhianat di warung kita, Bu," ucap Jamilah cepat.Mendengar kata pengkhianat, spontan aku sadar diri. Jangan-jangan Jamilah ....Aku semakin deg-degan ketika Jamilah menunjukkan layar hp nya ke hadapan ibunya. Saat itu aku teringat dengan postinganku yang ada di facebook mengenai promosi yang aku lakukan untuk usahaku.Dan benar saja, Bu Mirna langsung membelalakkan kedua matanya ketika melihat apa yang ada di layar ponsel Jamilah. Dengan raut wajah yang siap menerkam, ibu mertuaku itu lantas menghampiriku yang berada tak jauh darinya.Plakk!!Dengan keras Bu Ria melayangkan tangannya ke pipiku yang membuatku tertegun seketika.Perang antara mertua dan menantu kembali dimulai!"Mantu kurang aj*r kamu, ya! bisa-bisanya nusuk ibu mertuamu sendiri!" sergah Bu Ria sambil
Bab 16 Si Pengkhianat Itu ..."Emang sepenting apa, sih?" tanya Tiyem dengan nada meremehkan.Aku menatap secara bergantian tiga orang di hadapanku ini. Lalu mulai bersuara untuk menjelaskan maksud dari perkataanku sebelumnya. Namun sebelum itu, aku mengajukan syarat kepada Bu Ria untuk menelepon Mas Indra agar secepatnya pulang."Kenapa harus ada Indra?" tanya Bu Ria."Gak usah banyak tanya, tinggal mau gak Buuu?" balasku.Dengan menghela napas kesal akhirnya Bu Ria menuruti kemauanku. Ia menelepon anaknya untuk segera pulang.Dan benar saja, kurang dari dua puluh menit setelah Bu Ria menghubungi anak lelakinya itu, Mas Indra sudah srumah. Tentu saja hal itu semakin memperkuat dugaanku kalau suamiku itu pasti sudah tidak bekerja lagi. Sebab, normalnya jarak tempuh yang dilalui Mas Indra dari rumah ke tempat kerjanya itu bisa sampai tiga puluh hingga empat puluh menit."Ada apa, Bu? kok mendadak minta Indra pulang?" tanya Mas Indra sesaat setelah ia sampai."Loh, ada Tiyem juga to?" M
Bab 17 Pergi Tanpa Pamit"Udah lah, Na, jangan marah terus," ujar Mas Indra. "Aku ke sini mau tanya sesuatu ke kamu."Aku tersenyum kecut. Dugaanku benar rupanya. Mas Indra mendatangiku bukan untukku melainkan karena hal lain. Dasar laki-laki kampret!Tapi ... kira-kira hal apa ya yang ingin ditanyakan suamiku itu?"Udah lah, Mas, kamu ngapain ke sini?" tanyaku ketus.Mas Indra tak langsung menjawab. Ia malah tampak ragu namun pada akhirnya berucap juga."Ibu ... nanyain soal sawah kamu gimana?""Ha?!" aku terkejut. Baru saja mengomeliku dan sekarang sudah menanyakan soal sawah. Betul-betul mertua mata duitan!"Emang kenapa sawahnya? lupa ya tadi abis marahin aku?""Udah dong, Na ... maafin ibu, ya? ibu tadi cuma gak pengen kamu berantem sama Tiyem.""Terus kenapa yang dibela Tiyem? bukannya aku? aku masih menantunya, kan?" tukasku.Mas Indra menelan ludahnya mendengar ucapanku barusan. Dari ekspresinya aku bisa menebak kalau ia mulai tak nyaman dengan sikapku. Biarlah, lagian siapa s