Melihat Grace meninggalkan rumah sesegera mungkin membuat Liam yang baru saja tiba di rumah cukup kesal. Ia baru saja pulang kerja, jika orang yang normal mungkin sebelum membuang berkas tersebut Liam seharusnya bertanya dahulu pada Grace.Berkas yang awalnya berantakan pun tak akan mungkin dirapikan oleh Liam. Ia bergegas memanggil pekerja yang ada di sekitar rumahnya.“Bereskan kamar saya dan bagian depan, jangan buang apa pun haya bereskan saja,” ucap Liam pada pembantu tersebut.Biasanya, pembantu tersebut hanya bekerja untuk para pengawal Liam saja, diberikan tempat tinggal, tidak mungkin pula jika Grace yang akan mengurusnya.Setelah memberikan perintah tersebut, Liam pergi ke depan, melihat para pengawalnya yang sepertinya terlihat bingung dan takut melihat Liam. “Awasi pembantu di rumah.”“Baik, Tuan.”“Siapa yang mengantar Grace pergi?” tanya Liam pada pengawal yang lainnya.Mereka saling tatap, menandakan ada hal yang tidak beres.”Maaf, Tuan, sewaktu kami menanyakan akan
“Saya hanya akan memberikan nilai tinggi pada mahasiswa koas yang benar-benar melaksanakan tugasnya dengan baik,” ucap dosen yang menerima laporan tersebut.Satu per satu dipanggil menghadap secara pribadi pada Dosen tersebut, hal itu yang membuat perasaan menjadi tidak karuan. “Sepertinya saya melihat jika laporan ini masih mulus dan mendadak dikerjakan, benar?”Grace menghela napas, ia tidak bisa berbohong. “Maaf, Pak. Laporan saya sempat terbuang karena kelalaian saya, alhasil saya mengerjakannya semalam, namun sesuai dengan data yang saya temukan selama berada di rumah sakit.”“Saya tidak meminta kamu mengucapkan kata maaf.”Grace tidak tahu harus berbuat apa, pikirannya kacau, tidak biasa ia akan seperti ini. Selama ia berkuliah mendapatkan nilai buruk adalah kelangkaan baginya. Ia selalu berusaha lebih dari teman-teman yang lainnya.“Kalau laporan ini tidak saya beri nilai apa kamu siap mengulangi?”Dengan berat hati Grace menjawab, “Saya akan mengulanginya jika apa yang saya
“Kira-kira Tuan kamu sudah pulang belum?” tanya Grace pada supir yang mengawalnya.“Sudah, Nyonya.”Batin Grace sudah menebak jika Liam tidak tahu ke mana pergi dirinya pasti akan mengakibatkan kekacauan di rumah. “Astaga!” Grace teringat sebelum pergi tadi pagi masih meninggalkan berkas yang amat berantakan karena ia belum sempat membereskannya.“Ada apa, Nyonya?”“Oh enggak-enggak.”Begitu sampai, Grace segera memasuki rumah perlahan, takut sekali akan dimarahi oleh Liam. Baru saja membuka pintu, Grace sudah disapa dengan wajah mengintimidasi dirinya. Grace melihat sekeliling, tidak ada lagi berkas yang berserakan, hanya melihat berkas di dalam 1 tumpukan saja.“Jawab pertanyaanku, jangan pura-pura bodoh!”“Dari tempat Ayahmu, apakah itu seperti Ibuku?”“Ayah? Ada urusan apa kamu ke sana? Oh kamu mengadukan semuanya?”Grace menghela napasnya, tidak ada kalimat baik yang keluar
Liam begitu penasaran dengan apa yang Ayahnya bicarakan dengan Grace. Akan tetapi, meski ia negitu penasaran, ia tidak menanyakan pada Ayahnya langsung sebab Ayahnya pasti tidak akan memberitahunya. Semenjak ada Grace sseolah perhatian Ayahllnya pun cukup besar pada Grace, padahal Liam adalah anak kandungnya. Malam hari sekitar pukul 10 malam, Liam sudah selesai bekerja dari kantor, tanpa menghubungi Grace ia segera berada di halaman rumah sakit. Beruntungnya tak lama Liam di sana Grace memang telah selesai melaksanakan tugasnya. “Aku tak mau debat panjang, katakan apa yang Ayah bicarakan denganmu? “ tanya Liam saat Grace baru saja masuk ke mobil tersebut.“Apa kamu memang sepenasaran itu, Liam?”Liam tidak menjawab namun dari wajahnya memberi arti jika dirinya memang sangat penasaran sekali. “Ayahmu membicarakan kamu, banyak yang dibahas juga tentangmu, bagaimana sikapmu, aku juga menjawab apa yang ada karena Ayahmu tahu itu. Membahas harta atau yang lainnya pun tidak sama sekal
Panggilan telepon dari Liam membuyarkan waktu santainya Grace. Ia segera pergi ke kantor Liam bersama pengawal. Pemandangan kantor Liam sebenarnya cukup bagus, namun tetap saja gendung itu terlalu tinggi, apalagi Grace langka pergi ke sana. “Untuk masuk ke ruangan Tuan itu menggunakan kode, namun hanya beberapa orang yang tahu, mungkin nyonya bisa hubungi Tuan saja.” Pengawal menjelaskan ruangan Liam sangat terjaga.Saat itu Grace sebenarnya enggan menghubungi Liam kembali, yang paling tak diinginkan adalah bentakan dari Liam. Bukan hanya itu saja, apa yang dilakukan Grace selalu saja salah di mata Liam.“Aku sudah di depan ruanganmu.”[“Jangan sampai ada orang lain di sana.”]“Hanya aku sendiri.”Akhirnya tak lama kemudian Grace berhasil masuk me ruangan tersebut. Sudah pasti ruangannya luas dan banyak berkasnya. Panggilan telepon itu terus berlangsung, Liam meminta Grace mencari berkas yang ada di sana. Setelah berkas ditemukan Grace masih harus tetap berada di sana, karena Liam
“Apa Ibu sengaja membuat rumah ini selayaknya tempat pelacur? Tempatnya orang yang hanya memikirkan kesenangan saja?”“Apa maksudmu bicara seperti itu? Bicaralah yang lebih sopan dengan Ibumu.”Grace mengedarkan pandangan sinisnya, ia sudah sangat muak melihat wajah Ibunya yang selalu saja mengungkit hidupnya, ‘jika tidak ada Ibu di sini, kamu tidak akan lahir di dunia dengan wajah cantikmu itu’ begitulah kalimat Ibunya yang selalu diucapkan sepanjang hidup.“Kalau Ibu ingin melakukan hal itu sepanjang hari lebih baik melakukannya di tempat lain, aku jijik sekali mendengarkannya!”“Berani sekali kamu bicara seperti ini, aku ini Ibumu. Lagi pula kamu tadi tidak ada di rumah.”“Walaupun, Bu. Seenaknya saja Ibu bicara begitu juga, memang Ibu tahu seberapa susahnya aku menutup telingaku, hah?”“Tidak usah ditutupi kalau begitu, apa susahnya?”Luar biasa sekali perdebatan antara Ibu dan anaknya di siang hari seperti ini. “Yang ada semakin pusing!”“Kamu hanya sibuk saja berbicara sperti
Saat siang hari tiba dan kebetulan mereka bisa pulang lebih cepat, segera saja Grace pergi menuju tempat bekerja paruh waktunya.“Pulang cepat ya?” ucap Melani sebagai atasannya di pekerja paruh waktu tersebut. Selama ini sudah beberapa tempat Grace untuk bekerja paruh waktu, akan tetapi ini yang paling lama ia kerja, yakni di sebuah toko seperti minimarket kecil yang memang pemiliknya ini mengerti semua kehidupan dari Grace, ia juga memahami bagaimana kehidupan Grace dengan Ibunya. Sebelum berada di balik tempat kasir, Grace akan terbiasa untuk menyapu lantai bagian depan lalu mengepelnya, tidak lupa mengelap kaca-kaca yang terkena debu. Grace terlihat senang saja melakukan pekerjaan tersebut meski uangnya tidak seberapa dibandingkan dengan uang yang Ibunya hasilkan dari pekerjaan seperti itu. “Jangan terlalu bersih, nanti kotor lagi.” Seperti itulah yang sering Melani katakan pada Grace, mengingat rajinnya Grace, padahal sekali saja saat pagi hari oleh Melani atau saat menutup t
Lemparan heels milik Grace membuat Edwin naik pitam. Ia sangat kesal dengan perbuatan Grace yang seperti itu. Tidak setimpal dengan bayaran yang diberikan kepada Ibunya.Setelah Grace pergi dari sana, ia menemukan warung yang kondisinya cukup ramai dan dengan sengaja ia mampir ke warung tersebut dengan tujuan Edwin tidak akan berani mendekatikan jika ada banyak orang.Sepertinya strategi Grace itu berhasil, Edwin tidak berani mendekat dan menarik paksa Grace. Hal itu membuat lega Grace yang berlari dengan kaki telanjang.Setelah tengah malam, barulah Grace sampai di rumahnya. Sengaja ia pulang saat tengah malam berharap pula jika Ibunya sudah tertidur dan tidak akan memarahinya karena ia telah meninggalkan pelanggannya.Klik! Grace membuka pintu tersebut.Gelap. Ruang tamunya sudah gelap, artinya Ibu Grace sudah tertidur.Satu langkah, dua langkah dan langkah berikutnya ia berhenti.“Bagus sekali kerjamu hari ini,” ucap seorang perempuan yang kini sudah menghidupkan lampu di ruang tam