Home / Thriller / Istri Kedua dari Rumah Bordil / Wanita di Balik Jendela

Share

Wanita di Balik Jendela

Author: Ri III
last update Last Updated: 2024-10-08 22:12:17

“Saya ingin membelinya!”

Madam yang tadi sedang sibuk menghitung rupiah mendadak terdiam, menatap bergantian ke arah Monica dan Nathan. Wajah tampan pria itu terlihat dingin, tanpa basa-basi melempar beberapa gepok uang ke atas meja, semakin membuat mata Madam terbelalak. Luar biasa pesona Monica, pria tampan seperti Nathan bisa bertekuk lutut di bawah pesonanya, pikir Madam.

“Tuan, tolong baca peraturan yang sudah tertera di sini!” Madam memberikan map hijau ke arah Nathan.

“Di sini sudah tertera keputusan mutlak, bahwa semua wanita yang ada di sini tak bisa dibeli, jika tuan masih menginginkannya tidak masalah, bukankah tuan bisa kembali ke tempat ini kapan saja?”

Nathan masih menatap datar, ia tak tertarik dengan peraturan sampah yang menurutnya tidak masuk akal. Dengan berani, tangan kekarnya merobek kertas itu, membuat semua yang ada di sana begitu terkejut. Tatapan dinginnya seperti hendak menerkam Madam, ia benci penolakan, ia tak menyukai protes dalam bentuk apa pun.

“Hei! Apa yang kau lakukan? Saya dari tadi berusaha menghargai Anda karena Anda adalah pelanggan di sini, tapi sikap kurang ajar ini tak bisa saya biarkan. Ayo, apa yang kalian lihat!”

Beberapa pria berbadan kekar berusaha menyerang Nathan, tapi sepertinya memang bukan lawannya, baru berapa gerakan, orang suruhan Madam itu sudah terkapar dan merintih kesakitan.

“Kurang ajar! Kau tak tahu sedang berhadapan dengan siapa.”

Madam mengambil ponsel, menghubungi mister A yang memang berkuasa di tempat itu. Senyum puas terukir di bibir Madam, ia merasa kemenangan sudah berada di tangannya.

“Sini, Monica! Kau tak boleh percaya pada siapa pun, mereka semua berbahaya, hanya aku yang bisa dipercaya di sini,” bujuk Madam. Wanita yang tadinya hanya berdiri di belakang Nathan pun maju, menatap lekat mata Madam dan tersenyum tipis.

“Benarkah begitu? Tapi sayangnya aku sudah muak di tempat ini, Monica hanya ingin mencari suasana baru di luar sana. Oh iya, berhenti membual dan menganggap semua orang jahat! Kau bahkan lebih jahat dari seekor singa,” balas Monica berani.

Madam naik pitam, serta merta mendekat dan hendak melayangkan tamparan, tapi tangannya tertahan di udara. Matanya beralih pada Nathan yang saat ini menahan tangannya agar tak menyentuh Monica.

“Jangan sentuh dia, atau kau akan kehilangan satu tanganmu!” Dengan keras Nathan menepis tangan Madam, membuat wanita itu sedikit terdorong ke belakang. Tiba-tiba dari belakang ada yang menahan tubuhnya.

“Mister A, akhirnya kau datang. Dia, dia berani menentang ku dan ingin membawa Monica pergi dari sini!”

Mister A mendongak, kini tatapannya beradu dengan Nathan yang terlihat berani.

“Lepaskan Monica atau aku juga akan membuat Anda hancur!”

Pria itu gelagapan, ia tahu betul siapa yang ia hadapi. Akhirnya tanpa banyak protes mengizinkan Monica pergi, Nathan menatap sebentar ke mister A, mengangkat sudut bibirnya sebelum akhirnya pergi sembari menggandeng tangan Monica.

Di dalam mobil keduanya membisu, Monica masih bertanya-tanya, seberapa besar pengaruh Nathan, bahkan mister A yang memiliki kuasa sampai tempat itu tak pernah tersentuh pun memilih untuk menunduk patuh padanya.

“Kau mengenal mister A?” tanya Monica masih dengan rasa penasarannya.

“Lebih dari itu,” jawabnya singkat. Monica kembali terdiam dan memilih menikmati pemandangan sepanjang jalan, sudah lama ia tak menghirup udara segar, hanya suara dentuman musik, aroma alkohol, desahan menjijikkan yang menemani kesehariannya. Jika tak bertemu Nathan entah harus berapa lama lagi ia bertahan di tempat haram tanpa perubahan.

Setelah lama berdiam diri, ia kembali mengajukan pertanyaan.

“Anda serius mau menikahi saya?” Monica menatap wajah Nathan. Tak seperti tadi, kini Nathan malah mendiamkannya.

“Menyebalkan! Pria memang sama saja, setelah mendapatkan apa yang dia mau, semuanya jadi transparan di matanya.”

Wanita itu kini membuang pandang ke luar jendela, angin yang berembus menyapu wajah, membuatnya perlahan terbuai hingga terlelap.

**

“Kita sudah sampai.”

Suara bariton Nathan membangunkannya. Wanita itu terjaga, melihat ke arah luar, di mana bangunan serba putih itu berdiri kokoh.

“Kau membawaku ke rumah sakit?”

“Ibu dirawat di sini.”

Mau tak mau, Monica terus mengekori hingga akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan VIP, wanita setengah tua berbaring dengan mata terpejam. Nathan mendekat, kemudian meraba punggung tangannya dengan lembut, menciptakan respons positif dari pasien.

“Nathan,” panggilnya parau.

‘Ternyata dia tak berbohong. Ibunya benar-benar sakit. Bukankah mustahil jika sakitnya bisa sembuh hanya dengan melihat wajahku?’

Batin Monica berperang, tak sadar Nathan kini menggenggam pergelangan tangannya, membuat Monica bingung harus mengatakan apa. Senyum tipis ia pasang senatural mungkin, dengan iris mata yang kini berpusat pada wanita tua yang sekarang juga menatapnya terharu, tersirat rindu di mata tua itu.

“Arini?”

Suaranya lirih setengah parau. Monica mendekat ketika diberi kode melalui genggaman tangan Nathan. Tanpa dipaksa, ia bergegas memeluk wanita itu.

“Dari awal memang ibu yakin jika Arini masih hidup. Dan sekarang lihat, sekarang ibu bisa memeluknya lagi kan, Nathan!?” Raut kegirangan terpancar jelas, sedang Monica masih setia memilih bungkam. Pelukannya mendadak longgar, ia menatap Monica bingung.

“Tapi, Arini tak suka warna merah. Sejak kapan kau mulai suka memakai gaun merah, Sayang?”

Nathan mengutuk kebodohannya, harusnya ia mengubah penampilan Monica lebih dulu.

“Dan biasanya kau akan lebih antusias jika bertemu ibu. Kau sehat ‘kan?”

Nathan langsung mendekap Monica, tangannya mencekal pinggang ramping gadis itu dengan mesra.

“Bu, sepertinya Arini sedang tidak enak badan, sebelum ke sini juga dia sempat mengeluh pusing, tenggorokannya juga sakit, jadi dia tak bisa banyak bicara. Nanti setelah sehat, Nathan dan Arini pasti kembali menemui ibu.”

‘Pintar sekali lelaki mengarang cerita. Sepertinya kalau aku jujur, ibunya malah mati.’ Monica terdiam, tapi batinnya mengomel.

“Iya ‘kan, Sayang?” Setengah terkejut tapi akhirnya Monica mengangguk.

Setelah pertimbangan kecil dengan sang ibu, keduanya berhasil keluar dan kembali masuk ke dalam mobil.

“Kau tak mengatakan apa pun sebelumnya, tentang aku harus apa, bagaimana biasanya Arini memperlakukan ibumu, kau tak memberitahukan apa pun, Nathan. Menyebalkan sekali!”

Monica bersungut-sungut dengan kedua tangan terlipat ke depan, Nathan tak meliriknya sedikit pun. Monica dan Arini hanya memiliki kemiripan dari segi fisik, tapi tidak dengan kebiasaannya. Arini adalah tipikal yang ceria, penurut, sopan, dan lembut dalam bertutur kata. Berbeda jauh dengan Monica.

“Lihat! Kau akan terus mendiamkanku seperti biasa. Tadi di depan ibumu saja kau bertindak mesra, sandiwara yang sempurna, Nathan.”

Nathan masih memilih diam.

“Sekarang kau akan membawaku ke mana, bertemu keluargamu yang mana lagi?”

Beberapa saat kemudian kendaraan roda empat itu berhenti tepat di depan gerbang, seorang pria membuka gerbang memberi jalan, memamerkan bangunan mewah putih bersih di hadapan, dengan taman depannya yang indah, tapi Monica tidak tertarik dengan itu, ia lebih tertarik dengan sesuatu yang ia lihat di lantai atas, wanita yang berdiri mengintip di balik gorden. Pintu mobil terbuka, Nathan menyambut tangannya yang terulur ragu.

Monica turun, sementara matanya tak lepas dari jendela. Mendadak wanita itu hilang, membuatnya curiga.

“Siapa yang menghuni kamar itu?” tunjuknya ke atas, membuat Nathan menoleh cepat.

“Kau ingin masuk atau terus bertanya tentang hal yang tak perlu?”

‘Aneh. Mungkin saudaranya,’ batin Monica meyakinkan dirinya sendiri.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Akhir Segalanya

    "Di mana Adam?" William baru saja masuk rumah, padahal ia sudah sengaja pulang saat malam semakin larut, tapi ternyata Arini belum juga tertidur. Matanya sembao seperti baru habis menangis. "Dia pasti sibuk dengan urusannya, Sayang." William mencoba berkelit seperti tak tahu apa pun. "Katakan di mana Adam! Apa dia masih berani menunjukkan muka setelah apa yang ia lakukan?" William terdiam. Ia yakin cepat atau lambat kabar ini akan tersebar. Arini terduduk di sofa dengan tatapan kosong. Ibu mana yang tak sakit hati ketika tahu, bahwa putranya melakukan kejahatan. "Aku sudah membesarkan pembunuh," lirihnya sedih. Air mata yang sejak tadi kering perlahan turun dan membasahi pipi. "Monica begitu menjaga dan melindungi aku dari bahaya, tapi aku malah melahirkan pembunuh untuk mencelakai putranya. Ibu macam apa aku ini?" William mendekat dan mendekap Arini penuh sayang. "Padahal sebentar lagi Allea akan menikah, tapi ketika mendengar kabar Adam menjadi pembunuh yang hampir membuat

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Di asing kan

    William yang saat itu berada di laboratorium, mengecek sidik jari yang mereka temukan, tidak menyangka jika ternyata sidik jari itu milik Adam. Akhirnya tanpa membuang waktu, ia segera menghubungi Nathan dan Edgard, menceritakan semuanya tanpa mengabari Arini, istrinya pasti akan sangat khawatir dan ia tentu saja tak ingin hal itu terjadi. "Ayah kecewa padamu," lirih William yang seperti kehilangan semangatnya. Adam menatap William yang menunjukkan raut kecewanya yang jelas. "Ayah dan Ibu tak pernah mengajarimu menjadi pemberontak dan pembunuh, kau ditempatkan di posisi paling aman karena ibumu sangat menyayangimu. Sejak kecil, kau dan Allea adalah hidupnya." "Ayah, aku melakukan ini karena iri pada Edward, mengapa ia bisa dipilih menjadi orang paling berpengaruh sementara aku tidak?" William membuang napas berat. "Itu hak kakekmu, dia yang pebih tahu siapa yang paling kuat dan tangguh, tapi bukan berarti dirimu tidak mampu. Aku, ayahmu pernah mengajukan dirimu sebagai cucu pal

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Iri Dengki

    "Apa maksud semua ini, hah? Jujur, paman pasti kecewa ketika tahu siapa dalang di balik semua ini." Pria yang ternyata adalah Adam itu tertawa jahat, ia bersusah payah berdiri, menatap Edward yang sepertinya syok, tapi Adam tak peduli. Ia jujur sangat membenci Edward. "Bibi dan paman adalah orang baik, mereka tak pernah gagal dalam mendidik dirimu. Kenapa harus berjalan menjadi musuh? Jika kau memang tertarik dengan dunia misi, harusnya mengajukan diri menjadi satu kelompok yang utuh, bukan malah menjadi musuh. Aku tak ingin ada pertumpahan darah di keluarga kita, Adam." "Diam kau munafik! Apa kau tak sadar jika semua ini bermula dari dirimu?" Edward semakin kebingungan, ia heran mengapa bisa Adam berpikir seperti itu, padahal selama ini hubungan mereka baik-baik saja. Adam si sibuk kerja menjadi arsitek muda, sampai jarang memiliki waktu bersama keluarganya. Tiba-tiba jadi seperti ini. "Kau yang berhasil menjadi pusat perhatian, keamananmu sangat dijaga, bahkan ayahku sangat meli

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Siapa Max?

    "Sial! Edward sok pintar itu selalu bisa menemukan celah. Tidak! Dia pikir akan mudah menangkapku?" Pria dengan topeng perak itu duduk di kursi, sebuah ruangan temaram dengan banyak layar monitor di sekitar menjadi tempat paling nyaman, tempat di mana tak satu pun orang yang berhasil mendeteksi keberadaannya. Tapi telepon milik salah satu anak buahnya tidak sengaja menunjukkan poisis terakhirnya saat ini. Pria yang dikenal sebagai Max itu sudah mempersiapkan ini sejak awal, ia memiliki banyak tempat pelarian, dan ia yakin sepintar apa pun Edward, tidak akan bisa menemukan dirinya dengan mudah. Pundi-pundi rupiah dan emas batangan menumpuk di mana-mana, hampir semua titik menjadi tempat persembunyian uang hasil penjualan organ manusia, dan itu ia lakukan dengan rapi sekali. Sayangnya beberapa kacungnya ceroboh, hingga mampu terendus oleh hidung tajam Edward. "Aku memang memiliki banyak kesempatan untuk membunuhmu, tapi aku tidak melakukan itu sekarang." Kedua tangannya mengepal k

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Otak Sesungguhnya

    "Ngga bisa dibiarkan! Ali just my mine, not her. Argh, shit!" Bianca sibuk memaki. Napasnya sesak, sedari dulu ia memang menginginkan Ali, melakukan seribu satu cara untuk mendekatkan diri dengan Aliando, tapi nyatanya sejak masuk di bangku kuliah, Allea dengan lancang masuk ke hati Ali, gadis sialan itu bahkan mencuri perhatian orang tua Ali, jalannya begitu mulus, sekali pun ia menghasut agar Allea dibenci, tapi dokter cantik itu seperti tak memiliki celah untuk membuktikan keburukan Allea. Bianca pulang dengan rasa kesal, di kamar ia meminum banyak pil dengan asal, atanya berkunang-kunang, bayangan masa kecil dengan puing-puing kenangan bersama Ali berputar di benaknya. Mata hingga pipinya basah. Ia memang bisa mendapatkan segalanya. Harta, kecantikan, perhatian kedua orang tuanya, tapi ia ditakdirkan memiliki penyakit kronis yang membuatnya harus bergantung sepenuhnya pada obat-obatan, bahkan menjadikan Ali semangatnya untuk sembuh. Selama ini berusaha kuat dan sehat, karena

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Inikah Cinta

    "Konsep pernikahannya bagus, ya." Allea dan dokter muda bernama Aliando duduk di sebuah meja yang tak jauh dari tempat Evelyn dan Leo berada, mereka juga melihat langsung keributan yang baru saja tercipta, tapi tak satu pun dari keluarga Evelyn yang turun tangan untuk mengatasinya, mereka memilih berpura-pura buta dan tuli. Lagi pula ini acara sakral Edgard, jika mereka ikut turun tangan membela Evelyn, masalah akan semakin panjang, toh semua masalah sudah selesai dengan cepat karena Evelyn memang bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. "Iya, bagus. Jadi, kapan kau siap menikah? Aku akan siapkan konsep pernikahan yang lebih meriah dari ini," balas Ali semringah. Allea membatu sesaat, kemudian menatap ke arah pelaminan lagi, di mana sepasang raja dan ratu sehari itu berada. Ia memang sudah dilamar, cincin terpasang sempurna, tapi untuk menentukan kapan hari pernikahannya sendiri pun ia tak tahu. Allea menyimpan masalahnya sendiri. Padahal ia terlahir dari keluarga cemara, tak ada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status