Melihatnya begitu bahagia saat bersama perempuan lain, nyatanya memang sesakit ini, dua tahun aku bertahan, tidak pernah sekalipun dia memberikanku sedikit senyumnya, tapi bersama wanitaitu, Mas Damar terlihat sangat bahagia, wajahnya cerah, seperti tidak ada beban yang ditanggungnya. Apa aku harus mengalah, Mas? Agar kamu bisa bahagia terus dengannya?==================================================================Aku memilih meninggalkannya tanpa dia tau, jika aku melihatnya dengan wanita tadi, sekarang aku tau, jika hari ini dia berpakaian seperti itu karena ingin berpergian bersama kekasihnya. Setelah membayar sepatu yang kubeli, kuputuskan untuk keluar dari mall dan tidak jadi berbelanja bulanan. Aku menaiki taksi online yang sudah kupesan sejak di dalam toko sepatu tadi.Sepanjang perjalanan aku mengingat bagaimana mas Damar tersenyum begitu manis untuk wanita lain, sementara untuk istrinya, sedikitpun tidak pernah dia lakukan. Aku mengingat semua perlakuannya kepadaku. Sela
Aku menyambut uluran tangan Adelya, dia seumuran dengan Mas Damar, itulah mengapa aku memanggilnya dengan sebutan Mbak. Senyuman Adelya sangat manis, dia juga cantik, pantas jika suamiku tidak bisa move on darinya.“Kami berencana menikah pekan depan, Saf,” ungkap Mas Damar tepat saat tangaku baru saja terlepas dari tangan Adelya, membuatku mengarahkan pandang kepadanya.“Mi – minggu, de-depan?” ulangku terbata.==================================================================Seharusnya aku tau, jika sebagai istri yang tidak dianggap, aku tidak boleh berharap lebih dari seorang Mas Damar. Saat dia memintaku untuk mendatanginya, tentu hal tersebut adalah untuk kepentingannya, bukan untuk kami berdua, apalagi untukku. Aku masih mencoba menetralkan perasaanku, mengisi kekosongan dalam hati yang datang tiba-tiba. Harusnya aku sudah siap menghadapi hal ini, karena kemarin aku sendiri yang memberikannya lampu hijau, namun, jika naïf berkata dia tidak akan berani, aku salah, seorang Damar
“Kamu kenapa sih, Del? Sebenarnya kamu juga maukan menikah denganku?”“Aku tidak akan bertahan sejauh ini jika tidak ingin menikah denganmu, Mar, tapi aku ingin kamu tidak menyesali langkah yang kamu ambil dengan menikahiku,”“Kesalahanku adalah menerima perjodohan sial4n ini, Del!! Aku tidak akan pernah menyesal menika denganmu,” tandasnya mengakhiri percakapan.==================================================================Bagi banyak orang, hujan yang turun mengguyur bumi adalah suatu anugerah, karena dengan air hujan itu tamanan bisa tumbuh subur, petani sangat menyukai hujan, karena dengan begitu sawah mereka tidak akan kekeringan, masyarakat pedalaman juga sangat menyukai hujan, karena airnya bisa mereka tampung untuk keperluan sehari hari tanpa harus mengambil jauh ke sumbernya.Tapi bagi Safeea, hujan hanya mengingatkannya pada banyak peristiwa pahit yang dia alami dalam hidupnya. Ayah dan ibunya meninggal saat kecelakaan di bawah guyuran hujan. Dirinya harus terpisah dar
Priiiittt!!Pluit tanda dimulainya pertandingan telah ditiup. Semua peserta melompat ke dalam kolam renang. Damar berenang dengan penuh semangat. Dia berharap bisa memenangkan pertandingan dan membuat bapak serta ibunya bangga.Namun sayang, hingga pertandingan selesai, orang yang Damar tunggu tidak juga datang. Membuatnya harus menelan pil pahit di hari kemenangan nya."Damar benci sama bapak, kenapa bapak ingkar janji, Bu? Bapak bilang mau datang ke pertandingan Damar, tapi sampai sekarang bapak enggak datang juga, hu hu hu," tangisan Damar menggema di seluruh penjuru rumah.==================================================================Damar terbangun dari tidur saat samar-samar terdengar ketukan dari pintu kamarnya, saat bergerak, seluruh badannya sakit, dirinya baru menyadari jika semalam dia tertidur di lantai kamarnnya. Damar tertidur karena terlalu lelah menangisi nasibnya, yang tidak seberuntung Safeea dalam mendapatkan perhatian almarhum bapaknya.Pelan-pelan dia bangki
Semua memandang heran ke arah Damar dan juga Adelya, mereka bingung mengapa Damar membawa wanita lain ke pertemuan keluarga besarnya. Namun, Damar mencoba tidak terpengaruh dengan pandangan mereka, Damar berusaha tenang. Sambil menggenggam tangan Adel, Damar memulai pembicarannya.“Malam semua, seperti yang sudah Damar infoin di grup keluarga, jika malam ini Damar mengumpulkan ibu, tante, om dan saudara-saudara yang lain, karena Damar mau menginfokan sesuatu. Jadi, Damar dan Adelya, akan segera menikah, tepatnya hari sabtu minggu depan,” ungkap Damar, membuat semua terkejut dengan informasi yang di sampaikannya.==================================================================Tidak ada yang merespon pengumuman yang Damar berikan, semua tampak diam, terkejut dan mencoba mencerna kebenaran dari informasi yang mereka dengar. Adelya Nampak salah tingkah, dirinya tau, hal ini gila, menjadi istri ke dua dalam rumah tangga orang lain, memang sering kali menjadi stigma buruk di mata masya
“Kamu belum makan malam memangnya?” tanya Safeea akhirnya.“Belum, tadi ke rumah ibu sama Adel, buat bilang kalau sabtu depan kita menikah, tapi enggak sempat makan,” ujar Damar tanpa beban, membuat Safeea melongo mendengarnya.Degh! Jantung Safeea seakan berhenti berdetak, segera dia bangkit dari kursinya dan pergi meninggalkan Damar, yang masih belum sadar, jika baru saja mengatakan hal yang menyakitkan untuk di dengar.==================================================================Safeea memilih masuk lagi ke dalam ruangannya, mencoba berkonsentrasi pada pekerjaanya yang tadi sempat tertunda, karena harus mengantar makanan ke kamar suaminya, namun sayang, konsentrasinya seakan menguap hilang tak bersisa, hatinya terasa sakit, kala mengingat bagaimana suaminya dengan lancar mengatakan, jika baru saja berkunjung ke rumah mertuanya, untuk memberitahu jika mereka akan menikah, tanpa mengajaknya atau menginfokannya terlebih dahulu.Entah sudah berapa kali Safeea berusaha menstabilka
Setelah selesai, kuberikan Mas Damar obat penghilang nyeri, setelah itu baru ku suapi dia sarapan, yang baru saja diantarkan petugas rumah sakit. Sakit rasanya saat melihatnya menahan sakit setiap kali mengunyah makanan. Bagaimanapun jahatnya dia kepadaku, Mas Damar tetaplah suamiku.“Apa dia mantan tunanganmu?” pertanyaan Mas Damar membuat memandangnya, bagaimana dia bisa tau?”==================================================================Aku cukup terkejut saat mendengar pertanyaan yang diajukan Mas Damar, pasalnya, selama ini aku tidak perna cerita kepada siapapun mengenai hubunganku dengan mas Essa kecuali teman-teman di kampus dulu, yang memang sejak awal tau jika kami berhubungan. Aku lebih memilih diam, enggan menjawabnya, hingga aku selesai menyuapinya sarapan.“Eh, dokter Saf, maaf, Dok, saya ganggu, ya?” suara suster Anna yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar rawat Mas Damar.“Enggak kok, Sus, silahkan, saya sudah selesai. Oia, hasil CT Scannya sudah keluar, hasilnya bagu
Sepanjang perjalanan mereka mengobrol, mengenai apa-apa saja yang belum mereka persiapkan untuk pernikahan besok. Hingga tanpa sengaja, saat di lampu merah, Damar melihat Safeea sedang duduk tenang di atas motor ojek online dengan wajah yang terlihat pucat.“Kamu kenapa diam, Mar?” tanya Adel saat Damar tidak merespon ucapannya.“Eh, enggak kok, enggak kenapa-napa, kamu tadi ngomong apa?” saut Damar, mencoba kembali fokus dengan pembicaraannya dengan Adelya, walaupun kini hatinya mengkhawatirkan Safeea yang terlihat pucat tadi.==================================================================Damar meminta Adelya untuk mempercepat laju kendaraannya, dengan beralasan ingin segera sampai rumah untuk beristirahat. Adelya tanpa curiga mengikuti permintaan Damar untuk menambah kecepatan. Sesampainya di rumah, Adelya menemani Damar beristirahat di kamarnya, Damar berpura-pura mengantuk agar Adelya segera pulang, dirinya ingin segera menemui Safeea dan melihat keadaannya.Suara deru kendara