Menyadari bahwa suaminya itu sedang duduk santai di sofa, Chelsea pun memutuskan untuk segera merebahkan tubuhnya di tempat tidur, Chelsea masih tidur di bawah ranjang Edo. Setelah kejadian malam itu ia sudah tidak tidur satu ranjang dengan Edo, dan hal itu mencuri perhatian dari Edo yang masih duduk di tempatnya. Chelsea sama sekali tidak menyapa Edo saat itu, ia memilih untuk menyelimuti tubuhnya lalu memejamkan kedua matanya, tak lama kemudian Chelsea pun larut dalam mimpi indah nya yang saat itu ia susun di tangah malam yang hening. Edo bangkit dari tempat duduknya, lalu saat itu ia memutuskan hendak pergi dari rumah karena merasa sangat jenuh. Ia ingin mencari hiburan setelah menyetujui sebuah janji dengan teman-temannya di ponsel. Ceklek! Edo terhenti ketika ia menutup pintu kamar, rupanya tuan Bram baru saja melewati kamar Edo dan membuat tuan Bram curiga lantaran pakaian Edo yang begitu rapi, wangi, dan juga terlihat berwibawa. "Mau ke mana kamu, Edo?" tanya tuan Bram mena
"Kau sendiri kan yang telah mengizinkan aku pergi, jadi jangan protes kalau aku baru pulang," ucap Edo yang membalas tatapan Chelsea. "Mas, kamu bau minuman. Astaga, apa di luar sana kamu sedang asik minum-minuman seperti ini?" tanya Chelsea saat menghirup aroma yang tidak enak dari Edo, saat ia berbicara tadi. "Ya, aku memang minum, aku cukup stress memikirkan semua masalah yang ada, dan aku hanya ingin menghilangkan rasa itu ketika aku berada di luar rumah," ucap Edo menatap ke arah lain. "Mas, apa yang membuat mu stress? Apa kau begitu tidak menginginkan kehamilan ku ini, sampai kau merasa begitu banyak beban?" Chelsea mendesak dengan banyaknya pertanyaan yang ia ajukan. "Chelsea, berhentilah bicara atau aku akan marah padamu," seru Edo yang tidak ingin melayani omelan dari Chelsea. "Kenapa Mas, kenapa kamu selalu berpaling saat aku ingin berbicara padamu. Mas, aku adalah istrimu, aku istri dan calon ibu dari anakmu, kenapa kau tidak pernah mau memandang ku saat aku ingin bica
"Ya sudah kalau begitu, biar aku yang mengurus mas Edo," seru Chelsea yang mendapatkan omelan dari ya Andin. "Tidak perlu, aku sudah memanggil dokter pribadi untuk memeriksa putraku, kau tidak perlu repot-repot mengurus Edo," celetuk nyonya Andin yang saat itu membalas tatapan Chelsea. "Bu, sudah lah, jangan bersikap seperti itu dengan Chelsea, Chelsea ingin merawat suaminya itu bagus, jangan di larang," ucap tuan Bram yang memihak pada Chelsea. "Terus saja, terus saja kau berpihak pada wanita itu. Tapi keputusan ku sudah bulat, kau tidak bisa mengubah keputusan ku, lebih baik kau bawa saja menantu mu ini keluar, karena saat aku dekat dengannya, yang ada hanya aura emosi yang terus menghantui diriku!" usir nyonya Andin pada Chelsea. Tak ada pilihan lain untuk pergi saat itu, karena jika Chelsea masih tetap di sana hatinya akan semakin terasa sakit. Untuk itu, ia memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu sebelum nyonya Andin bertambah murka. Tuan Bram menyusul kepergian Chelse
Chelsea tiba di apotek, ia meminta petugas untuk memberikan dirinya jenis obat yang ada dalam daftar kertasnya, setelah itu Chelsea pun kembali pulang dengan membawa apa yang diinginkan oleh nyonya Andin, saat itu nyonya Andin dan ketiga putrinya nampak sibuk mengurus Edo yang saat itu sedang lemas. Sementara Chelsea sendiri diminta untuk keluar dari kamar itu karena tidak ingin jika kehadirannya mengganggu Edo, Chelsea tidak ada pilihan lain selain menuruti keinginan nyonya Andin, ia pergi meninggalkan Edo yang sedang diurus oleh ibunya. Chelsea terduduk di sofa ruang tamu, ada rasa kasihan yang muncul di benaknya kala melihat Edo yang tidak berdaya saat itu. Perlahan Chelsea mengelus lembut perutnya dan berusaha untuk berbicara pada janin yang saat itu ia kandung, saat itu tuan Bram mendatangi Chelsea dan mendengar pembicaraan singkat nya dengan bayi yang ada dalam perutnya saat itu, lalu Chelsea menatap wajah tuan Bram dengan rasa malu, karena takut jika ayah mertuanya itu menden
Tujuh bulan telah terlewati, saat itu badan Edo sangat berubah. Sudah tidak ideal lagi dan banyak lemak yang menumpuk di perut Edo. Saat itu Edo merasa sangat bingung karena saat ia mencoba memakai pakaian kantor, tidak ada satu pun yang muat dengannya. "Chelsea!!"Suara Edo memekik, memanggil Chelsea yang saat itu sedang tidak ada di kamar. Namun Chelsea mendengar suaminya itu sedang memanggil dirinya, dengan perut yang sudah terlihat besar perlahan Chelsea menaiki anak tangga untuk sampai di kamarnya. "Ya Mas, ada apa?" tanya Chelsea yang sudah sampai di kamar dan menghadap Edo. "Chelsea, aku jenuh berada di rumah, aku ingin ke kantor hari ini, tapi kenapa semua bajuku tidak muat di tubuhku? Kenapa aku sama sekali tidak bisa memakai baju kantor ku," protes Edo yang saat itu sudah mengeluarkan semua pakaiannya di dalam lemari. "Mas, apa selama kamu di rumah, kamu tidak pernah memeriksa berat badan mu? Mas, coba timbang dulu berat badan mu, agak kamu tahu jawabannya," suruh Chelsea
"Chelsea, kau sedang hamil?" tanya bu Yuli yang menyentuh perut putrinya. "Iya Ibu, aku sedang hamil, ini adalah cucu pertama Ibu, sudah tujuh bulan," ucap Chelsea menjelaskan. "Oh ya ampun, bahagianya Ibu mendengar kabar ini, setelah sekian lama kau menikah dengan Edo, dan sekarang kau akhirnya hamil juga." raut wajah bu Yuli terlihat sangat bahagia kala mendengar kabar gembira itu. Chelsea ikut tersenyum, dia datang bukan untuk berbagi penderitaan pada ibunya, justru ia datang untuk berbagi kebahagiaan, karena ibunya tidak layak untuk mendengar bagaimana cerita dirinya selama menjadi keluarga Bram Wijaya. Chelsea tidak ingin jika ibunya tahu bahwa ia sangat menderita di sana. Bu Yuli bergegas mengajak Chelsea masuk ke rumah kecil yang dipenuhi dengan banyak kenangan itu, Chelsea duduk di kursi kayu dengan tenang dan tak lama kemudian bu Yuli datang membawakan segelas minum untuk putrinya. "Kau pasti haus Chelsea, sekarang minum lah," ucap bu Yuli menyodorkan gelas itu pada putr
"Kau tidak perlu membesarkan masalah Ayah, jika kau menyayangi menantu mu itu, kau cukup menghubungi dia saja, kau punya kan nomor telpon nya!" sergah nyonya Andin yang tidak bisa lagi menahan kemarahan. "Ayah bisa saja melakukan itu Bu, tapi Ayah ingin putramu itu memiliki tanggung jawab sebagai suami, dia lah yang berhak atas keselamatan Chelsea, kenapa kau tidak bisa membuka jalan pikiran mu, bagaimana jika terjadi sesuatu pada Chelsea yang sedang hamil itu," cemas tuan Bram membalas tatapan istrinya. "Ayah, Ibu, cukup. Baik lah aku sendiri yang akan mencari tahu di mana Chelsea sekarang, jadi kalian tidak perlu bertengkar seperti ini, hanya karena Chelsea." jelas Edo yang langsung mencari nomor telpon Chelsea saat itu juga. Tuan Bram akhirnya bisa duduk dengan tenang, dengan memangku tangan ia menatap Edo yang sedang menunggu Chelsea mengangkat telpon darinya. Sementara Chelsea sendiri yang saat itu menyadari bahwa telpon nya berdering dan itu dari suaminya, Chelsea nampak tidak
Sudah beberapa hari, Edo terlihat lebih nyaman dengan Irish, bahkan ia sama sekali tidak perduli jika saat ini Chelsea masih belum kunjung pulang. Tidak ada Chelsea Edo justru dengan leluasa menggunakan kamar tersebut untuk melakukan telpon dan vidio call dengan wanita lain. Sementara Chelsea sendiri nampak gelisah lantaran dari hari pertama ia ada di rumah ibunya, sang suami sama sekali tidak menghubungi dirinya, hanya sekali saja, dan itu tidak di angkat oleh Chelsea karena saat itu ia masih dalam keadaan marah. Saat itu Chelsea nampak bimbang, wajahnya panik menatap ke layar ponsel. Bu Yuli menyadari bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh putrinya saat itu, hingga mengundang perhatiannya untuk datang menemui Chelsea dan duduk di sampingnya. "Chelsea, apa yang terjadi padamu?" tanya bu Yuli menyentuh pundak Chelsea. Chelsea tersadar, ia sedikit terkejut namun ia masih berusaha mengontrol dirinya, saat itu Chelsea melempar senyum menatap wajah bu Yuli yang dipenuhi den