Share

Bab 4

last update Last Updated: 2023-10-27 06:28:33

Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya. 4

"Aku tidak mau, jangan paksa aku untuk menikah lagi," tolak Dana tegas, ketika Lidya mengutarakan keinginannya.

"Hanya untuk sementara, setelah melahirkan, ceraikan dia," ucap Lidya lembut, tapi memaksa.

"Tidak, itu tidak benar. Aku tidak mau mempermainkan pernikahan. Sebagai wanita apa kamu tega mempermainkan kaummu sendiri?" sangkal Dana. Tapi bukan Lidya namanya kalau menyerah begitu saja.

"Bukan mempermainkan, tapi kerja sama yang saling menguntungkan. Kita mendapat anak, dia dan adik-adiknya, dapat melanjutkan pendidikannya, impas kan?" jawab Lidya enteng. Seolah hal dia bicara ini masalah sepele, bukan tentang masa depan seorang anak manusia.

Dana menghirup nafas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Mencoba mencerna jalan pemikiran Lidya, yang menurutnya tidak manusiawi.

Mereka sudah menikah selama sepuluh tahun, tapi belum juga punya momongan. Penyebabnya, Lidya tidak ingin hamil dan melahirkan, dia tidak mau repot, dan tidak ingin bentuk badannya berubah.

Tanpa buah hati, membuat pernikahan mereka terasa hambar, rumah sepi tanpa celoteh si kecil. Dana sudah sangat ingin menimang anak, membacakan cerita sebelum tidur, jalan-jalan, main bersama. Apalagi kalau anaknya laki-laki, pasti lebih menyenangkan. Bisa diajak main. Semakin lama, kerinduan akan hadirnya buah hati, semakin tidak terbendung. Sayangnya Lidya menolak keras keinginan Dana. Meski berkali-kali Dana merayu Lidya, agar mau melepas IUD nya dan menjalani promil, Lidya tetap bergeming. Baginya penampilan adalah segalanya.

"Kalau kamu tidak mau mengandung anakku, kita bisa adopsi, entah itu anak saudaramu atau saudaraku. Bagiku tak masalah, yang dia masih ada ikatan darah dengan kita," ucap Dana kemudian.

"Aku ingin darah dagingmu, bukan anak orang lain," sergah Lidya.

Dana sudah kehabisan kata, untuk meyakinkan Leodra, agar membatalkan niatnya untuk menikahkan dirinya dengan wanita yang dipilihnya.

Seorang gadis desa, tetangga Bi Marni pembantu mereka. Gadis itu berasal dari keluarga miskin, yang butuh uang untuk biaya hidup dan sekolah adik-adiknya. Sebagai anak sulung dia menjadi tulang punggung keluarga, menggantikan ayahnya yang sudah tiada.

Gadis itu terancam putus sekolah, karena tidak bisa membayar SPP. Mendengar ceritanya Dana jadi terenyuh, dengan senang hati dia akan membantu. Membiayai sekolah gadis itu, hingga lulus. Anggap saja sebagai anak asuh, tak perlu menikahinya. Masa depan gadis itu masih panjang, rasanya kejam sekali memanfaatkan keadaannya, demi memenuhi hasrat untuk punya keturunan. Begitu pikir Dana.

"Apa kamu tidak khawatir, jika suatu saat kami saling jatuh cinta? Tidak kah kamu menghawatirkan keutuhan rumah tangga kita, dengan menghadirkan gadis itu?" ucap Dana, mencoba membuat Lidya memikirkan lagi ide gilanya.

"Lakukan! Tanpa perlu memakai perasaan, setelah dia positif hamil, kamu tak perlu lagi menyentuhnya, apa lagi berfikir untuk mencintainya," tegas Lidya seraya menatap dingin Dana.

Dana terpekur menatap lantai, bingung menghadapi Lidya yang keras kepala. Apapun keinginannya harus dituruti, tidak kah dia memikirkan resiko dari tindakannya? Bagaimana kalau dikemudian hari mereka saling jatuh cinta? Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi kepala Dana.

"Kalau kau tidak mau menikahinya, karena takut dia menjadi duri dalam rumah tangga kita. Kita sewa saja rahimnya, jadikan dia surrogate mother, atau inseminasi buatan, tanpa kamu menyentuhnya," ucap Lidya memecah kebisuan.

Dana menatap Lidya tajam, gila! Dia memang sudah gila! pekik Dana dalam hati.

"Itu dosa, Lidya. Hukumnya sama saja dengan zinah," sergah Dana tak terima.

Rasanya percuma saja, bicara sampai berbusa-busa dengan Lidya. Baginya semua keinginannya harus terwujud, tak peduli bagaimanapun caranya. Persetan dengan hukum dan norma.

"Berarti kamu harus menikahi gadis itu," tegas Lidya.

Dana menggeleng tak mengerti, kenapa dirinya bisa jatuh cinta dan menikahi perempuan tak punya hati macam Lidya.

Dana Kembali teringat awal-awal pertemuan mereka. Dulunya Dana adalah karyawan di perusahaan milik ayah Lidya. Karena pekerja keras dan jujur, Dana mendapat promosi naik jabatan. Disinilah kisah itu berawal. Intensnya kebersamaan membuat mereka saling jatuh cinta. Entah apa yang dilihat Lidya dari seorang Dana, hingga dia lebih memilih karyawan papanya itu, padahal banyak pria kaya yang ingin mempersunting dirinya. Kalau soal ketampanan, para penggemar Lidya juga tak kalah tampan.

"Kenapa Kamu memilihku, laki-laki miskin yang tidak bisa memberimu apa-apa? Mengapa tidak memilih mereka saja, yang notabene sederajat dengan kamu?" tanya Dana, ketika Lidya memintanya melamar pada kedua orang tuanya.

"Aku bisa saja memilih satu diantara mereka, tapi aku ingin menjadi diriku sendiri. Dengan menikahi mereka, berarti aku harus siap patuh dan tunduk sebagai istri," ucapnya mengungkap alasan di balik pilihannya.

Dan ini lah yang terjadi sepanjang pernikahan mereka, Lidya lebih dominan. Bukan saja dalam urusan pekerjaaan, tapi dalam urusan rumah tangga juga. Dia lah yang mengambil keputusan, semetara Dana hanya bisa bilang, "iya".

Tapi kali ini, Dana tidak bisa menerima keputusan Lidya. Meskipun rasa jenuh kadang mendera, tapi Dana tipe orang yang menganggap perkawinan adalah sakral, bukan untuk dipermainkan.

Dana tidak mau mengorbankan gadis itu, kasihan dia. Bagaimanapun juga dia itu manusia, punya hati dan perasaan. Di mana hati nuraninya? Tega mengambil keuntungan dari kemiskinan orang lain.

Dana memang sangat ingin punya anak dari darah dagingnya sendiri, tapi bukan begini caranya. Kenapa Lidya tidak mengalah saja, dengan melepas IUDnya. Dana hanya tidak mau timbul masalah besar dikemudian hari.

"Itulah sebabnya aku memilih gadis desa, yang penampilannya masih lugu dan wajahnya biasa saja. Aku yakin kamu tidak akan tertarik padanya. karena dia tidak ada apa-apanya dibanding aku," ucap Lidya meremehkan calon istri pilihannya, setelah melihat Dana hanya diam, dengan tatapan menerawang ke depan.

"Aku butuh waktu untuk berfikir lagi Lidya, aku rasa kamu juga. Ini bukan urusan sepele," ucap Dana, lalu bangkit dari tempat duduknya hendak meninggalkan Lidya.

"Tidak ada waktu untuk berfikir, gadis itu sedang dalam perjalanan ke sini," ucap Lidya, membuat Dana menghentikan langkah.

"Masalah sebesar ini kamu putuskan sendiri, tanpa minta pendapat atau persetujuanku?" Ditatapnya Lidya, dengan perasaan campur aduk. Wanita itu selalu menuruti kata hatinya, tanpa memikirkan perasaan Dana.

"Bukankah bisanya memang seperti itu?" ucapnya tanpa merasa bersalah.

"Tidak bisakah kamu sekali saja, menghargai aku sebagai suamimu?" Dada Dana tiba-tiba terasa sesak. Menurutnya sikap Lidya kali ini sudah sangat keterlaluan, menginjak-injak harga dirinya sebagai laki-laki.

Meski selama menikah dengan Lidya, Dana tak lebih hanya karyawan, bukan suami yang seharusnya dihormati.

"Itu Bu Lidya dan Pak Dana majikan kita." Tiba-tiba saja, Bi Marni datang dari arah depan, dengan menggandeng seorang gadis muda.

Dana tertegun menatap gadis yang berdiri di hadapannya dengan tas lusuh itu. Penampilan kucelnya menyembunyikan kecantikan alami yang dia punya.

Bersambung ....

Jangan lupa tinggalkan jejak, dan kasih ulasan bintang⭐⭐⭐⭐⭐. Terima kasih....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 45

    "Sebenarnya kita mau kemana sih, Mas?" Tanya Puspita penasaran, karena dari tadi Dana tidak mau terus terang, akan dibawa kemana anak istrinya itu. Puspita sudah tidak lagi memanggil Dana dengan sebutan 'Pak', melainkan 'Mas'. Dana yang minta, masa iya suami istri manggilnya kayak atasan bawahan. Akhirnya mereka sudah menikah resmi, secara agama dan negara. Meski hanya berlangsung di KUA, tanpa pesta."Beli mainan ya, Yah?" Sahut Arbi yang duduk di kursi belakang. "Bukan Sayang, kita akan ke suatu tempat yang spesial. Arbi pasti suka. Di sana ada banyak mainan," jawab Dana sambil terus fokus dengan setirnya. Meski sudah menjadi pemilik perusahaan yang go internasional, dengan kekayaan yang melimpah ruah. Dana tetap memilih hidup sederhana, tak menggunakan sopir dan body guard lagi. Bahkan di rumah hanya ada satu ART. "Ada es krim, nggak?" Tanya Arbi polos. Dana terkekeh, ditatapnya sang buah hati yang malam ini terlihat begitu tampan dan gagah memakai stelan tuxedo yang senada de

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 44

    "Pak Dana mau kemana?" Puspita melontarkan pertanyaan pada laki-laki, yang tengah mematut diri di depan cermin itu. Wajar Puspita bertanya, sejak memutuskan meninggalkan kediaman Lidya, Dana juga absen masuk kantor. Laki-laki itu memutuskan untuk fokus pada restorannya. Tapi pagi ini, Dana terlihat rapi dengan jas dan dasi. Seperti saat dia masih jadi CEO dulu. "Ngantor, Ta. Banyak hal yang harus aku urus, perusahaan itu morat-marit sejak kutinggal," jawab Dana tanpa berpaling dari cermin. Sejak kematian Lidya, perusahaan dan semua aset secara otomatis jadi milik Dana, pewaris tunggalnya. Termasuk segala tanggung jawabnya. Dari pengurusan pemakaman Lidya, hingga pengajian selama tujuh hari berturut-turut menjadi urusan Dana. Kini saatnya dia kembali masuk kantor, mengembalikan kejayaan Sampoerno Tbk, seperti sebelum dia memutuskan untuk pergi "Jadi Bapak akan kembali bekerja di perusahaan itu? Kembali ke rumah Bu Lidya lagi?" Sebuah pertanyaan bernada keberatan. Sepertinya Puspi

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 43

    Dana sedang membereskan mainan Arbi yang tercecer, dan memasukkannya ke dalam box besar. Sementara Puspita mengemas semua pakain dan barang pribadi miliknya, juga Arbi. Termasuk milik Dana juga, tentunya. Laki-laki itu biasa dilayani, mana bisa berkemas sendiri tanpa bantuan orang lain? Atau mungkin dia memang sedang manja, ingin diperhatikan Puspita, yang sejak mendengar kabar Lidya koma, jadi lebih pendiam. Mereka berencana pindah dari apartemen yang disewa Dana itu hari ini, selain karena merasa terlalu sempit untuk mereka bertiga dan tak cukup untuk menampung mainan Arbi. Dana merasa keadaan sudah cukup aman, si biang kerok sudah seminggu terkapar di rumah sakit tak sadarkan diri, dan Mario meringkuk di penjara. Jadi, apalagi yang ditakutkan? Lalu bagaimana dengan anak buah Mario? Mereka bekerja demi uang, jadi siapapun yang membayar, perintah siap dilaksanakan. "Wah, mainannya banyak banget, Yah? Gimana bawanya? Emang mobil Ayah muat?" Tanya bocah itu dengan polosnya. Dana te

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 42

    Dana menatap iba wajah pucat penuh lebam, yang tergolek di atas ranjang. Kepalanya dibalut perban, ada jejak merah di sana. Tidak hanya ditangan, hidung dan saluran pembuangan Lidya pun, di pasangi selang. Kesombongan Lidya hilang sudah, bahkan bernafas pun dia butuh bantuan. Lidya pingsan, setelah terlibat perkelahian antar tahanan. Menurut penuturan petugas, Lidya tidak terima ketika salah seorang tahanan menjadikan dia bahan candaan. Dia yang dasarnya emosian, pun naik pitam. Tahanan itu di tonjok mukanya, lalu terjadilah perkelahian. Lidya yang baru masuk sel belum punya teman, jadi saat kejadian dia sendirian melawan beberapa tahanan di sel itu. Perkelahian tak imbang itu baru berhenti saat petugas melerai. Sayangnya kondisi Lidya sudah terlanjur babak belur dan pingsan, hingga terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Lidya kena getahnya sekarang, kalau biasanya karyawan-karyawannya bersikap patuh dan selalu menuruti perintahnya, kini tak berkutik melawan penghuni sel yang bar-bar.

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 41

    Puspita sudah terlihat rapi dengan baju rumahan, wajahnya sudah terlihat lebih segar, tak lagi pucat seperti pagi tadi. "Umi kangen banget ...." Puspita menyongsong sang anak yang baru saja pulang, lalu memeluknya erat. Diciuminya seluruh wajah Arbi tanpa sisa. Bukannya lebai atau berlebihan, kemarin dia pergi menemani Dana menghadiri sidang perceraian, lanjut ke rumah sakit berakhir di kantor polisi. Malam sekali dia baru sampai rumah, itu pun dalam keadaan payah. Belum sempat menyapa si anak, Arbi sudah pergi bersama ayahnya, dan baru pulang sore ini. Wajar, kan? Kalau Puspita merasa rindu, karena sebelumnya mereka terbiasa bersama. "Dari mana, sih? Kok, Umi ditinggal sendiri?" Puspita pura-pura merajuk. "Ikut Ayah, ketemu orang gila!" Ketus Arbi dengan wajah cemberut. Puspita mendongak, menatap suaminya yang berdiri di belakang Arbi, yydengan wajah penuh tanya. Dana melengos, pura-pura tak tahu kalau Puspita tengah menatapnya, meminta penjelasan maksud dari ucapan Arbi. "Ora

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 40

    Lidya duduk di lantai memeluk lutut, tatap matanya kosong. Seperti ada hal berat yang sedang dia pikirkan. Meskipun Lidya bukan tipe orang suka menyesali perbuatannya, tapi kali ini berbeda. Dia benar-benar menyesal telah menghajar Puspita, hingga menyebabkan dia harus di tahan di ruang yang sama sekali tidak nyaman untuk tempat tinggal ini. Meski pengacara berjanji akan datang siang ini untuk membebaskan dia, tetap saja Lidya merasa nelangsa. Ditahan bersama orang-orang dengan strata sosial lebih rendah, membuat Lidya merasa jijik dan muak. Mereka jorok dan bau, entah berapa hari nggak mandi. Lidya sampai nggak betah kalau harus dekat mereka. Harusnya Lidya mendengar nasehat Mario kala itu. "Bu Lidya harus bisa menahan diri, jangan terbawa emosi. Ini tempat umum, kalau sampai ibu melakukan sesuatu, menganiaya atau sekedar memaki saja, bisa jadi alasan mereka untuk menjebloskan Ibu ke penjara." Begitu kata Mario, saat melihat Dana datang dengan menggandeng Puspita. Mario tahu betul

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status