Share

Bab 5

Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya. 5

"Lidya, kamu benar-benar gila, ya? Di mana otakmu? Sampai kamu nggak bisa mikir. Gadis ingusan seperti itu yang mau kamu nikahkan denganku? Kamu pikir aku pedofil!" gusar Dana, setelah tahu macam apa wanita yang akan jadi istrinya. Benar-benar bukan tipenya.

Perdebatan mereka berlanjut di kamar, setelah Bi Marni memperkenalkan Puspita. Dana benar-benar tak habis pikir dengan jalan fikiran istrinya. Bagaimana mungkin gadis bau kencur itu dijadikan istrinya?

"Kalau sudah dewasa, dia sudah berpengalaman. Pasti banyak maunya, menuntut ini itu, dan aku tidak mau itu terjadi, Mas!" jawab Lidya sengit.

Dana menghela nafas panjang. "Apa tidak ada gadis yang sedikit lebih cantik?" protes Dana.

"Sengaja aku pilih yang burik, biar kamu nggak tertarik," jawab Lidya dengan santainya.

"Iya, aku memang tidak tertarik dengan gadis itu. Dan juga kamu sudah sukses membuat aku ilfeel. Sudah bau kencur, dekil, kucel, bau lagi. Gimana dia mau hamil? Menyentuhnya saja aku jijik," sahut Dana kesal.

Dia masih tak habis pikir dengan jalan fikiran Lidya, yang memilih wanita pengganti yang jelek sekali. Memang selera Dan serendah itu?

"Merem kalau begitu, nggak usah dilihat mukanya. Tutup hidung juga! Biar nggak kecium bau tubuhnya," sahut Lidya enteng.

Dana mendengkus kesal, perdebatan ini tidak akan selesai kalau masih dilanjutkan. Lidya keras kepala, kalau dia sudah memutuskan sesuatu, sudah tak bisa ditawar-tawar lagi. Dana hapal betul itu, bahkan sampai khatam.

Dari pusing Dana memilih merebahkan tubuh dan menarik selimut. Baru saja terbaring, tiba-tiba muncul ide di kepala Dana. Bagaimana kalau dia membalas Lidya, saja? Membuat Lidya cemburu dengan gadis pilihannya sendiri. Soal penampilan Puspita yang sama sekali tidak menarik, itu bisa diatur. Jaman sekarang banyak salon kecantikan yang menawarkan perawatan, merubah si buruk rupa jadi mempesona. Banyak skincare ditawarkan, untuk membuat wajah lebih menarik.

"Kasih skincare yang bagus, dia juga bakal auto glowing," gumam Dana dalam hati.

Apalagi Puspita nampak masih alami, belum tersentuh kosmetik berbahan kimia. Jadi akan lebih mudah meng-upgrade penampilan Puspita.

* * * * * * * *

Dan hari itu pun tiba, dimana Dana menjabat tangan penghulu untuk menghalalkan Puspita. Pernikahan siri itu dilaksanakan di kediaman mereka, yang hanya di hadiri penghulu dan saksi. Sementara wali untuk Puspita terpaksa menggunakan wali hakim, karena ayah Puspita sudah meninggal, dan Ayah Puspita tak punya saudara laki-laki.

Tak ada pesta, tak ada perayaan. Karena pernikahan ini adalah rahasia, orang luar tak boleh tahu kalau Dana menikah lagi. Seperti perintah Lidya sebelumnya. Dana sampai mengelus dada, melihat penampilan Puspita yang seadanya. Kebaya putih dengan bahan kasar, dan rok batik yang terlihat murah. Entah apa maksud Lidya mendandani Puspita seperti itu. Mungkin ingin menunjukkan kepada semua orang, kalau dirinya lebih cantik, lebih mempesona dan lebih berkelas dari Puspita? Nyatanya dengan dandanan seperti itu, Puspita terlihat lebih manis.

"Ingat, Mas! Pernikahan kalian ini rahasia, tidak ada yang boleh tahu. Kalian tidak boleh berduaan di tempat umum. Aku sudah meminta semua pekerja di rumah ini tutup mulut, aku harap kamu juga melakukan hal sama. Begitu Puspita hamil, aku akan pura-pura hamil, agar orang mengira bayi yang dilahirkan Puspita itu anak kandungku," ucap Lidya, mengingatkan Dana tentang kesepakatan mereka, beberapa saat sebelum pelaksanaan akad.

"Kamu yakin? Aku tahu kamu cemburuan, bagaimana mungkin kamu membiarkan aku meniduri wanita lain, meski dia juga istriku," tukas Dana dengan nada datar.

"Ya kamu jangan sering-sering menemui dia, dong. Cukup tiduri dia dimasa suburnya, setelah beberapa minggu kita cek, dia hamil atau tidak. Kalau hamil, kamu nggak boleh menyentuhnya lagi," jawab Lidya dengan gaya anggunnya.

"Kalau dia tidak hamil? Berarti aku boleh menidurinya sepuasnya, sampai dia hamil, begitu?" Dana sengaja memancing emosi istrinya. Dia benar-benar jengkel pada Lidya yang suka memaksakan kehendak.

"Apa maksudmu ngomong begitu? Jangan bilang kamu tertarik dengan gadis burik, itu! Atau ..., seleramu sudah turun? Hah! Ingat, Mas! Aku bisa melakukan apa saja, termasuk membuat kamu dan Puspita menderita. Jadi jangan pernah mikir macem-macem, oke. Turuti perintahku, lakukan sesuai rencana, beres!" Dana menjengah, Lidya masih saja angkuh dan sombong. Dia tak menyadari, bahaya sedang mengancam rumah tangganya.

"Aku mendengar nada cemburu dari suaramu, Lidya. Kamu lupa, Puspita masih muda, dan kamu sudah kelewat matang. Jelas bunga mekar lebih wangi dibanding bunga layu," ejek Dana.

"Ha ..., ha ..., ha ...." Tawa Lidya pecah seketika. "Gadis itu kamu bandingkan denganku? Jelas dia kalah dalam segala hal. Aku cantik, kaya dan berkelas. Sedangkan dia apa? Kamu sudah buta rupanya, sampai tak bisa membedakan berlian dengan batu kali." Dana mengangkat bahunya.

"Aku hanya mengingatkan, Lidya. Sebelum semua terjadi. Mumpung penghulu belum datang, lebih baik kamu batalkan pernikahan konyol ini!"

Lidya memangkas jarak antara dirinya dengan Dana. Ditatapnya lekat-lekat pria yang membersamai nya selama lima tahun terakhir itu. "Keputusanku sudah bulat, kamu harus menikahi Puspita! Aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk membawa gadis itu kesini, " desis Lidya tepat di depan wajah Dana

"Terserah kamu, aku nggak peduli. Aku harap kamu nggak menyesal mengambil keputusan ini, Lidya." pungkas Dana, lalu memakai pecinya dan melangkah meninggalkan kamar mereka.

"Pak Dana sudah siap?" Pertanyaan penghulu menarik kembali kesadaran Dana.

"Iya, Pak, siap," ucap Dana mantap, padahal dalam hatinya dipenuhi keraguan. Sanggupkah dia menjalani pernikahan dengan Puspita? Sanggupkah dia menodai kesakralan sebuah pernikahan?

Setelah memberi nasehat pernikahan, Pak Penghulu mengulurkan tangan untuk dijabat Dana. "Saudara Pradana Hariadi Bin Bambang Hariadi. Saya nikahkan dan kawinkan saudara dengan putri saya dengan putri saya, Puspita Sari binti Ali Mustofa, dengan maskawin seperangkat alat sholat, dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya, dengan maskawin tersebut. Tunai." Lancar, Dana mengucap akad. Meski begitu, tetap saja keringat dingin membasahi tubuh Dana.

Ini adalah janji suci antara dia dengan sang Maha Kuasa, sebuah janji yang kelak akan dia pertanggungjawabkan di hadapan Sang Pencipta. Sanggupkah dia mempermainkannya? Meski bukan orang yang religius, mengingkari janji kepada Tuhan tak pernah terpikirkan oleh Dana.

"Bagaimana saksi? Sah?"

"Sah." Lalu untaian doa mengalir dari bibir penghulu, yang diamini para hadirin.

Puspita mencium punggung tangan Dana, dan Dana membalasnya dengan mencium kening Puspita. Hati Dana menghangat, ketika dia mencium kening Puspita. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba datang. Sampai akhirnya Lidya menarik tangan Dana.

"Mas, sudah! Jangan lama-lama!" desis Lidya pelan, matanya melotot menatap suaminya.

Belum apa-apa Lidya sudah menampakkan kecemburuannya, bagaimana nanti kalau melihat Dana tidur sekamar dengan Puspita?

Bersambung ....

Yuk, ah komen bawel. Biar Mak'e makin semangat nulis, butuh moodbooster, nih.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status